![]() |
Sumber: www.ardanradio.com |
Bioskop.
Film itu paling ditonton ketika spesial pemutaran film, jadi hanya menonton dari TV pinjam Cd-nya di tempat penyewaan.
Bagaimana AAdC masa itu, lupa-lupa ingat. Tapi, saya tahu film itu memiliki ruh luar biasa sehingga hingga kini, pecintanya menunggu, bahkan siapa itu Cinta dan Rangga tetap ditunggu generasi muda, yang masa pemutaran film pertama masih bayi-bayi.
Selasa kemarin, dengan ditraktir dan diancam jangan ada janji selain dengan pentraktir ini, saya pun menonton film AAdC. Langsung dari Bioskop.
Ya Pontianak 2016 ada bioskop.
Dan saya ada di sini.
Dan saya ada di sini.
Tentang Ada Apa dengan Cinta 2 dan Rangga yang Kembali
Hal yang terkesan dari semua film ini adalah waktu yang terlalu cepat. Bukan karena film memang diantara 2 jam-an untuk membahas tahun-tahun tertinggal, tapi semua syuut terlalu cepat.
New York Rangga dengan perjalanan sendiriannya, hingga diputar dua kali (katakan) di Jembatan, di kereta, belanja ah rasanya tak perlu, apalagi kedatangan Sukma dan perjalanan sebenarnya.
Kenapa Rangga tak langsung saja, datang lebih berasa seperti iklan Line. Itu lebih jauh lebih cepat, tapi lebih kuat rasanya.
Perjalanan yang bertele-tele. Meski akhirnya dibantu oleh teman-teman Cinta untuk mempertemukan keduanya, itu membuat film ini tak lama menunggu "Cinta & Rangga Bertemu".
Dan, ah kenapa Rangga bertemu di sana bukan karena keinginan yang sama. Sama-sama ingin di galeri itu. Semua tahu mereka memiliki kesenangan yang sama soal seni.
Lalu, agak menyedihkan banyak sekali iklan-iklan di sana.
Mengganggu.
Meski tertahan lucu.
Meski tertahan lucu.
Ketulusan Cinta dan Rangga, tak seperti purnama yang dieluhkan.
Apalah arti bahasa cinta dan tulisan-tulisan yang disampaikan itu.
Apalah arti kecupan-kecupan itu.
Setelah iklan di sana - sini pula.
Komentar
sangat setuju soal iklan.
belum lagi terdapat akting tokoh yg terkesan kaku. Mungkin terbebani oleh nama besar tokohtokoh sentralnya dan ekspektasi kaliber filmnya. Melompat dari permasalahan itu, masih ada scene yg sukar diterima secara rasional, terutama bagianbagian akhir (pada saat cinta dan rangga kembali bertemu dan saling menyetakan cinta #uhuk) terdapat perubahan mahadahsyat berkait latar tempat yang bersetting kafe kecil di tengah kota yg padat, lantas beberapa langkah jaraknya sudah berada di lembah bersalju nan asing dr keramaian.
Secara garis besar rasanya filmnya sudah bisa diebak jalan cerita.
Rasanya lebih menggigit film ini di versi pertama kemunculannya. Apa karena pd saat itu usia saya masih putih abuabu hingga hanya mampu menelan begitu saja apa yg disajikan di hadapan saya. Mungkin juga karena segalanya yg tak masuk akal di film awal terampuni oleh sastranya yg mendapuk sinkekasih hati saya (chairil anwar, bukan chairil effendy yg dosen sastra hebat univ tanjungpura itu..haha), atau mungkin juga saya terlalu terpesona pd rangga yg pd masa itu terkategori lelaki nan sexy dibanding masa kini yg sudah terlalu banyak pilihan? Entahlah.. yg jelas meski di sana sini banyak yg mengganjal di hati di aadc2 ini, saya tetaplah saya yg harus menghapus lelehan air mata karena baper yg luar biasa. Btw, saya tetap akan bilang: kecantikan dian sastro, juwaraaaaaaa.. 😂😆