Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2014

Selamat Datang #24

Saya menulis 20 menit sebelum kamu datang. 23.40 adalah waktu yang tertera di latop. Di menit 41 kalimat ke tiga saya mulai. Terima kasih kamu telah datang hari ini. Saya sangat senang dan besyukur akhirnya kita dipertemukan setelah saya nanti. Saya sudah becerita dengan kamu apa yang akan saya lakukan setelah kamu datang. Setidaknya, pemberitahuan itu menjadi persiapan untuk kit memantapkan diri. Saya benar-benar tidak dapat mengira apa yang terjadi pada waktu berikutnya. Saya hanya dapat berencana, dan Allah yang menentukan. Apakah saya akan lanjut pada hubungan berikutnya atau atetap berada di kamu.  Bersama kamu saya mengimpikan dapat menyelesaikan pendidikan saya, setidaknya Juni tahun depan. Sebelum kamu berganti. Karenanya, saya mohon dengan sangat, berbaik lah dengan saya, jauhkan hal-hal yang dapat membuat keinginan kita tertunda. Kekhawatiran saya, selama ini semoga saja tidak terjadi sebelum saya menyelesaikan target itu. Menuju kamu malam ini, saya

Obrolah Menuju Jam 10 Tadi

Kepada hati yang sedang merindu cinta Lihat lah, ada satu waktu yang menunggu untukmu duduk dan melamun jauh Kali ini, engkau dizinkan untuk menyendiri, menikmati mimpi-mimpi bersama yang engkau nanti Ajak lah dirinya untuk melihat apa yang terjadi padamu selama dia pergi Bukakan dia album kelam yang terekam Kepada hati yang sedang berjuang dengan cintanya Dengarkan kembali, suara-suara yang telah dikirmkan padamu. Khidmat lah dengan sempurna hingga engkau tahu dimana suara terbaik yang dimiliki Jika engkau dapatkan, bawa kembali pada telinga-telinga yang sempat kau dengarkan namun memudar sebelum suara itu habis disampaikan. Kepada hati yang masih meragu membuka pintu Coba, buka sedikit celah dari ruang dimiliki Bukan kah engkau sudah banyak tahu apa yang akan terjadi di luar sana, masih kah kau tak punya penawar untuk jika engkau sesekali terluka?  Melangkah lah saja, jika kau tak pernah mencoba maka kau tak tahu bahwa inginmu telah menunggu dirimu sangat lama.

Baik-baik saja?

Saya fikir saya baik-baik saja setelah menemukan SK Club Menulis ada di tempat berkas penting yang saya buat di ruangan. Dan,. Saya semakin merasa sangat baik setelah saya melihat ada berkas lain yang sempat jadi fikiran saya, disimpan oleh seseorang. Rupanya bukan saya lupa, tetapi seseorang ini menyimpanya tanpa memberi kabar, atau saya lupa bahwa saya memberikan berkas itu pada dia? Mengetahui hal tadi, saya cukup senang menyadari bahwa lupa saya bukan bagian dari “sakit”. Tidak teliti, teledor sebenarnya lebih tepat diberikan pada saya. Sebenarnya, barang-barang penting yang saya miliki sangat sering menghilang tanpa sedikit pun saya mengingat kronologinya. Kunci motor, dompet, dan ATM adalah kepentingan yang mudah saya hilangkan.  Dulu saya pernah kehilangan dompet dan behari-hari lamanya saya biarkan saja karena saya tak ingat sedikit pun kemana saya simpan. Setelah saya mengkhususkan diri mencarinya, ternyata dompet ini saya simpan di kotak sepatu, tempat saya men

Lupa: Membunuhku?

Ini bukan kali pertama saya menulis tentang lupa. Dan, sepertinya saya harus membuat satu lebel lag tentang hal satu ini: lupa. Lewat tengah malam begini saya berfikir keras tentang dokumen penting yang akan saya bicarakan besok. Saya tahu, saya sudah mengambilnya. Sudah dimasukan ke tas, dan di atas meja, dan setelah itu saya lupa. Tetapi, pada hari Senin lalu, saya ingin mengambil dokumen itu dari tas untuk menunjukan pada seseorang untuk konfimasi. Namun, tidak jadi karena saya melihat, beliau sangat sibuk. Saya tidak jadi membuka tas dan berencana akan menanyakan kembali setelah kegiatan di ruangan itu longgar. Dokumen penting itu adalah SK Club Menulis. Beberapa SK lain, yang diamanahkan Bang Taqin untuk diberikan kepada Koordinator masing-masing sudah saya berikan, tetapi untuk Club Menulis saya yang menyimpan untuk disampaikan dengan Pak Yus.  Saya sudah sampaikan kepada Pak Yus dan Pak Herman bahwa SK itu sudah ada dengan saya. Kemarin, SK itu ingin saya perlihatka

Selamat Datang dalam Tulisan Ini

Hem. oke terima kasih untuk kepura-puraan kemarin yang lirik langsung menghadap lain. Apa sih? jangan dikira ada ketidaksadaran dalam perjalanan di teras gedung mewah itu adalah kamu? Saya faham betul bagaimana geligat kamu, bahkan dalam temaram malam. Mata mengekor meski tak terlalu jeli. Di ruangan mewah itu, meski tak tahu ada di posisi mana, radar cukup kuat mengatakan kehadiran kamu ada di situ. Fikir berkata ini adalah pertemuan pertama di bulan syawal. Pasti ada kisah salam-salam dan ketawa-ketawa, kenalan juga masuk di dalamnya. Mencari posisi duduk dan menunggu komunikasi SMS. HP dan BB yang rusak beberapa waktu lalu menghapus berbagai jejak. Jadi, menunggu adalah pilihan. Keyakinan menyatakan, tidak mungkin lah, tidak menyampaikan kabar. Tidak mungkin tak ada jabat tangan malam ini. Hingga rasa ingin keluar ruangan pun terasa. Berjalan pelan-pelan, kaki melangkah ke baris belakang. Jilbab biru duduk di samping, dan seseorang bepura-pura tidak memandang. Jangan dikira r

Mereka Bilang Aku Madura

Judul ini sebenarnya berasal dari judul buku yang ditulis Dewi Anggraeni yakni Mereka Bilang Aku China: Jalan Mendaki Menjadi Bagian Bangsa. Saya memang belum membaca buku ini meski masa peminjaman sudah lama.  Berawal dari pinjaman yang mungkin telah lewat satu bulan, di ruang Malay Corner saya membaca judul buku ini dengan keras, "Mereka Bilang Aku China", kemudian saya melanjutkan pembicaraan sendiri saya "Kalau Ninda, mereka bilang aku Madura".  Mendengar percakapan saya itu, pemilik buku langsung menyambut, memberi saran "Kalau begitu tulis, Mereka Bilang Aku Madura", mendengarnya ide itu pun saya amini. Saya akan menulis tentang "Mereka Bilang Aku Madura". Ini lah keadaanya, saya memang memiliki kulit yang hitam boleh dibilang hitam legam, kusam. Mata saya sembab, mata yang agak besar. Kehitaman yang paling parah tentu saja di wajah. Kulit yang setiap hari dilihat oleh matahari. Sebagai pengena jilbab yang tentu saja menutup au

Merindu Mahakam

Hari ini saya teringat dengan Mahakam. Tadi malam saya bermimpi kembali ke sana. Ke tempat penelitian tahun lalu. Saya tidak ingat persis apa yang menjadi urusan saya hingga di mimpi saya kembali ke Samarinda dan Kampung Benuaq. Ah ternyata sudah satu tahun.  Wajar saja saya menyimpan memori di sana dengan baik. Itu karena Kalimantan Timur adalah perjalanan terjauh dan membuat saya kali pertama naik pesawat. Perjalanannya pun tak sekedar penelitian. Tapi penelitian sambil jalan-jalan. Sore tadi, saya membuka foto-foto berada di sana. Sumpah, saya rindu. Saya ingin kembali berada di Perpustakaan Samarinda membaca buku-buku karya penulis Kalimantan Timur, bertemu dengan Korrie Rayun Rampan. Sastrawan terkenal di Kalimantan Timur yang teryata adalah orang Benuaq. Benuaq adalah satu diantara kelompok Dayak yang ada di Kaltim dan kelompok ini yang kami teliti. Tapi orang Benuaq yang teliti ialah orang Benuaq yang ada di Tanjung Isuy. Kecamatan yang ada di Kutai Barat. Di