“Minom aek kupi, roti kibeng, nonton pelam
kuboy”.
Kata-kata ini menjadi bahan pembicaraan saya
dan beberapa sepupu sejak satu minggu terakhir. Ini berawal dari acara keluarga
di akhir bulan lalu. Ada hajatan di rumah satu keluarga, tentunya acara acara
masak-masak dan makan besar. Salah satu menu utama adalah ayam. Sebelum ayam ini diputuskan untuk dimasak,
sepupu bercerita kalau salah satu keluarga kami ingin ayam ini dimasak kecap.
“Oh, ayamnnye dimasak kicap jak Dek”, cerita
sepupu.
Sepupu menyampaikan rasa dan wajah heranya.
Kenapa penyebutan kecap menjadi kicap. Peyebutan
e pada kata kecap menjadi i. Keluarga kami yang menyebut kicap itu orang
Melayu, dia tinggal di Nusapati. Keluarga baru maksudnya. Namun, penyebutan
kicap ini mengingatkan saya dengan seorang teman yang tinggal di Kubu, tepatnya
di desa Paret Rembak.
Pada tahun 2008 lalu, saya bertamu di asrama
Kabupaten Pontianak-sekarang Kabupaten Mempawah, saya disuguhi roti. Saya pun
mengatakan pada teman ini bahwa roti itu cocok dengan “Aek kupi”.
“Aek kupi cocok dengan roti kibeng”. Kata
saya.
Teman yang dari Paret Rembak ini heran . Dia
heran kenapa saya bisa menyebutkan kalimat tersebut. Dia bilang penyebutan
tersebut adalah penyebutan orang-orang di tempatnya tinggal. Di Paret Rembak,
atau Parem di Kubu sana.
Saya sendiri mengira pengalaman berbahasa di
tempat tinggal saya, di kampung Tanjung, Mempawah, Kabupaten Mempawah
memengaruhi bahasa tersebut. Di keluarga sendiri,menyebutnya untuk kopi, kebeng,
bukan kupi dan kibeng. Namun beberapa orang tua dia kampung ada yang
menyebutnya seperti itu.
Saya pernah ke Parem pada tahun 2012, ke sana
karena ada program KKL (Kuliah Kerja Lapangan) dari kampus. Komunitas Parem
adalah orang Melayu. Penggunaan bahasa memang berbeda dengan orang Melayu di
kampung saya apalagi Melayu Pontianak yang saya ketahui. Ada perbedaan penyebutan,
pada bunyi vokal o, i, dan e. Seperti kopi penyebutan fon o menjadi u.
Lalu, suatu hari saya menemani kakak
sepupu ke rumah temanya. Kami
dihidangkan air teh, panas sedangkan tuan rumah
air kopi. Melihat itu, saya pun langsung memberi respon.
“Cie minom aek kupi”.
Teman sepupu ini, usianya 36 tahun dia tinggal
di Sungai Jawi, Pontianak. Dia sering datang ke Sungai Kunyit dan memiliki
keluarga besar di Sungai Kunyit, Kabupaten Mempawah. Setelah mendengar aek kupi, dia tersenyum.
“Minom aek kupi, roti kibeng, nonton pelam
Kubuy”. Katanya melanjutkan pembicaraan saya.
Saya sempat heran, kenapa dia bisa fasih
menyebutkan kata-kata tersebut, bahkan menambahkan nonton pelam Kubuy.
Komentar