Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2014

Nama pada Tokoh The Hunger Games

Buku tersebut berjudul Guide to the Hunger Games yang ditulis oleh Caroline Carpenter. Buku ini ditulis sebagai panduan   untuk membaca trilogi Hunger Games karya Suzanne Collins, diterbitkan oleh   Gradien Mediatama (2014) Trilogi The Hunger Games adalah buku terlaris untuk The New York Times.   Buku pertama –The Hunger Games- dan kedua berjudul Catching Fire, keduanya telah difilmkan.  The Hunger Games bercerita tentang perjuangan seorang gadis bernama Katniss yang mengikuti The Hunger Games.   Panem adalah nama negara dalam cerita ini dan dipimpin oleh Presiden Snow yang memerintah secara diktator. The Hunger Games hadir untuk memperingatkan para pemberontak yang dilakukan oleh 12 Distrik pada pemerintahan Panem. Adanya The Hunger Games bertujuan untuk mengingatkan pada orang-orang yang terbunuh akibat perang   dan menyatakan bahwa pemerintahan Panem sangat berkuasa.  Mencekiknya, di arena Hunger Games peserta harus saling membunuh dan hanya ada satu pemenang,

Bahasa Buku Merantau di Khatulistiwa

Sang Penutur bahasa Melayu, kampung Tanjong. Mak Tas (Mak saye lah:D) Pada tanggal 24 Maret yang lalu, buku berjudul Merantaud di Khatulistiwa: Pengalaman di Tahun Keempat dibahas pada acara Bahas Buku Club Menulis STAIN Pontianak. Pembahasnya buku adalah Dedi Ari Asfar, seorang penulis esai di buku berjudul Membaca Sejarah Melayu. Ada beberapa catatan penting untuk buku yang diterbitkan di tahun 2012 ini. Terutama berkenaan dengan bahasa. Menurutn Bang Dedi, yang menjadi ciri khas dari buku tersebut karena adanya bahasa-bahasa Melayu yang digunakan dalam teks. Terutama jika ada bercerita tentang Emak.  Tulisan yang mengisahkan pengalaman saya dengan Emak, rasanya memang sering mengutip kata-katanya. Emak sebagai orang Melayu di Kampong Tanjong , Mempawah sana memang setia menggunakan bahasa Melayunya. Setidaknya pemerolehan bahasa utama saya adalah bahasa yang digunakan oleh Emak. Dan, bahasa tersebut adalah bahasa Melayu yang hingga kini masih digunakan.

Pemerolehan Bahasa di MAS Al-Adabiy

Sungguh, ini bukan foto keluarga. Foto diambil setelah launching buku Club Menulis Al-Adabiy. Yang pake baju hitam celana putih itu adalah Irvan, dia salah satu siswa yang saya lihat saat berada di kelas bernyanyi bahasa Inggris. Saya pergi ke MAS Al-Adabiy untuk keperluan tugas kuliah. Saat memasuki halaman gedung sekolah saya mendengar suara riuh dari teras depan. Riuhnya bukan ribut tak bermakna, malah memimbulkan kekaguman. Siswa-siswi MS Al-Adaby sedang beryanyi bersama. Mereka membuat kelompok. Setiap siswa memegang kertas atau buku. Kepala mereka bergerak, mengarah ke samping kanak lalu ke kiri. Menikmati lagu yang dibawakan. Kali pertama berkunjung saya juga mendapatkan pengalaman serupa. Teman-teman juga bernyanyi, menari dengan menggerakan badan ke kanan dan ke kiri, menyesuaikan alunan musik. Bedanya waktu itu mereka berdiri, jadi kakinya juga terlihat bergerak-gerak. Perbedaan yang lain adalah lagu yang dinyanyikan. Kungjungan pertama, mereka menyanyi

Bahasa Jiwa Bangsa

Salah satu contoh, bahwa bahasa dalam pemberitahuan dilarang merokok tidak dimaknai. Saya baru saja mendapatkan mata kuliah Psikolinguistik, cabang ilmu linguistik yang membicarakan hubungan bahasa dengan akal dan perilaku manusia. Pada pertemuan pertama ini, saya dan teman-teman belum masuk pada pembahasan Psikolinguistik secara mendalam.   Dosen kami, Drs. Sudarsono, Ph.D memberikan pengenalan   lebih dahulu. Ada yang unik dalam pengenalan tersebut,   mulanya Beliau menampilkan slide pertama yang di dalamnya bertuliskan Bahasa Jiwa Bangsa. Saya berpikir, apa maksud dari Bahasa Jiwa Bangsa. Saya mencoba menerka, menghubungkanya dengan pembahasan yang pernah beliau berikan pada kami, di pertemuan kali pertama, September tahu 2013. Masa itu kami matrikulasi Bahasa Inggris. Beliau memberi pengetahuan baru pada saya sebagai orang baru belajar ilmu   bahasa. Bahasa tidak sekadar dalam bentuk tutur, bukan hanya kata-kata yang diungkapkan secara lisan.  Pembahasan kami w

Bahasa Anak dalam Cerita Anak

Saya mengikuti Workshop Menulis Cerita Anak yang diadakan oleh FLP (Forum Lingkar Pena) Kalbar. Pematerinya berasal dari Bandung. Ali Muakhir namanya. Penulis buku cerita anak yang terkenal. Kata, moderator jika ke Gramedia Mega Mal Pontianak, hampir keseluruhan buku anak yang ada di rak sana, karya beliau.   Ali Muakhir juga masuk rekor MURI pada tahun 2009 sebagai penulis produktif, menulis buku cerita anak sebanyak 300 judul. Menulis cerita anak, saya memang ingin. Pernah mencobanya, namun entahlah apakah itu termasuk dalam kategori cerita untuk anak. Khawatir bahasa yang saya gunakan dalam cerita tidak tepat untuk anak-anak.   Membadingkannya dengan film yang biasa ditonton oleh anak-anak, tampak kartun namun cerita tak tepat untuk anak-anak. Terkadang memang terjebak dengan tampilan kartun, namun isi cerita tetap saja untuk orang dewasa.   Beberapa cerita kartun lainya yang tokoh diperankan oleh hewan misalnya. Kartun-kartun tersebut bercerita tentang permusuh

Kifigi Ko Rewek

    Nushanasah, Guru Bahasa Bugisnya saya nih :)   “Ki fi, gi, ko, re, wek” “Baca re nya e taling, we seperti membaca elang. Rewek ” Saya mengeja sendiri. Sanah memerhatikan saya yang sedang berusaha mengeja Kifigi Ko Rewek     “ Cemane bacenye ni h?” tanya saya pada Sanah. “Kifigiko rewek ”, Sanah menjawab. Pas saja lafalnya. Sedap telinga mendengarnya.  Sanah adalah orang Bugis. Dia berasal dari Segedong, Kabupaten Mempawah. Jika ditanya dia orang apa, Sanah mengaku dia orang Bugis. Bedanya dengan Saya, jika ditelusuri dari sejarah kampung, pendiri kampung memang orang Bugis. keturunan juga masih masuk dalam Waris Sembilan, meskipun jadi pewaris terakhir. Tapi sayangnya, di kampung sana, hingga usia 23 tahun ini belum pernah mendengar ada orang kampung yang bicara dengan bahasa bugis. Melayu, itulah sekarang. Jadi bahasa Bugis sangat asing untuk saya. Sudah tidak pernah berbahasa Bugis, tidak ada berada di lingkungan orang berbahasa Bugis, semakin

Bedences

Cuci Motor Bdences. Itulah nama tempat penyucian motor yang saya lihat di daerah Bakau Besar, Kabupaten Mempawah. Di sekitar tikungan, di dekat masjid. Tidak terlalu jauh setelah jembatan yang diperbaiki tahun lalu.   Baru kali ini melihat tempat cuci tersebut   setelah hampir tiga bulan tidak balik kampung. Saya menyimpulkan, tempat ini adalah baru. Namun, yang menarik dari perhatian saya bukan gambaran tempat penyucianya, bukan fasilitasnya, bukan orang yang sedang menyuci. Tapi, Bdences yang menjadi nama tempat pencucian ini.  Bdences mengingatkan saya dengan kata populer   yang digunakan remaja-remaja di Jalan Bawal. Bawal adalah nama gang yang ada di sekitar Pasar Sayur Mempawah.   Batasan-batasan jalan ini sempat saya tanyakan pada seorang teman yang tinggal di sana. Menurutnya Jalan Bawal I berada di samping Lapangan Tenis, Bawal II   berada di seberang Jalan menuju Pasar Sayur menyeberangi jalan menuju Tol Antibar. Bawal II berada   di belakang SD Negeri 1 Mempawah atau

Minom Aek Kupi

“Minom aek kupi, roti kibeng, nonton pelam kuboy”. Kata-kata ini menjadi bahan pembicaraan saya dan beberapa sepupu sejak satu minggu terakhir. Ini berawal dari acara keluarga di akhir bulan lalu. Ada hajatan di rumah satu keluarga, tentunya acara acara masak-masak dan makan besar. Salah satu menu utama adalah ayam.   Sebelum ayam ini diputuskan untuk dimasak, sepupu bercerita kalau salah satu keluarga kami ingin ayam ini dimasak kecap.   “Oh, ayamnnye dimasak kicap jak Dek”, cerita sepupu. Sepupu menyampaikan rasa dan wajah heranya. Kenapa penyebutan kecap menjadi kicap.   Peyebutan e pada kata kecap menjadi i. Keluarga kami yang menyebut kicap itu orang Melayu, dia tinggal di Nusapati. Keluarga baru maksudnya. Namun, penyebutan kicap ini mengingatkan saya dengan seorang teman yang tinggal di Kubu, tepatnya di desa Paret Rembak. 

Belajar Bahasa

Saya memilih bahasa sebagai tema tulisan essai yang akan diterbitkan pada hari Senin. Saya pikir tema ini akan membantu saya untuk lebih memahami tentang Linguistik. Ilmu yang mempelajari tentang bahasa tersebut dapat saya hubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Tentu saja bermodalkan dengan bacaan-bacaan berkenaan dengan linguistik yang telah saya konsumsi. Saya semakin tertarik untuk mendalami ilmu ini setelah membuat makalah berkenaan Nama Tokoh dalam Buku Kalbar Berimajinas: Kumpulan Cerpen Sastrawan Kalimantan Barat. Makalah tersebut membahas tentang pembentukan nama tokoh cerita yang diberi oleh penulis.   Pemberian nama ini dihubungkan dengan semantik yang menelaah tentang makna sedangkan dari morfologinya untuk mengetahui seluk beluk pembentukan nama. Nama-nama yang diberi oleh penulis dapat dianalisis dari jumlah kata nama. Dari kajian linguistik ini pula, identitas kebudayaan dan agama tokoh dapat diketahui melalui nama. Belajar bahasa, belajar tentang lingui

Pergi ke Kampus IAIN Pontianak

Hai....  namaku  Saskia  Arsa  Chayara Hari  ini  aku  senang.....  banget  karena  aku  diajak  Ucuku  untuk  peergike  kampusnya  sebelum  aku  pergi  ke  kampus  Ucuku  aku  menjemput  adikku  di  sekolahnya  yaitu  TK  Raudatul  Atfal  sesudah  dari  kampus  Ucuku  aku  pergi  makan  di  ayam  bakar  pak  Bowo IAIN  PONTIANAK,  11  APRIL  2014 *tulisan ini diketik oleh Saskia

Jika Boleh Berkomentar Tentang Kasus Putri Wulandari

Saya membaca status seorang teman BB, membahas tentang pacar yang menghilangkan nyawa pacar. Saya tidak terlalu menghiraukanya, saya pikir itu adalah informasi lama. Tentang Ade Sarah dan Nuraini. Saya malah berpikir, kenapa teman ini baru sekarang membahas hal tersebut. Tadi, sekitar pukul 13.30, seorang teman menunjukan foto. Dia bilang bahwa foto itu   adalah tersangka yang menghilangkan nyawa pacarnya. Saya mengaku tidak tahu menahu tentang informasi menghilangkan nyawa itu. Saya juga tidak mendapatkan broadcast BBM seperti yang dilihatkanya pada saya.  Saya pun melihat foto yang diduga sebagai tersangka. Seksama, terlihat jelas, dia masih anak sekolahan. Anak SMA. Seorang pelajar melakukan tindakan kriminal. Menghilangkan nyawa orang lain.   Saya menelan ludah. Menggeleng, dan terasa perih sekali mengetahuinya. Menjeli, saya pun baru ingat tentang informasi yang saya di koran tadi pagi. Ditemukanya seorang siswi di semak-semak Parit Tengkorak. Saya ngeri mengetah

Catatan April #1

Cerita Hari Pertama, April Nasi goreng sea food langsung dipesan setibaku di kafe ini. Sebuah kafe di Sutan Syahrir, Pontianak. Berdepanan dengan gedung putih yang megah. Di sebelah kanan gedung itu ada bangunan yang tak kalah “wah” nya. Berbagai acara   mewah diselenggarakan di tempat itu. Jika ada pesta pernikahan di gedung yang seperti lingkaran tersebut, sudah tentu itu bukan orang biasa. Tadi di perpustakaan daerah provinsi, perutku mengerjaiku dengan merasakan layaknya tusukan jarum di perut. Memang, sarapan tak indakan hari ini. Malas saja, bukan kesiangan seperti biasa. Pukul 09.00 perpustakaan yang sudah mantap sangat fasilitasnya itu sudah ramai pengunjung. Loker sampai penuh di bagian depan. Mungkin aku adalah orang terakhir yang mendapat jatah loker depan, karena beberapa orang setelahnya mendapatkan kunci dan mereka sibuk mencari nomr kuncinya, dan abang yang memberiku kunci memberi petunjuk pada mereka.