Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2015

INILAH MIMPI SAYA: MENYAPA NEGERIKU, MEMBAGI INSPIRASI PENDIDIKAN

Satu bulan yang lalu saya bertanya dengan seorang teman yang ikut program Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (SM3T). Saya melihat dengan kegiatan tersebut, dunianya menjadi lebih luas. Setidaknya ia telah melakukan banyak hal untuk pendidikan. Saya, memang bukan tipe orang yang lebih banyak mengkritik sistem pendidikan yang katanya belum maju-maju, sebab saya sadar belum banyak hal yang bisa saya berikan, untuk memajukan. Jadi, daripda mengkritisi pemerintah, lebih baik mengkritis diri dulu untuk menjadi lebih baik. Mengkhalifahkan diri dulu. Nah, setelah saya diceritakan tentang program SM3T, ternyata saya yang sedang melanjutkan pendidikan strata dua tidak masuk dalam persyaratan. Lagi pula, pendidikan terakhir saya adalah Pendidikan Agama Islam, setelah dibca juga belum masuk. Seperti mimpi yang telah saya tuliskan bahwa saya ingin berkeliling dan berkisah .  Lalu, sebelum pulang kampung hari Sabtu, 7 Oktober saya mendapatkan kiriman SMS dari teman ya

Dan, Hidupku di Antara Suka Daya juga Disiapkan untuk Kamu

Terima kasih telah berusaha menyenangkan hati saya. Maaf untuk pertemuan yang tertunda. Saya juga sudah menyiapkan buku Daya sejak pagi. Sama dengan persiapan kamu yang matang. Sampai bertemu, (mungkin) pertengahan bulan.

SABTU BERSAMA BAPAK. BUKU WAJIB SEBELUM MENIKAH :D

Sejak melihat postingan Fikri Rasyid tentang Sabtu Bersama Bapak karya Adhitya Mulya, saya memastikan harus membeli buku ini. Perihalnya, FR selalu punya dasar bagus menurut saya ketika ia mengatakan bagus. Sebanyak-banyaknya artikel yang ia tulis, saya selalu sepaham. Dan, saat postingan tentang Sabtu Bersama Bapak saya baca, saya mikir, bahwa saya juga ingin meninggalkan pesan untuk anak-anak saya kelak. Entah memang dalam bentuk Video, atau lebih dekatnya adalah blog, dan buku. Sudah sangat lama saya ingin menjadikan Sabtu Bersama Bapak sebagai bacaan saya dan referensi saya. Jujur, saya penasaran dengan isinya. Bagaimana cata jitu membuat pesan untuk anak-anak dalam kisah novel ini. Hanya, beberapa bulan terakhir, buku yang saya beli belum mengarah pada buku bersampul biru dengan gambar keluarga ini. VpS, menjadi orang yang saya ingin jahili untuk membelikan buku ini. Dengan modus, mungkin dia akan ikut baca dan mendapatkan inspirasi sebagai Bapak seperti di Sabtu Bersama

Selamat Bulan Mockingjay

Saya menggunakan ucapan ini karena saya sudah menghitung-hitung hari untuk berada di bulan November. Saya sudah menyiapkan diri untuk menonton Mockingjay Part2-nya Hunger Games. Sekalian, juga penagihan janji untuk ketemu Keramak dan ditraktirnya. Ya, kalau pun tidak bersama Si Keramak, saya tetap akan pergi menonton. Saya sudah rindu dengan Peeta, dan saya ingin melihat ia membawa bunga rose di depan rumah mereka.  Ah, meski harus berlapang dada untuk kepergian Primrose.  Mockingjay, adalah bagian terakhir untuk buku Trilogi Hunger Games yang sangat saya suka. Terlebih karena sampul yang saya kenal kali pertamanya adalah biru. Saya mengenalnya ketika saya dan teman-teman Kopdarfiksi bertemu di KFC Gajahmada. Teman-teman saling tukar pinjam. Sedangkan untuk Hunger Games pertamanya dari Mardian, yang juga teman di Kopdarfiksi. Lebih tepatnya, penulis yang saya idolan juga :D  Dan, untuk mendapatkan buku ini saya harus merepotkan adik yang ada di Jakarta. Yuhu, semoga

Tetap Utamakan Menulis Catatan daripada Rekaman Ketika Wawancara

Dunia teknologi memang sangat membantu untuk mengabadikan berbagai hal, termasuk mengabadikan percakapan ataupun sesuatu yang dilihat. Namun, ketika hal tersebut akan disampaikan kembali dalam bentuk wawancara, cara ini kadang tidak juga dapat dijadikan sebagai cara utama.  Saya, secara pribadi meyakini ini. Pada tahun 2010 ketika saya menggunakan alat perekam untuk menyatat percakapan saya dengan keluarga Bugis di Dusun Melati, Punggur Kabupaten Kubu Raya, ada beberapa hal yang membuat saya kewalahan. Menggunakan perekam memang memberikan data-data sebenarnya, tanpa polesan. Hal itu juga menjadi barang bukti bahwa wawancara memang dilakukan, karenanya data tersebut rasanya tidak ingin saya lewati meski satu kata. Sebab saya tahu bahwa percakapan yang sebenarnya dapat saya kutip sebagaimana adanya. Alsebab ingin menyalin kutipan langsung, proses penulisan yang saya lakukan menjadi lebih- lama. Saya harus mendengar berulang kali, hingga kalimat-kalimat yang disampaikan sama d