Langsung ke konten utama

Eva ingin sekolah. Cerita dari Parit Banjar

Namanya Eva, hanya Eva. Singkat. “Eva yak” begitu katanya ketika kutanya nama lengkapnya. Gadis berumur enam belas tahun ini tinggal disalah satu dusun yang ada di sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya. Dusun Melati Parit Banjar nama tempat itu. Gadis belia keturunan bugis dan melayu sambas ini memiliki cita-cita yang sangat mulia, ingin menjadi seorang guru agama. Ia berharap dengan profesi itu ia dapat membantu ibunya yang kini seorang diri menjadi menjadi kepala keluarga. Bapaknya telah lama meninggal ketika usia Eva masih tujuh tahun, dan adiknya bernama murni, yang memilki nama lengkap Murni Anggraini itu masih berumur dua bulan.
“Jadi guru agama kak, karena kamek dari sekolah agama,” Mts Al--Rish katanya kemudian, sebelum aku tahu bahwa Al-Rish adalah singkatan dari ar islamiyah.
“Pengen bantu emak kak, kasihan liat emak sendiri sekarang. Emak yang jadi kepala keluarga” begitu katanya serambi melihat kedepan, mengarah pada rumahnya yang tanpa warna itu, berdinding semen yang ada disebrang. Di depan rumah tetangganya, tempat aku dan dia berbicara. Horden berwana merah mudah menghiasai jendela kaca rumahnya. Terlihat pula pohon-pohon langsat kokoh tertanam disamping halaman rumah itu.
Pendidikan dasar gadis kelahiran 20 september 1995 itu, ia tempuh di Sekolah yang satu-satunya ada di Dusun Melati. Ketika Hujan air akan bergelinangan bertahan memenuhi halaman sekolahnya. Banjir. Kini sekolah dengan cat hijau berles coklat itu telah berdinding semen, begitu pula dengan lantainya, tapi hanya kelas V dan VI, kelas I –IV belum mendapat jatah lantai semen.
Eva memang tidak pernah mendapat juara kelas, Eva juga mengaku bahwa kemampuan intelektualnya pas-pasan.
“Tak pernah dapat juare, kamek ni standar yak kak e” akunya.
Tapi, aku tahu kecerdasan intelektual bukan penentu kesuksesan seseorang. Kemauan Eva untuk belajar pasti akan menolongnya. Semangat belajar Eva sangat tinggi dan ia tahu dengan kondisi yang ada disekelilingnya. Di sekolah dasarnya itu, akunya memang mempunyai perpustakaan. Tapi sayang, tidak membiarkan siswa-siswanya bebas untuk membaca dan meminjamnya. Eva bercerita jika ia dan teman-teman ingin ke perpustakaan ia harus meminta gurunya untuk membukakan pintu lebih dahulu. Namun, jika gurunya tidak bersedia menuruti permintaan mereka, maka Eva dan teman-teman mempunyai cara jitu menembus perpustakaan. Masok, lewat telongan.
“Kite yang minta bukakan perpustakaan kak, tapi kalau tadak dibukakan kite lewat telongan” aku eva denga tawanya mengingat usahanya untuk dapat belajar. Aku juga tertawa serambi memikirkan Eva kecil memanjat jendela dan menjadikanya pintu masuk perpustakaan. Meski posisi perpustakaan berada didekat WC yang baunya sangat menyeruak dan bisa membuat tidak betah kata Eva. Tapi, jika permintaan Eva dan kawan-kawanya terkabul, maka ia akan meminjam buku-buku itu untuk dibawa pulang, kemudian Eva membuat kesepakatan bersama kawan-kawanya untuk belajar bersama. Semangat Eva.
Setelah ia lulus dari pendidikan dasarnya, Eva melanjutkan ke sekolah yang berlandaskan Agama itu. sudah dikatakan sebelumnya, di dusun tempat Eva tinggal hanya berdiri sekolah dasar. Jadi Mts Ar-rihs tidak berada dikawasan Dusun Melati. Sekolah itu berada di Pal IX. Sangat jauh dari tempat tingga Eva. Menuju ke sana Eva mengendarai sepeda, melewati jalan yang rusak berlubang dan jika hujan air akan tergenang sehingga harus rela untuk tidak menggunakan sepedanya itu. Ia dan kawan-kawanya bernama Jumayah, Khairunnisa dan Evi Eka Wulandari akan menuju sekolahnya dengan mengarungi air tanpa sepeda. Begitu pula apabila salah satu dari mereka sepedanya rusak maka mereka harus rela ke sekolah tanpa kendaraan. Jika pergi tanpa sepeda dan tanpa hujan mereka berlari , benar-benar lari bukan lari maraton untuk menuju sekolahnya. Melewati empat kampung lainya. Kalimas Tengah, Parit Lintang, Kalimas Hulu dan Parit Gadoh Dalam.
“Kalau sepeda rosak,bekejar”
“Bekejar pela-pelan?” tanyaku kurang yakin.
“Bekejar betol-betolah kak, mane pulak nak pelan. Nak sampai jam berape agik” anjut Eva menjelaskan.
Jika menggunakan sepeda Eva pergi sekita pukul 05:30, dan akan tiba kesekolah pada pukul 07:00. Tapi, apabila tidak bersepeda ia harus siap lebih awal dari biasanya paling tidak pukul 05:00 ia sudah turun dari rumah, untuk berlari menuju sekolahnya. Belum lagi ia harus membagi sedikit waktu untuk beristirahat sejenak.
“Berenti lok sebentar kalau leteh, kok tadak gitu sih pingsan sampai sekolah” kemudian ia bercerita kalau salah satu temanya ada pingsan setiba disekola. Meski mereka telah menyisihkan waktu untuk beristirahat. Tidak selamanya kesekolah dengan larinya itu membawa Eva tiba tepat waktu. Pernah ia terlambat dan saat itu kebetulan pembelajarnya adalah guru yang sangat disiplin, siswa harus datang tepat waktu, tidak boleh terlambat. Meski sudah menjelaskan sebab keterlambatanya, sang guru tetap memberi Eva hukuman. Berjemur.
“Udahlah pegi e bekejar, sampai kenak jemur pula”. Cerita Eva dengan senyumnya tanpa ada paras kecewa dari sikap gurunya itu.
Mulanya ketika masih menjadi siswa baru di Tsanawiyah ini, Eva sangat canggung dengan upacara pengibaran bendera merah putih pada hari senin. Hal ini dikarenakan sekolah dasarnya tidak pernah mengadakan upacara hari senin. Tidak tahu lagu Indonesia raya, bahkan rasa canggung itu lebih terasa saat ia ditunjuk menjadi petugas upacara dan mengibakan sang bendera merah-putih. Hal yang sama sekali belum pernah ia lakukan. Tapi karena Eva belajar, ia pun bisa.
Mendekati masa ujian Nasional, ketika teman-temanya di sekolah mengikuti les tambahan di luar sekolah. hal itu tak berlaku untuk Eva. Eva mengaku tidak ada uang lebih untuk mengikuti les, apalagi tempat les sangat jauh dari rumahnya. Tapi, untunglahh Eva dan kawan-kawanya cepat berinisiatif. Salah satu tetangganya yang Alhamdulilah berkesemaptan menjajaki bangku kuliah dipinta Eva untuk memberi les padanya. Syukur Kak Ira nama tetangganya itu bersedia. Mata pelajaran Matematika dan IPA yang dapat ia ajarkan pada Eva dan kawan-kawanya. Usaha Eva membuah hasil, ia pun lulus ujian dan akan bersiap diri menuju jenjang beriutnya.
Sayang, pendidikan gadis belia ini tertahan. Ibunya hanya menyekolahkan Eva hingga menyelesaikan pendidikan berseragam putih biru saja. Bukan karena Ibunya beranggapan bahwa sekolah tinggi-tinggi akhirnya anak perempuannya kembali mengerjakan pekerjaan dapur. Ibu Eva juga tidak memikirkan kerugian uang yang ia habiskan untuk menyekolahkan Eva. Ibu Eva tidak seperti itu. Ibunya malah ingin Eva mendapatkan pendidikan hingga ke perguruan tinggi. lantas apa penyebabnya?. Hem biaya yang menjadi masalah.
“Tak ade duit kak, emak sih mau nyekolahkan. Tapi nak gimane agik” lanjutnya dengan pandangan yang pasrah. Tapi untuk tahun-tahun berikutnya ia berharap keinginan melanjutkan sekolah terwujud.
Saat ini Eva hanya dapat membantu meringankan pekerjaan ibunya dirumah, selain itu jika musim langsat tiba ia mencoba mendapatkan penghasilan dengan memungut langsat gugur yang akan dijual dengan harga Rp. 2.000 per kilonya. Kadang juga mengumpulkan pinang dari kebun tiga depaknya, mengkuliti pinang itu kemudian dijual. Ibunya bekerja sebagai upah tani, yakni mengerjakan ladang orang lain. Menanam, membajak, dan mengetam. Kebun tiga petak peninggalan bapaknya tidak bisa menjadi andalan untuk memenuhi kehidupan mereka. Bahkan Ibunya yang bernama Kamsidah, mengaku kebun yang ditumbuhi pohon langsat itu belum terlalu dapat dirasakan hasilnya. Pohon-pohon langsat itu sudah ia pajakkan kepada orang lain untuk membayar utang yang telah lama dipinjam.
Selayaknya cita-cita Eva, Ibu Kamsidah juga ngin Eva dapat melanjutkan sekolahnya, meski ada yang beranggapan bahwa ia menyekolahkan Eva hanya menghabiskan uang, karena untuk makan sehari-harinya saja ia kesulitan. Tapi sebagai Ibu yang mengerti apa yang terbaik untuk anaknya ia tetap berusaha untuk dapat mewujudkan keinginan anaknya. Eva yang ingin sekolah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Daftar Riwayat Hidup: Farninda Aditya

  DAFTAR RIWAYAT HIDUP DATA PRIBADI Nama Lengkap                            : Farninda Aditya NIP                                                                  : 199008242019032012 Jabatan                                                  : Penata Muda Tk.I, (III/b) Asisten Ahli Jabatan Tambahan                             : Sekretaris Prodi PIAUD FTIK IAIN Pontianak Dosen Pengampu                              : Mata Kuliah Bahasa Indonesia                                           Tempat/tanggal lahir                   : Mempawah, 24 Agustus 1990 Jenis kelamin                               : Perempuan Agama                                         : Islam Ruang                                                     : 210, Lantai II,  Gedung Prof. KH Saifuddin Zuhri GOOGLE SCHOOLAR             :   https://bit.ly/3lqX6US Silakan unduh dan sitasi pada       : MODERATION OF LANGUAGE IN A DIFFERENT FAMILY ENVIRONMENT (Language Moderation in The Multi-Ethnic Family Circumstances) | IC

Pertemuan 1: Magang 1

    Assalamualaikum, ww.   Halo kawan-kawan mahasiswa. Selamat telah sampai pada level ini. Selamat sudah masuk sampai perkuliahan Magang 1. Selamat juga berhasil menyelesaikan ritme perkuliahan melalui Daring selama ini. Kalian semua hebat.   Pada perkuliahan Magang1, saya Farninda Aditya dimanahkan untuk mengampu mata kuliah ini. Bagi yang sudah pernah bertemu dengan saya pada mata kuliah sebelumnya, Bahasa Indonesia terutama, tentu sudah paham bagaimana gaya pembelajaran saya.    Menulis adalah yang Utama. Disiplin adalah Aturan. Komunikasi adalah Penyelamat.  Sebelum membahas tentang Apa itu Mata Kuliah Magang?, perkenankan saya menjelaskan cara belajar kita.   Pertama,  Media . Media utama yang digunakan adalah WhatsAap, e-Leraning, Google Meet, Youtube, Instagram, dan Blog.   Media berkomunikasi adalah WhatsAap dan pembelajaran adalah e-Learning. Jadi, segala informasi akan saya sampaikan sebelumnya melalui jaringan ini, terkait media yang akan digunakan p

Bedences

Cuci Motor Bdences. Itulah nama tempat penyucian motor yang saya lihat di daerah Bakau Besar, Kabupaten Mempawah. Di sekitar tikungan, di dekat masjid. Tidak terlalu jauh setelah jembatan yang diperbaiki tahun lalu.   Baru kali ini melihat tempat cuci tersebut   setelah hampir tiga bulan tidak balik kampung. Saya menyimpulkan, tempat ini adalah baru. Namun, yang menarik dari perhatian saya bukan gambaran tempat penyucianya, bukan fasilitasnya, bukan orang yang sedang menyuci. Tapi, Bdences yang menjadi nama tempat pencucian ini.  Bdences mengingatkan saya dengan kata populer   yang digunakan remaja-remaja di Jalan Bawal. Bawal adalah nama gang yang ada di sekitar Pasar Sayur Mempawah.   Batasan-batasan jalan ini sempat saya tanyakan pada seorang teman yang tinggal di sana. Menurutnya Jalan Bawal I berada di samping Lapangan Tenis, Bawal II   berada di seberang Jalan menuju Pasar Sayur menyeberangi jalan menuju Tol Antibar. Bawal II berada   di belakang SD Negeri 1 Mempawah atau