Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2016

Angsana Memutar Haluan

Sumber Foto: sendiridanrahasia.blogspot.com Angsana Memutar Haluan. Bulan menggiring Angsana kembali, sudah berapa hari ia tak ada di rumah. Trembesi dan Ketapang, datang menyampaikan nanar dan kepiluan Angsana. Bimbang? Tentu saja.  Hingga kulihat, Angsana menatih kakinya hari ini. Meski pelan, ia jelas melangkah. Kuucapkan salam padanya, agar ia lunak. Ketika mendengar suaraku, ia menoleh lalu tersenyum "Sini, nak", kataku mengajaknya duduk di samping. "Meski aku tak tahu dengan jelas masalahmu, aku hanya ingin menjadi orang yang sedia ada untukmu. Jikalai kau pun, boleh membiarkan, biarkan aku pula memberi nasihat. Anggaplah aku sok, tak apa". Angsana, menurunkan kepalanya ke pundakku. Menyandarkannya. Tak perlu aku bertanya, keletihan dan kesedihannya sedang ia sampaikan padaku. Ia juga ingin menyandarkan kekacauan yang terjadi padanya beberapa hari ini. 'Inilah hidup, nikmatilah. Tak semua kehendak sewujud dengan kehendak. Tak se

Surat untuk Kekasih Angsana

Sumber Foto: edisumarnoblog.blogspot.com Surat untuk Kekasih Angsana. Tadi kulihat. Angsana berjalan tatih. Wajahnya lesu, saat kutanya apa ia sudah makan, ia mengaku sudah. "Berapa kali?" Sekali, jawabnya padaku. Setahuku, Angsana sangat doyan makan, aneh, setelah tahu, hanya satu kali ia makan. "Sudahah, Ketapang. Jangan tanya perihal apa yang terjadi padaku, hari ini. Kekasihku, sudah tak  peduli padaku, makan apa aku, berapa kali, dia sudah lupa tanya itu padaku, beberapa hari ini, malah" Aku terdiam, apa maksudnya Angsana membawa kekasihnya dalam bicaranya. Oh, ya apa dia sedang bermurka pada kekasihnya. " Apa yang terjadi antara kau dan kekasihmu, Angsana?" Angsana "KETAPANG! Apa kau bisa berhenti bertanya, PIKIRANKU SEDARI SADAR BERTANYA, SEDARI PULA TAK ADA YANG MENJAWAB PERIHAL ITU! AKU DAN KEKASIHKU!" "Aku mohon, jangan bertanya.. Aku lemah pada tanya - tanya". Angsana lari, lari,

Surat untuk Kekasih Angsana

Sumber Foto: vialatropica.wordpress.com Surat untuk Kekasih Angsana. Kepada siapa baiknya kusampaikan. Aku tak punya alat disebut ponsel canggih, agar bisa mengatakan pada banyak orang, bahwa sejak malam hingga pagi ini, aku menemukan Angsana, memeluk dingin. Kuperhatikan, hingga tidurku pun tak nyenyak, tapi kutahu, Angsana lebih letih dariku, sedari semalam, ia tak tidur, aku yakin itu, hingga pagi ini ia tetap gelisah, lebih parah dari sebelumnya. Tak sengaja, aku mendengar ia berdoa, katanya ia sedang menunggu, ia sedang bersabar, tiba waktunya, dia yang menjemput, mengambil maaf, dia tahu, dia kecewa, dia tahu, dia salah, dia tahu, dia tak sabaran, tapi katanya, semua yang dilakukannya, bukan atas nama dirinya, atau jajaran silsilah sebelumnya, bukan kebimbangan, atas ketidaksempurnaan, dia bilang, dia terlalu sayang, karenanya ia tak ingin, ada saran: Tinggalkan kekasihmu Angsana. Kudengar dari doanya, saat liurnya tertahan dalan lipatan, bahwa jika tak ada sat

Surat untuk Kekasih, Angsana

Assalamualaikum. Wahai kekasih Angsana, yang namanya belum kuketahui. Perkenalkan, aku Trembesi. Jika malam begini, aku merunduk menutup diri sebenarnya, ah apalagi hujan begini. Baiknya aku mengumbuk. Tapi, seperangkat waktu yang aku punya, sekarang aku mendongak sedikit. Menulis tentang Angsana dan kau, namanya belum kuketahui. Aku melihat Angsana memandang tanah, ia menunduk, tak memedulikan kiri dan kanan Aku melihatnya dari kejauhan dan karena itu ingin kusapa. Hanya, saat aku ingin menyapa, tak kuliah ia menatapku. Kutunggu, tak juga ia memandangku. Maka berteriaklah aku. "Angsana! Angsana! Angsana!", barulah ia sadar akan aku. Ia masih melongo " Hendak kemana kamu?" dia terkejut, akan tanyaku. "Kemana? Entahlah. Ke sana!", jawabnya. Aku tahu di ragu. " Angsana, hendak kemana kamu?" "Aku? Oh aku akan membunuh kekasihku, Trembesi. Ya aku ingin membunuh kekasihku" Kulihat, matanya nanar. Aku pun diam. Membiarkan. --,,

Tercampak

Aku dicampakkan, oleh kekasih yang kupuja namanya. Aku dicampakkan, oleh kekasih yang kuhormati kata-katanya. Aku dicampakkan, oleh kekasih yang kubela tentangnya. Aku dicampakkan, oleh kekasih yang ingin kujaga pandangan darinya. Aku dicampakkan, oleh kekasih yang inginku hidup bersamanya. Aku dicampakkan, oleh kekasih yang kulupakan masa lalunnya. Aku dicampakkan, oleh kekasih, seseorang yang kuperjuangkan. Aku dicampakkan! - - - -  - Angsana terus berjalan, memandang tanah.

Angsana Menghilang

Angsana menghilang. Sekian waktu menahan kelu, ia memilih untuk menutup pintu. Jendelanya atau jendela-jendela yang dimaksud kekasihnya, bahkan jendela untuk kekasihnya, rapat tanpa cahaya dari luar. Angsana seakan tak mau tersentuh. Pagi itu, di saat kakinya tak lagi menahan penyangga kursi di taman, ketika nafasnya tak lagi sepenggal-sepenggal, ia pun memutuskan tuk menutup pintu rumahnya. Untuk apa? Kekasihnya juga menyilakannya pergi. Daripada tetangga menilai tak baik, baiknya dia yang menahan diri. Menikmati bunga-bunga sendiri. Walau dia sadar betul, tak bercahaya maka tak baik rumahnya. Angsana pun beranjak, menuju rumah, mengarahkan kuncinya ke kanan. Dua kali. Beharap di luar ada ketukan, tapi beharap ia tak mau mendengar. Maka, Angsana mematikan cahaya. Dari luar, dari dirinya. Hingga letih. Hingga mati. Jika begitu, katanya, Angsana biarlah menggantung diri.

Cacat

Aku ingin tuli, tuli pada masa lalu Rasanya, aku ingin terhempas, menjadi belulang di makan siang Aku ingin hancur, menderu, debu Mampus dimakan masa Untuk apa, aku berkehidupan Sedangkan, usiaku masih pendek kurasa, padahal waktu sudah tampak lelah menemani Aku ingin menjadi genangan air saja, biarlah tak dianggap. Percikkan saja, selambat-lambatnya hilang Dibawa berhambur bersama molekul Aku terasa hancur, berkali kusampaikan, tapi rasanya seperti kelibat kilat. Tersampai lumayan menakutkan, setelahnya, sudahlah. Aku ingin sebenarnya, menjadi rindang, atap, payung, punggung, roda, aku ingin. Tapi, apakah masih memilih seperti itu. Terlihat, terasa, akarnya menohok ke dalam. Pendiriannya kuat. Walau terlihat goyah. Tapi goyah, hanya terlihat. Sadarnya, aku kembali ingin mati.

Melek Kerjaan

Beberapa bulan terakhir, hal berhubungan dengan lowongan kerja, pencari kerja, dan lamaran kerja, seakan menjadi pengisi waktu saya. Di ruang kerja, ketiga hal tersebut menjadi bagian laporan Sasaran Kinerja Pegawainya saya. Menerima surat, rekap, arsip, mendata, menyiapkan hal wawancara dan sebagainya. Beberapa teman ada juga bertanya tentang lowker, ya, tak cuma di kampus tempat saya bekerja, di lowker yang saya ketahui kiranya. Saya juga download apl Trovit di Playstore agar selalu update dengan lowker. Tiap ada lowker di Pontianak, Kalbar. Apl-nya langsung kayak Path atau Instagram yang ngasi pemberitahuan. Dan di Facebook-nya Kami Kerja Remote, kerjaan dan lowker juga selalu ada. Bahkan, ada yang menyerahkan sama pencari kerja, mau berapa feenya. Bebas! Sebenarnya, kerjaan itu banyak! Asal kitanya ajah yang melek. Bagaimana bentuk kerjaanya juga atas diri kita. Di zaman Teknologi begini, masih susah cari kerja malu sama jempol. Sebab, jempol bisa membawa kita ke berbagai dime

Teror

Angsana duduk di taman. Di kursi panjang terbuat dari kayu, yang di bawahnya ada penyangga. Kaki Angsana, menyelip di penyangga itu. Ia merasa, kakinya tak kuat menginjak tanah. Angsana baru saja menahan murka. Enam (6) jam yang lalu, Angsana bertengkar hebat dengan kekasihnya. Pertengkaran yang tak akan membuat orang normal mengerti. Cinta mereka itu, siapapun yang mengenal mereka adalah cinta yang luar biasa. Tanpa ada rahasia, tanpa ada cemburu, tanpa ada harta melimpah, tanpa banyak tatap muka. Ketika kali pertama mereka berjumpa, keduanya tahu, mereka dipertemukan untuk menyoal cinta. Ketika mereka memisahkan jarak juga karena cinta, hingga dipertemukan kembali, juga langsung membicarakan cinta. Karenanya, pertengkaran Angsana dan kekasihnya memang di luar batas, cinta-cinta normalnya anak muda. Ha, wajar saja, usia keduanya juga tak lagi muda. Hanya keseringan, mereka menunjukan kekanakan masing-masing, atas nama manja dan memanjakan. Angsana berhenti menyedu sendu. Ia menarik

Eh, Saya Konsultan di Oriflame

Saya mengenal Oriflame itu sejak tahun 2008. Sepupu yang memang punyai penilaian bagus tentang produk, membuat saya yakin betul bahwa pilihannya tidaklah salah. Sewaktu Wisuda, saya didandanin saya dia, pipi merona gegara Giordani Gold Bronzing Pearls. Selanjutnya, saya mengenal Kak Hani sewaktu membedah buku. Dia menawarkan katalog pada saya. Seperti yang dilakukan, Mamanya Raditya Dika, ia datang lalu memberi buku, cuma bedanya dia bilang, kalau minat hubungi. Eh taunya saya minat Saya membeli beberapa produk. Udah ah, saya gak mau banyak cerita tentang produknya, tentang kualitasnya yang memamg bagus, pastinya saya sukak. Sewaktu mau liat katalog lagi, saya meminta Kak Hani untuk memberi saya. Tapi saya pikir daripada beli ajah, bagus ikutan. Eh sekali ikut, luaaar biasa, banyak hal yang saya pelajari. Terutama perawatan tubuh. Terus teman baru yang semangatnya muantep bingit. Yuk, ikutan 😃

Semoga Engkau Menjadi Milyader

Pukul 03.32 hal yang kuinginkan adalah berdoa. Semoga kau menjadi Milyader. Bisa membentuk duniamu sendiri. Seperti yang kau mau. Jika kau bisa membeli pulau, belilah. Kau bangun sekolah, siapkan fasilitasnya, tenaga pendidik dan pendidiknya, eh kau aturlah bagaimana caranya. Kak buat pemukimannya. Kau bentuk pemerintahannya. Kau urus ekonominya Kau urus kesehatannya. Kau urus kegiatan masyarakatnya. Kau harus menjadikan mereka orang-orang yang benar-benar, benar. Jika kau bisa. Jadilah Tuhan untuk duniamu itu. Semoga saja. Semoga secepatnya. Aku adalah orang biasa yang masih menggunakan fasilitas pemerintah. Makan minum, dikasi orang tua. Pendidikan alhamdulillah dibiayai keluarga. Masih juga menggunakan yanh subsidi. Apalah artinya, aku ini anak dari pemerintah. Cita-citaku membahagiakan keluargaku. Bisa ngabdi untuk negeri uh alhamdulillah. Bisa makan nasi dari beras putih, wa syukurilah. Jika ingin mengoceh tentang pemerintah di negeriku, baikan dulu apa yang bisa diperbaik

Jangan Ajari

Jangan ajari aku menilai hidup. Sudah puluhan tahun aku menilainya, dan ITU sebelum keberadaanmu. Seperangkat pengalamanmu, memang beperangkat lebih dariku, bukan berarti banyakmu, mengurangi penilaianku. Kita berbeda dalam pengalaman, lalu waktu mempertemukam, kemudian ikatan menyatukan. Sayang saja, aku harus mengatakan maaf, bahwa bagian-bagian itu masih mengekangku dengan alam pikirku. Aku dengan caraku. Jika kau sulit, permudahlah. Tapi aku tak kan setuju dengan cara yang itu-itu saja. Aku lebih setuju, kai ajari saja yang mau mengikuti caramu. Sudah puluhan tahun, aku menilai hidup. Dan itu sebelum keberadaanmu. Jika tak suka, ini kunci silakan putar sendiri. Tak perlu permisi, tak apa.

Mari Berlomba

Tidak bisa berkata A atau I atau INI dan ITU! Saya rasa, lebih baik kita berlomba menjadi pribadi yang baik. Entah bisa untuk kita, atau bahkan pribadi. Nun keluarga menanti. Walau sekantong gula garam setiap bulannya. Sensasi Itu lebih berarti.