Saya mengikuti Workshop Menulis Cerita Anak yang diadakan
oleh FLP (Forum Lingkar Pena) Kalbar. Pematerinya berasal dari Bandung. Ali
Muakhir namanya. Penulis buku cerita anak yang terkenal. Kata, moderator jika
ke Gramedia Mega Mal Pontianak, hampir keseluruhan buku anak yang ada di rak
sana, karya beliau. Ali Muakhir juga
masuk rekor MURI pada tahun 2009 sebagai penulis produktif, menulis buku cerita
anak sebanyak 300 judul.
Menulis cerita anak, saya memang ingin. Pernah mencobanya,
namun entahlah apakah itu termasuk dalam kategori cerita untuk anak. Khawatir
bahasa yang saya gunakan dalam cerita tidak tepat untuk anak-anak. Membadingkannya dengan film yang biasa
ditonton oleh anak-anak, tampak kartun namun cerita tak tepat untuk anak-anak.
Terkadang memang terjebak dengan tampilan kartun, namun isi
cerita tetap saja untuk orang dewasa.
Beberapa cerita kartun lainya yang tokoh diperankan oleh hewan misalnya.
Kartun-kartun tersebut bercerita tentang permusuhan, atau ada juga
pukul-memukul yang aneh. Ada juga kelakuan jorok yang menurut saya tidak baik
untuk ditonton, sebab anak bisa aja meniru adegan tersebut. Ya, namun memang sulit
untuk menghilangkan tampilan-tampilan tersebut karena membuat gambar kartun
memerlukan imaji yang hebat. Kekratifan yang luas biasa, apalagi kemudian
divisualkan seperti itu sangatlah sulit. Ya ini memang cerita di film.
Dan, itu yang membuat saya pribadi merasa ada kesulitan
dalam menulis cerita anak. Mesti hati-hati. Dan ternyata, apa yang saya
khawatirkan ini, sama dengan banyak peserta Worksop. Saat ditanya, apa yang
membuat menulis cerita anak itu terasa sulit? Kebanyakan menjawab sulit untuk memilih bahasa, memilih kata-kata
yang sesuai dengan anak-anak.
Bahasa dalam cerita anak memang harus diperhatikan. Apalagi
penggunaan kata yang bermakna negatif. Kak Alee ada sih memberi contoh kata
bermakna negatif itu, tapi rasanya tidak perlu diberi contoh. Di bukunya
berjudul Fun Writing, Kak Alee juga tidak memberi contoh bahasa negatif
tersebut. Hehehe, khawatir nanti
memengaruhi pemerolehan bahasa anak.
Kak Alee bilang, bahasa dalam menulis cerita anak baiknya
adalah bahasa yang baik dan benar. Saya mengira, Kak Alee akan membahas
penulisan sesuai EYD. Saya keliru, dari presentasinya, baik dan benar tersebut
bukan sesuai dengan EYD tetapi bahasa yang digunakan anak-anak normalnya. Bahasa
anak-anak yang polos, tidak panjang-panjang, langsung pada intinya. Itulah
dunia anak-anak.
Bahasa yang sesuai
dengan aturan tata bahsaa, tetap menjadi bagian penting. Bahasa yang digunakan juga jangan bahasa
slang. Bahasa yang pake elo dan gue atau lainya. Tetapi tidak pula
terlalu baku. Biar tulisanya terasa hidup.
Kak Alee juga menyarankan, jika ingin mengukur tulisan yang
dibuat adalah cerita anak, tulisan tersebut diberikan pada anak-anak, misalnya,
keponakan. Jika mereka “Haaa”, dengan tampak takjub, penuh kejutan atau sesuai
dengan yang diinginkan, berarti cerita tersebut untuk anak-anak. Jika
keponakan, melihatkan wajah bingung, berarti… (*)
Komentar