Jangan khawatir tidak mendapat Angkutan Kota (Angkot) di Lampung. Berdiri di pinggir jalan tak perlu memakan waktu 15 menit. Saya dan rekan Studi Banding telah membuktikannya, bahkan baru saja keluar dari halaman hotel, Angkotnya sudah standy by.
Opelet kata Orang Pontianak, Sebanyak saya bepergian di luar Pontianak, lumayan masih banyak di temukan, ketika di Kaltim, tim juga menggunakan transportasi sebagai akses utama, ketika ke Sintang, masih juga ada hanya lumayan lah untuk menunggu. Di Bandung, juga masih banyak, halte-halte di sana juga tepelihara.
Warna-warnanya mencolok dan Menunjukan kebaruannya, sepertinya mereka menjaga rupa opeletnya untuk menarik penumpang. Nah, sedangkan di Pontianak semakin sukar ditemukan karena anak Sekolah malah lebih banyak bersepeda motor dan diantar orang tua daripada mengeopelet. Namun masih ada yang beoperasi, meski penumpangnya tidak sebanyak tahun 90-an.
Namun, sebanyak opelet yang saya tumpangi, baru di Lampung lah saya melihat dan mendengar keseriusan pemilik angkutan ini mengambil hati penumpang. Dari sisi fisik, angkot di Lampung masih kinclong, tempat duduknya masih empuk, tidak ada yang sobek, baunya juga tidak setajam angkutan biasanya, tidak ada bau solar, langit-langitnya juga sangat bagus, tidak ada tuh gabus-gabus yang berkeliweran di sana. Malah warnanya itu bikin semangat, warna-warni, ada juga polos terang, seperti kuning terang.
Di kacanya, ada tulisan-tulisan yang menarik, seperti Tempoyax, Chelsea, Boy! Tau.., ada jugq Modal Dzikir.
Tempoyax tentu saja mengingatkan saya dengan durian yang difermen, rupanya di Lampung ada juga istilah Tempoyak atau tempoyak ini. Yang lebih menggelitik adalah Android. Selain, namanya yang kekinian, Angkot bewarna pink terang ini ada sirip di atas, beberapa angkot juga ada sirip di bagian atas depan. Tapi, yang lebih keren sih ada One Piecenya...ada seperti grafiti di dinding angkot. Manga ini tentu saja menarik untuk anak sekolahan. Eh saat menuju Jalan Dr. Sutomo ketemu lagi sama Si Android, rupanya supirnya masih muda.
Wajarlah saat melewati angkot yang saya dan tim SB tumpangi, terlihat dalamnya bewarna-warni, dominan oren dan kuning, dan di bagian belakang, dari kacanya terlihat seperti mini bar. Ya, terlepas bepengaruh atau tidak dengan pandangan masyarakat pada botol bekas seperti botol bear itu. Tapi, jelas Android sangat serius.
Saat sampai di rumah rekanan Pak Sumarman, Pak Elmansyah beliau memberitahu bahwa anak-anak sekolah memang sangat pemilih untuk naik angkot.
"Kalau jelek, anak sekolah gak mau, makanya angkotnya bagus-bagus ada musiknya juga".
Komentar