Langsung ke konten utama

Catatan April #1

Cerita Hari Pertama, April

Nasi goreng sea food langsung dipesan setibaku di kafe ini. Sebuah kafe di Sutan Syahrir, Pontianak. Berdepanan dengan gedung putih yang megah. Di sebelah kanan gedung itu ada bangunan yang tak kalah “wah” nya. Berbagai acara  mewah diselenggarakan di tempat itu. Jika ada pesta pernikahan di gedung yang seperti lingkaran tersebut, sudah tentu itu bukan orang biasa.

Tadi di perpustakaan daerah provinsi, perutku mengerjaiku dengan merasakan layaknya tusukan jarum di perut. Memang, sarapan tak indakan hari ini. Malas saja, bukan kesiangan seperti biasa. Pukul 09.00 perpustakaan yang sudah mantap sangat fasilitasnya itu sudah ramai pengunjung. Loker sampai penuh di bagian depan. Mungkin aku adalah orang terakhir yang mendapat jatah loker depan, karena beberapa orang setelahnya mendapatkan kunci dan mereka sibuk mencari nomr kuncinya, dan abang yang memberiku kunci memberi petunjuk pada mereka.


“Di belakang dek”. Begitu katanya.

Petunjuk itu menandakan, bahwa loker di belakang sudah difungsikan. Dua minggu sebelumnya, aku yakin aku masih melihat loker itu belum digunakan. Tampaknya, baru saja datang, ya kira-kira begitu.
Aku singgah ke tempatku mengambil kunci. Saat masuk tadi aku membaca banner yang menyatakan “Nikmati Hot Spot di Setiap Lantai”,  jadi aku pun bertanya passwordnya pada abang pemberi kunci. Si Abang langsung menunjukkanku sebuah tulisan log in: aa pass: aa yang tertulis di sebuah papan kecil di meja. 

Tidak begitu sulit mengingatnya.

Seperti dugaanku, ruangan remaja di lantai dua sudah ada yang duduk di kursinya. Buku-buku sudah ada berbaring tak teratur di atas meja persegi panjang berbahan kayu. Kayu yang tampak kuat, yang tampaknya sudah tua usianya. Sudah beribu tangan tentunya bersandar di sana. 

Hanya ada ruangan terasa gelap. Lampu tidak menyala seperti biasanya. Aku tidak menduga listrik sedang mati di sini. Namun, setelah aku mengambil buku berkenaan penelitian kualitatif dan kumpulan puisi Riekke Pitaloka berjudul Renungan Kloset kembali ke meja yang berada di belakang meja panjang, membuka-buka isi buku, membaca, dan menyalin beberapa teks penting, akhirnya lampu menyala. 

Namun, aku tak benar-benar bisa berlama-lama di ruangan. Kali ini bukan karena udara yang adem yang tak terlalu bersahabat dengan kulit tapi, karena perutku terasa sakit. Aku masuk angin, tak sarapan.

Ini bisa dibilang tantangan jika sedang berteman dengan buku. Baru saja merasakan khidmat di ruangan perutku meronta. Aku yakin aku bisa tahan tak mengisinya, aku tak begitu takut dengan lapar pagi menuju siang ini. Sakit perut masuk angin, terasa ada jarum menusuk-nusuk, itu yang tak bisa dielakkan. Jika tak kuatasi, aku berani taruhan. Aku bisa muntah!
 
Jadi, aku langsung teringat dengan tempat ini. Kafe yang berhadapan dengan gedung putih yang megah. Di sini wifi nya bagus. Memang agak ribut karena kendaraan dan suara music, bahkan suara cekikikan remaja-remaja. Tapi itulah yang unik. Akan banyak kisah ditemukan di sini. Termasuk siswa beseragam putih abu-abu yang ketiwi-ketiwi yang berhasil membuatku beberapa kali melihat mereka. Ah, anak-anak sekarang, berpelukan bukan suatu yang, yang, yang.

Dan sangat tabu untuk seorang seperti aku yang berasal dari negeri pesisir nun jauh dari ibukota. Hidup dengan kebun-kebun kelapa, dan sering mandi di kubangan parit sebelah rumah. 

Halo.. aku baru saja terkejut. Dan, mengarahkan pandanganku ke jalan. Ada suara “Plak” ah bagaimana menjelaskanya ya? Seperti tembakan, atau ban yang pecah. Tapi saat kuamati tak terjadi apa-apa dan remaja-remaja di sekitarku tak terlalu menghiraukanya. Lalu, tentu saja aku ikut gaya mereka. Santai!

Makananku sudah selesai kuhabiskan. Perutku damai dengan air hangat, hanya, dan ternyata itu memang obatnya. Di jalan tadi aku berpikir apa aku mesti memesan teh hangat, tapi aku rasa itu bukan ide bagus. Aku pernah mendengar the bisa bikin kembung. Membayangkan perutku yang makin sakit, aih aku tak kuasa.

Aku duduk di posisi dinding yang ada kursi sofa dan meja kayu segi empat. Tempat favorit untuk menyandar dan empuk tentunya. Berbeda di depan, meja bulan dengan empat kursi berwarna ungu dan kursi berbahan, ehmm plastik, bukan. Lebih kuat. Inilah kelemahanku, tak tau apa nama-nama yang ada di sekitarku sehingga aku tak bisa jelas menyeritakanya.

Aku melirik kopian tugasku. Aku memilih untuk melanjutkan membacanya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Daftar Riwayat Hidup: Farninda Aditya

  DAFTAR RIWAYAT HIDUP DATA PRIBADI Nama Lengkap                            : Farninda Aditya NIP                                                                  : 199008242019032012 Jabatan                                                  : Penata Muda Tk.I, (III/b) Asisten Ahli Jabatan Tambahan                             : Sekretaris Prodi PIAUD FTIK IAIN Pontianak Dosen Pengampu                              : Mata Kuliah Bahasa Indonesia                                           Tempat/tanggal lahir                   : Mempawah, 24 Agustus 1990 Jenis kelamin                               : Perempuan Agama                                         : Islam Ruang                                                     : 210, Lantai II,  Gedung Prof. KH Saifuddin Zuhri GOOGLE SCHOOLAR             :   https://bit.ly/3lqX6US Silakan unduh dan sitasi pada       : MODERATION OF LANGUAGE IN A DIFFERENT FAMILY ENVIRONMENT (Language Moderation in The Multi-Ethnic Family Circumstances) | IC

Pertemuan 1: Magang 1

    Assalamualaikum, ww.   Halo kawan-kawan mahasiswa. Selamat telah sampai pada level ini. Selamat sudah masuk sampai perkuliahan Magang 1. Selamat juga berhasil menyelesaikan ritme perkuliahan melalui Daring selama ini. Kalian semua hebat.   Pada perkuliahan Magang1, saya Farninda Aditya dimanahkan untuk mengampu mata kuliah ini. Bagi yang sudah pernah bertemu dengan saya pada mata kuliah sebelumnya, Bahasa Indonesia terutama, tentu sudah paham bagaimana gaya pembelajaran saya.    Menulis adalah yang Utama. Disiplin adalah Aturan. Komunikasi adalah Penyelamat.  Sebelum membahas tentang Apa itu Mata Kuliah Magang?, perkenankan saya menjelaskan cara belajar kita.   Pertama,  Media . Media utama yang digunakan adalah WhatsAap, e-Leraning, Google Meet, Youtube, Instagram, dan Blog.   Media berkomunikasi adalah WhatsAap dan pembelajaran adalah e-Learning. Jadi, segala informasi akan saya sampaikan sebelumnya melalui jaringan ini, terkait media yang akan digunakan p

Bedences

Cuci Motor Bdences. Itulah nama tempat penyucian motor yang saya lihat di daerah Bakau Besar, Kabupaten Mempawah. Di sekitar tikungan, di dekat masjid. Tidak terlalu jauh setelah jembatan yang diperbaiki tahun lalu.   Baru kali ini melihat tempat cuci tersebut   setelah hampir tiga bulan tidak balik kampung. Saya menyimpulkan, tempat ini adalah baru. Namun, yang menarik dari perhatian saya bukan gambaran tempat penyucianya, bukan fasilitasnya, bukan orang yang sedang menyuci. Tapi, Bdences yang menjadi nama tempat pencucian ini.  Bdences mengingatkan saya dengan kata populer   yang digunakan remaja-remaja di Jalan Bawal. Bawal adalah nama gang yang ada di sekitar Pasar Sayur Mempawah.   Batasan-batasan jalan ini sempat saya tanyakan pada seorang teman yang tinggal di sana. Menurutnya Jalan Bawal I berada di samping Lapangan Tenis, Bawal II   berada di seberang Jalan menuju Pasar Sayur menyeberangi jalan menuju Tol Antibar. Bawal II berada   di belakang SD Negeri 1 Mempawah atau