Langsung ke konten utama

Sensasi Koboy ke Ketapang

Pada awal Desember 2015 lalu, saya berkesempatan pergi ke Ketapang. Daerah Kerajaan Matan ini memang menjadi satu tempat yang satu mingguan itu saya sebut-sebut ingin ke sana. Jadi, saat ada yang mengajak ke sana, tak pikir panjang, saya pun oke-kan.

Saya, Bang Ilham, dan Bang Een memulai perjalanan sekitar jam setengah empat. Kami menuju Pelabuhan Rasau sekitat 25 menitan. Sesampai di sana, ternyata Palong (Pulong, atau Polong ya, hihi lupa) sudah penuh. Seseorang berseragam di dalamnya meneriaki saya dengan klotok. Rupanya dia memberi tahu agar menggunakan klotok.

Klotok adalah satu di antara perahu atau sampan yang digunakan sebagai transportasi air. Klotok bentuknya besar. Diperkirakan panjangnya mencapai 10 meter dengan lebar 2,5 meter. Yang khas dari klotok adalah suara dari mesinnya yang berbahan solar, bunyinya "tok, tok" mungkin itu yang menjadi asal muasal namanya Klotok.

Saya tidak tahu berapa harga tiket, namun diperkirakan setiap orang plus motor sejumlah 185 ribu. Jika pergi sore kita akan mendapatkan konsumsi, yakni nasi berkotak steorofom dengan lauk sepotong ayam semur dan telur gaul sambal, dan sayur oseng-oseng. Ada satu buah pisang singapur dan segelas mineral.

Sebagai pemula, saya tidak tahu kalau naik klotok bisa mengambil posisi dimana saja. Dan karena perjalanan ke Ketapang menghabiskan waktu lebih kurang 10 jam, jadi penumpang mesti tidur doong.

Posisi kami bertiga di sebelah kanan tempat mesin. Jadi lebih tinggi dari lantai. Posisi ini sangat tidak bagus bagi yang ingin tidur nyenyak, tapi saya yang orangnya tidak terlalu hirau dengan keributan, tidur dimana pun, bisa tidur.

Hal yang agak risih, saya tidak membawa kain untuk selimut. Malu juga kalau mau tiduran tanpa kain. Karena yang saya bawa adanya mukenah, ya jadi selesai salat saya tidur pakai mukenah. Lucunya sewaktu Bang Ilham bangun dia terkejut ada yang putih berbungkus di depannya.

Oh ya kalau mau salat, tinggal ambil air di bagian belakang klotok, kadang ada selang yang mengeluarkan air, atau ambil saja menggunakan ember bertali yang disediakan. Untuk posisi kiblat, karena dalam perjalanan percaya ajah kiblat yang dipilih. Terus jangan lupa permisi sama penumpang lain, minta izin mau salat jadi kita bisa dapat tempat untuk salat.

Agar tidak bosan di dalam klotok, beberapa hal yang saya perhatikan dari penumpang lain adalah:

1. Tidur
Kalau tidur, jangan lupa membawa selimut. Ada juga bapak-bapak yang membawa bantal tiup loh. Jadi pas mau tidur, bantalnya ditiup dulu. Asikan.q

2. Handphone-nan
Banyak yang memilih menghadap Hp mereka, tapi jangan berharap untuk medsos-an, karena sinyal tak selancar di daratan. Saya yang menggunakan Hp biasa saja mudah kehilangan sinyal apalagi yang android. Jadi lebih banyak yang nge-game. Kalau mau nge-game jangan khawatir habis baterai sebab diklotok menyediakan terminal untuk cas-an. Tapi yang bawa PB juga oke, jadi kita tidak perlu antrian. Hp ditinggal di tempat terminal kayaknya aman sih. Sebab selama di perjalanan tidak ada yang ribut Hp-nya hilang.

Selain nge-game ada juga yang standby dengan musik ditelinganya. Jadi jangan lupa earphonenya ya.

3. Baca Buku
Ada beberapa yang menghabiskan waktunya dengan membaca buku. Meski lampu di Klotok cuma ada dua, tapi terang kok, ya lumayan lah dapat cahayanya buat baca-baca. Jadi bangun tidur bacs, ngantuk tidur, bangun baca. Gituuu, yang saya perhatikan sih gitu.

4. Makan
Jadi ada yang memulai perjalananya dengan makan. Ada juga yang bangun tidur langsung makan. Pada perjalanan kami ini memang lagi musim buah. Buat kamu yang bepergian ke Ketapang dengan klotok bawaan buah yang satu ini bisa membuat perjalananmu tidak bosan: sekotak rambutan.
Apalagi sekarang musim buah langsat, bisa jadi kita tidak sadar sudah di Ketapang saking asiknya makan langsat.

5. Melihat Hamparan Bintang
Saya menghampiri Bang Een yang duduk di sisi kiri Klotok. Di Klotok ada satu sisi di depan jendela yang landai. Kita bisa duduk di situ. Saya juga duduk di samping Bang Een, dan memerhatikan sekeliling. Daratan tampak kecil dari Klotok. Dan, saat saya mendongak, uiiiih bintang-bintang sangat cantik. Tidak ada awan, semuanya bintang.

6. Jika Tidak Bisa Tidur, Perhatikan Orang Tidur
Cukup lama saya akhirnya tidur, jadi selama itu saya memerhatikan orang-orang di Klotok. Selanjutnya melihat bintang, langsung cusss obob.

Perjalanan menuju Ketapang menggunakan Klotok ternyata tidak semua penumpang itu menuju Ketapang. Klotok akan berhenti dua kali (yang saya sadar sih)  pertama di Kubu dan kedua di Batu Ampar.

Saya memang belum pernah mendengar tentang perjalanan ke Ketapang menggunakan klotok secara rinci. Kecuali setelah menggunakan Klotok berhenti di Lintang Batang dan melanjutkan perjalanan dengan jalur darat.

Untungnya saya pernah KKL di Kubu, jadi saat berhenti di dermaga Kubu, saya tahu perjalanan masih jauh. Sekitar 4 jam berikutnya Klotok berhenti lagi. Saya juga yakin kalau perjalanan Klotok belum berakhir, maka untuk mengetahui keberadaan saya membaca plang plang nama warung dan, yuhuuu saya membaca Mpar, itu artinya sedang di Batu Ampar.

Tiga jam berikutnya kami pun sampai di Lintang Batang. Bang Ilham bertanya apakah perjalanan dilanjutkan atau tidak. Pada jam 3 pagi, memangnya mau kemana lagi, saya pun. Mengatakan; lanjuuut.

Kami masih di daerah Kayong rupanya. Perjalanan menuju ketapang masih jauh, sekitar 3-4 jam lagi. Satu jam pertama kami masih adem, sayangnya di jam berikutnya hujan menguji kami.

Sekitat 40 menit kami berteduh dan sadar hujan akan kekal kami pun melanjutkan perjalanan. Hingga terang tanah kami pun bertemu dengan seorang Bapak yang membawa anaknya sedang tertidur. Bang Ilham berinisiatif untuk membawa anak Si Bapak, tapi Dedek menangis. Akhirnya bapak dibonceng beserta anak, Bang Een membawa motor Si Bapak.

Hingga di Persimpangan menuju Tengkawang jikalau tak salah kami pun berpisah. Sekitar 45 Menitan akan sampai di Ketapang.

Dikarenakan hujan pemandangan jalan masih baru sehingga kami merasa perjalanan sangat lama. Untunglah, jembatan-jembatan yang menyeberangi kami tidak ada yang rusak, kecuali dua sedang diperbaiki, itu pun tidak menganggu perjalanan. Jalan menuju Ketapang juga tidak rusak, kecuali hati-hati dengan tikungannya. Ada beberapa daerah pegunungan yang dilewati tetapi fasilitas jalan dengan mata kucing dan Rambu lalu lintas membuat kami sadar tikungan dan terbantu dengan cahaya kucing itu.

Mata kucing itu adalah sebutan saya sejak kecil untuk lampu yang bejejer di samping jalan, yang kalau terkena  cahaya kendaraan dia bersinar. Apa ya nama umumnya?

Ada banyak daerah tanpa pemukiman jadi dipastikan kendaraan tetap normal. Sesampai di Ketapang saya mendapat cerita dari alumni PT Pontianak tahun 2010 dia masih mengalami motor yang berputar 360 derajat. Jalanan masih bertanah jika hujan membuat motor berputar haluan hingga 360 derajat itu.

Untunglah perjalanan kami tidak sedikitpun menemukan jalan bertanah itu. Pada jam 6-an pagi, sudah ada orang yang menjual bensin eceran
Untuk Pom sayangnya belum buka. Parahnya sewaktu menuju pulang, POM satu pun tidak buka. Kata seorang ibuk penjual bensin eceran, itu mungkin disebabkan hari libur. Awalnya saya ragu dengan pendapat itu, tapi selama perjalanan dan mencoba berhenti di POM kenyataannya memang tutup. Ya, simpulan sementara, POM di daerah Ketapang-Kayong memang tutup di hari libur.

Kami sampai di Ketapang sekitar jam setengah 7. Kami dijemput oleh Mamas yang memang tinggal di Ketapang, tapi tepatnya dia bagian dalamnya lagi, daerah Singkup. Kebetulan dia sedang ada tugas ke kota Ketapang, jadilah dia menjadi pemandu.

Pagi, kami sarapan dulu lalu lanjut ke tempat Penulis senior di Ketapang yang mempunyai media cetak. Lalu bertemu dengan penulis lainnya. Siangnya kami keliling Ketapang. Melewati pasar lama hingga pasar yang katanya *tiiiiiiy sensor aj :) lalu ke Rumah Melayu.

Rumah Melayunya sangay besat. Mewah. Ada pohon dengan daun kecil-kecil di belakangnya membuat adem, ditambah suara jangkrik. Saat menghadap ke belakang ada sungai. Ngadeeem kan.

Rumah Melayunya seperti biasa, berdiri tinggi, warnanya kuning, lampu-lampunya bergantung, yang unik itu lampunya seperti lampu ala Jawa. Ukiran dari tepian jendela besar-besar. Ada lantai duanya, tapi tidak boleh lewat. Di dalam sepertinya lebih dijaga. Tidak sembarang orang boleh masuk sepertinya. Banyak perabotan yang saya yakin sangat bernilai.

Sorenya kami pergi ke daerah Kauman. Kauman berada di seberang, menyeberangi sungai Pawan II. Pemandangan dari jembatan cukup indah, lanskap kota Ketapang terlihat kepadatannya. Bangunan tinggi sebelah kiri atau kota lebih dominan bangunan tinggi, tampaknya itu adalah rumah walet. Sedangkan seberangnya lebih hijau, terlihat tepian tempat masyarakat.

Kauman tampaknya menjadi kampung tua di Ketapang. Jaraknya tidak jauh dari Kerajaan Matan. Seorang kenalan baru saya mengatakan bahwa apabila menyusuri jalan dari belakang kampungnya bisa sampai ke daerah kerajaan.

Kampung Kauman menjadi unik dari yang lainnya;
Pertama, namanya Kauman. Terasa masyarakat masih golongan kaum (saya sih yang menyimpulkan)
Kedua, pagar halaman di sana masih menggunakan kayu, kalau sebutan masa kini Vintage. Dicat putih pula, terus atap rumah masih banyak beratap sirap. Rumah dengan dinding papan dan sirap juga masih ada.
Ketiga, ada perigi atau kolam yang dibuat bangunan. Ini menjadi perhatian khusus bagi saya, sebab belum pernah melihat ada kolam yang ada bangunanya. Jadi, setiap rumah yang mempunyai kolam di di depannya, kolam itu dibuat bangunan kecil berbentuk segi empat, ada juga mirip dengan lompat olahraga lompat jauh itu. Tingginya sekitar setengah meter, ada juga yang cuma lima jengkalan lebarnya tiga jengkalan.  Bahan utamanya ada yang disemen ada juga dari kayu sirap yang lebih panjang. Saya tidak mendapatkan bahasa lokal untuk bangunan kecil kolam ini, setiap saya tanya warga menyebutnya perigi. Bisa jadi sih perigi menjadi satu kesatuan dari kolam hingga pelindung. Alasan membuat pelindung kolam, agar kolam tidak kotor karena masuk dedaunan, kedua untuk waspada ketika anak-main dekat perigi.
Keempat. Ada tiang yang dibuatkan pondok dan dipagari dengan cantik. Beberapa orang yang saya tanya, itu adalah tiang masjid As Salam *saya cek lagi nama masjidnya, yang kini berpindah tempat. Bangunan masjid baru lebih ke dalam karena khawatir abrasi. Masjid ini rupanya masjid jami' pertama di Ketapang, saya tahu ini setelah bertemu dengan Bang Agus Kurniawan.  Jadi masa itu, masyarakat di Ketapang salat jumatnya di Kauman.

Malamnya, kami bertemu dengan pecinta seni dan sastra. Membahas tentang Ketapang-Kayong, tokoh, dan kegiatan  seni di sana. Saya lupa tempatnya, pastinya di depan hotel perdana. Seseorang yang tinggal di Ketapang bilang, kenapa tak ke tempat yang menyajikan makanan khas Ketapang, saya yang memang suka jahik membalas, ale-ale dan amplang sudah banyak jual di Pontianak, yang tidak ada memang es krim kotak ini.
Saya dan Bang Een memesan Es krim yang dikelilingi dengan roti bakar. Jika dihitung, roti bakar segi empat ini ada 5 belum lagi di dalamnya. Asli, habis makan kenyaaang.

Besoknya kami ke Keraton Matan. Di dampingi Juru Kunci kami masuk ke dalam. Ada ritual yang diceritakan perihal Timbang Naga. Jadi karena saking penasaran tentang ini, tidak terasa waktu menunjukan jam 11 lewat, padahal jam 4 nanti mesti memulai perjalanan pulang. Sedangkan masih ada agenda.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Daftar Riwayat Hidup: Farninda Aditya

  DAFTAR RIWAYAT HIDUP DATA PRIBADI Nama Lengkap                            : Farninda Aditya NIP                                                                  : 199008242019032012 Jabatan                                                  : Penata Muda Tk.I, (III/b) Asisten Ahli Jabatan Tambahan                             : Sekretaris Prodi PIAUD FTIK IAIN Pontianak Dosen Pengampu                              : Mata Kuliah Bahasa Indonesia                                           Tempat/tanggal lahir                   : Mempawah, 24 Agustus 1990 Jenis kelamin                               : Perempuan Agama                                         : Islam Ruang                                                     : 210, Lantai II,  Gedung Prof. KH Saifuddin Zuhri GOOGLE SCHOOLAR             :   https://bit.ly/3lqX6US Silakan unduh dan sitasi pada       : MODERATION OF LANGUAGE IN A DIFFERENT FAMILY ENVIRONMENT (Language Moderation in The Multi-Ethnic Family Circumstances) | IC

Pertemuan 1: Magang 1

    Assalamualaikum, ww.   Halo kawan-kawan mahasiswa. Selamat telah sampai pada level ini. Selamat sudah masuk sampai perkuliahan Magang 1. Selamat juga berhasil menyelesaikan ritme perkuliahan melalui Daring selama ini. Kalian semua hebat.   Pada perkuliahan Magang1, saya Farninda Aditya dimanahkan untuk mengampu mata kuliah ini. Bagi yang sudah pernah bertemu dengan saya pada mata kuliah sebelumnya, Bahasa Indonesia terutama, tentu sudah paham bagaimana gaya pembelajaran saya.    Menulis adalah yang Utama. Disiplin adalah Aturan. Komunikasi adalah Penyelamat.  Sebelum membahas tentang Apa itu Mata Kuliah Magang?, perkenankan saya menjelaskan cara belajar kita.   Pertama,  Media . Media utama yang digunakan adalah WhatsAap, e-Leraning, Google Meet, Youtube, Instagram, dan Blog.   Media berkomunikasi adalah WhatsAap dan pembelajaran adalah e-Learning. Jadi, segala informasi akan saya sampaikan sebelumnya melalui jaringan ini, terkait media yang akan digunakan p

Bedences

Cuci Motor Bdences. Itulah nama tempat penyucian motor yang saya lihat di daerah Bakau Besar, Kabupaten Mempawah. Di sekitar tikungan, di dekat masjid. Tidak terlalu jauh setelah jembatan yang diperbaiki tahun lalu.   Baru kali ini melihat tempat cuci tersebut   setelah hampir tiga bulan tidak balik kampung. Saya menyimpulkan, tempat ini adalah baru. Namun, yang menarik dari perhatian saya bukan gambaran tempat penyucianya, bukan fasilitasnya, bukan orang yang sedang menyuci. Tapi, Bdences yang menjadi nama tempat pencucian ini.  Bdences mengingatkan saya dengan kata populer   yang digunakan remaja-remaja di Jalan Bawal. Bawal adalah nama gang yang ada di sekitar Pasar Sayur Mempawah.   Batasan-batasan jalan ini sempat saya tanyakan pada seorang teman yang tinggal di sana. Menurutnya Jalan Bawal I berada di samping Lapangan Tenis, Bawal II   berada di seberang Jalan menuju Pasar Sayur menyeberangi jalan menuju Tol Antibar. Bawal II berada   di belakang SD Negeri 1 Mempawah atau