Film Petualangan Sherina 2 membuka memori perjalanan Kalimantan. Tahun 2012 adalah pengalaman pertama nan berkesan bagi anak kampung seperti saya yang cuma mendengar kisah naik pesawat. Tahun 2012 itu pula, perjalanan pertama naik pesawat ke daratan Kalimantan lain.
Pulau kami, Kalimantan memang berada di daratan yang sama, tapi perjalananya sungguh tak secepat ke Jakarta. Mengapa? Setidaknya ini pengalaman pribadi saya atau mungkin ada juga yang sependapat. Kalimantan Timur adalah tujuanya. Saya bersama rombongan berangkat sekitar jam 9 atau jam 10. Kami transit ke Jakarta kemudian lanjut ke Balikpapan.
Sesampainya di Balikpapan tujuan selanjutnya adalah Samarinda. Beberapa hari di sana kami ke Kutai Barat, menuju Kampung Tanjung Isuy. Perjalanan ini sudah selesai tapi ada satu keinginan belum terwujud di sana; menyusuri Mahakam dan melihat Pesut. Itu lah yang saya inginkan waktu itu. Saya penasaran bagaimana sensasinya. Mungkin itu pula yang membuat puisi Merindu Mahakam masih terasa rindu bagi saya.
Tahun 2019, berkesempatan ke Kalimantan Timur, sayangnya masih belum terwujud.
Tahun 2015, perjalanan ke Ketapang termasuk perjalanan yang masih diingat. Mengendarai motor sendiri bersama 2 teman perjalanan untuk mengenal lebih dekat penulis sastra di sana. Entah mengapa kala itu saya merasa bisa ke Penangkaran Orang Hutan tanpa mencari lebih banyak referensi di mana posisi Pangkalan Bun. Hahaha sampai di sana saya menertawai diri sendiri.
Perbatasan itu tidak lah semudah khayalan. Apalagi, bulan lalu pada 09-10 September saya sampai di Pangkalan Bun. Merasakan langsung perjalanan moda darat dari Kalbar ke Kalteng. Kembali, saya menertawakan diri, mencapai Perbatasan dari Tayan saja, saya mabuk darat. Plang jalan masih saja Ketapang, Ketapang, Ketapang. "Mengapa masih Ketapang? Mengapa masih Kalbar?" Gurau saya pada kepala rombongan. Selepas Zuhur kami sudah mulai perjalanan dari Tayan, tapi sampai azan Isya di Ketapang.
Seperti, Ke Kalimantan Timur keinginan saya sampai ke Tanjung Puting hanya sampai pada penasaran. Tujuan utama kami bukan di situ. Kami ke Palangkaraya. Sayangnya, setelah kembali ke Pontianak, saya baru dapat kabar dari teman "Padahal melewati Bu kemaren Pian dan rombongan, Arboretum penangkaran orang utan yg dipakai syuting Sherina".
Beuh! Jika tak diserang batu empedu di sana, mungkin sampai juga ke tempat yang disebutkan. Ya, selama di Palangka tak sampai 24 jam, asam lambung kambuh dengan perih terlama. Dari jam 1 subuh sampai jam 8 pagi, tidak tidur, menikmati rasa perih dan panas diperut. Sampai pada hari ke-4, akhirnya masuk IGD, cek lab dan USG terpantau lah sumber penyakit utama; batu empedu. Lalu, keputusan balik adalah dengan pesawat. Babay, jangankan petualangan, khayal pun tak berani jadi idaman.
Padahal masih ada kesempatan 5 jam perjalanan darat dari Palangka ke Banjarmasin. Naik sampan, mengamati jual beli, wisata, dan kultur di sana, cukup sampai pada membayangkan saja. Tak mengherankan jadinya, mengingatkan Kalteng, Palangka Raya, memori terbanyak adalah Batu Empedu. Huf, bernafas saja perih!
Semoga ada lagi kesempatan itu dengan kondisi yang lebih fit. Fit badan, fit waktu, fit dana, dan fit, fit lainya. Sama halnya di Kalbar. Sudah ke Kapuas Hulu tapi belum sampai ke Danau Sentarum. Berkali pergi, berkali juga undur diri. Padahal Danau Sentarum kekayaan di bumi sendiri tapi belum jejaki. Namun, perjalanan di Kapuas Hulu dengan ragam bahasanya, SDA, kulturnya tetap memberi kesan sendiri.
Kembali pada Petualangan Sherina tadi. Pertualangannya ternyata mengingatkan pada petulangan yang belum selesai. Semoga berkesempatan. Amin.
Komentar