Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2010

Saya, kaya Nama.

Nama saya Farninda Aditya. Panggil saya Ninda. Itu nama panggilan saya dari kecil dan dari keluarga saya. Tapi, setelah beranjak besar dan melewati masa SD, saya biasa dipanggil dengan Farninda, karena nama yang tertempel diseragam saya lengkap sekali Farninda Aditya. Lagi pula, saat seragam putih biru ini, kebanyakan bukan teman-teman sewaktu SD, maklum SD saya berada di Kampung saya, tempat tinggal saya. Maklum di Kampung-kampung terkadang hanya SD saja yang tersedia, tidak ada SMP apalagi SMA. Jadi untuk melanjutkan jenjang pendidikan, harus siap siaga dan sedia untu melewati perjalanan yang cukup panjang, tidak seperti SD. Sekolah yang jaraknya tidak jauh dari rumah saya. Selain Farninda, ada juga yang memanggil saya dengan nama belakang saya, Aditya. Saya juga heran mengapa nama yang identik untuk anak laki-laki ini ada pada saya. Konon katanya, bapak saya ingin anak laki-laki setelah emak saya berhasil melahirkan anak perempuan,, dan tidak berhasil untuk menjadikan janinnya s

Nanda, anak Indonesia

“Indonesia tanah airku tanah tumpah darahku....................” Aku mencari sosok orang yang menyanyikan lagu kebangsaan itu. Aku tahu siapa, ia melengkingkan suaranya penuh semangat di pagi yang menjelang siang ini. Kucongakkan kepalaku, melihat jam dinding yang berada di atas lemari “ ooh dah jam sepuloh, tak terase dah nak siang” batinku bergumam. Kakiku terus melangkah ke ruang tamu, aku mencari sumber suara yang berbeda di satu tempat itu Suara yang cukup merdu di pendengaranku .Walau suara yang satunya terbatah-batah “Sa.. ana ai ku, ana umpah da a ku....” Ku temukan kakak beradik itu, dari kaca jendela aku memperhatikan mereka berdiri di teras. Mereka menghadap tiang bendera, Bendera Merah Putih mengibar di atasnya. Nanda, ia keponakanku umurnya sudah enam tahun. Tahun ini, tahun pertamanya mengenakan seragam merah putih. Fatar adiknya, berdiri di samping kanan ia masih berumur dua tahun tujuh bulan. Aku tak membuka pintu yang ganggangnya telah kugenggam, tapi aku menyela horde

Eva ingin sekolah. Cerita dari Parit Banjar

Namanya Eva, hanya Eva. Singkat. “Eva yak” begitu katanya ketika kutanya nama lengkapnya. Gadis berumur enam belas tahun ini tinggal disalah satu dusun yang ada di sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya. Dusun Melati Parit Banjar nama tempat itu. Gadis belia keturunan bugis dan melayu sambas ini memiliki cita-cita yang sangat mulia, ingin menjadi seorang guru agama. Ia berharap dengan profesi itu ia dapat membantu ibunya yang kini seorang diri menjadi menjadi kepala keluarga. Bapaknya telah lama meninggal ketika usia Eva masih tujuh tahun, dan adiknya bernama murni, yang memilki nama lengkap Murni Anggraini itu masih berumur dua bulan. “Jadi guru agama kak, karena kamek dari sekolah agama,” Mts Al--Rish katanya kemudian, sebelum aku tahu bahwa Al-Rish adalah singkatan dari ar islamiyah. “Pengen bantu emak kak, kasihan liat emak sendiri sekarang. Emak yang jadi kepala keluarga” begitu katanya serambi melihat kedepan, mengarah pada rumahnya yang tanpa warna itu, berdinding semen yang ada d