Oleh: Farninda Aditya
(Club Menulis
IAIN Pontianak)
Disampaikan pada Pelatihan Pelatihan Peace Journalism (Jurnalisme Damai)
dalam Perspektif Anti Teror FKPT Provinsi Kalimantan
Barat
"Cekal Terorisme di Kalimantan Barat"
Rumah Melayu Kalimantan Barat, 26 Agustus 2015
PENDAHULUAN
Mendengar atau membaca kata
Terosisme sebagian besar orang akan merasa ngeri. Keadaan serba kekerasan
terasa mengancam di lingkungan. Aksi-aksi teror yang di lihat dari berbagai
media menjadi penghantar bayangan berbagai kesengsaraan. Tentu saja, tidak ada
orang yang suka dengan Terorisme bahkan si peneror itu sendiri, sebab merasa
diteror, merasa terancam, merasa harus melakukan tindakan tersebut sehingga berakibat
pada kehilangan nyawa, harta, kebahagiaan orang lain.
Keberadaan teroris tentu saja tak
terlihat secara gamlang. Kerahasiaan menjadi hal utama dalam melakukan aksinya,
karenanya ketika aksi itu terjadi menimbulkan kejutan luar biasa untuk
masyarakat. Jika pun tidak memakan korban, tentu saja meninggalkan trauma.
Keamanan, sejahtera, hidup dengan
damai serta harmonis pada dan dimana saja tentu menjadi keinginan semua orang.
Maka mewujudkan hal tersebut memerlukan kerjasama antar semua pihak. Bukan
sekadar pemerintah, tetapi semua orang yang menjadi bagian dari masyarakat.
Setiap
individu dapat menjaga lingkungannya dari aksi terorisme dengan berbagai cara,
satu di antaranya adalah menulis. Menulis tak perlu menjadikan seseorang
mengangkat senjata atau juga melakukan aksi rahasia. Menulis suatu cara yang
dapat dilakukan oleh semua orang dari berbagai usia, dan melalui berbagai
media. Melalui tulisan orang dapat menyampaikan informasi dari sudut pandang
yang berbeda, menjadikan orang lain memahami keadaan orang lain. Melalui
tulisan pula gambaran kedamaian dapat dijabarkan. Membawa pesan dan harapan
damai menulis menjadi cara untuk meredamkam aksi kekerasan.
MENULIS,
MENDAMAIKAN
Menulis
menimbulkan rasa saling memahami, hal tersebut telah dirasakan oleh anggota
Club Menulis Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak. Aktivitas menulis
yang dilakukan mahasiswa mampu mengumpulkan pengalaman banyak orang yang pernah
merasakan suasana diteror. Beberapa tulisan tersebut di antaranya, Kisah
Pelarian 97 yakni kumpulan cerita pengalaman dari sisi korban pada kerusuhan
1997 di Kalimantan Barat. Berikut kutipan cerita tentang korban yang mencoba
untuk menyelamatkan diri dari kerusuhan di hutan yang ditulis oleh Siti Hanina.
“Setelah semuanya mendapatkan tempat
untuk beristirahat. Keadaanya menjadi sangat sunyi. Tak ada yang bersuara. Yang
terdengar hanya bunyi jangkrik dan burung hantu yang sangat jelas terdengar di
telinga kami. Dan semua obor telah dimatikan. Yang ada saat itu hanya
penerangan dari sinar bulan yang masuk melalui celah-celah daun sagu yang
rimbun. Tidak ada seorang pun yang tidur saat itu. Semuanya hanya duduk dan
sambil menjaga anaknya. Ibu-ibu sibuk
mengipasi anak-anaknya menggunakan sarung atau kain agar tidak digigit nyamuk.
Tapi untunglah tidak ada satu anak pun yang menangis malam itu. Semuanya diam
karena keadaan saat itu benar-benar sunyi (Hal 9) . …. Namun setelah pulang
dari hutan tersebut. Ada berita dari orang dan ternyata orang Dayak dari
kampung seberang memberitahu untuk agar kami segera meninggalkan kampung kami
(Hal 12)”.
Kemudian
kisah-kisah serupa ditulis pada buku In Memoriam 97. Buku tersebut memang bukan
tulisan yang membahas tentang adanya bom di Kalimantan Barat, namun tulisan ini
menjadi contoh bahwa setiap kita dapat meredamkan aksi kekerasan dengan
menyampaikan kepiluan orang lain. Melalui tulisan sikap saling mengerti dan
kebersamaan dapat diwujudkan, menjadi pembelajaran untuk ke depannya pula bahwa
aksi tersebut telah menghilangkan hak kebahagiaan orang lain.
Menulis
juga dapat memahami keberagaman. Kalimantan Barat memiliki keragaman etnis yang
tentu saja memiliki keragaman bahasa, budaya, dan cara hidup. Hal ini pula yang
menjadi menarik untuk anggota Club Menulis untuk diketahui dan dipahami. Terjun
di lingkungan kelompok masyarakat dan mengamati keadaan, kemudian
mengisahkannya dalam bentuk tulisan. Hal tersebut tentu saja menjadi cara untuk
mengetahui kisah hidup, pemikiran, dan harapan. Perjalanan dan menghasilkan
tulisan ini tertuang dalam buku Bugis Perantauan (2010: STAIN Pontianak Press)
yakni catatan perjalanan di Parit Banjar, Punggur. Buku ini mengisahkan
kehidupan masyarakat Bugis yang tinggal di Desa Melati atau lebih di kenal
Parit Banjar. Orang Bugis di Parit Banjar banyak yang berpenghasilan dari
Kopra, berikut kisahnya.
“Hayalanku
melayang jauh. Aku membayangkan seandainya Aku hidup layaknya mereka. Mampukah
Aku bersabar dan bersyukur atas nikmat Allah. Dibandingkan dengan kehidupan di
kampungku, jauh memang penghasilan mereka. Aku tak bisa membayangkan kalau harus
memanjat kelapa dengan upah Rp. 170/biji atau Rp. 170.000/1000biji. Nyawa
dipertaruhkan untuk memenuhi kebutuhan. Atau manggang kelapa untuk kopra selama
dua hari hanya Rp. 80.000. padahal sekali panggang/salai lebih kurang 6.000
kelapa. Aku tak tahu harus bagaimana kalau Aku menjalani hidup yang sedemikian
kerasnya.” (Mutamakin, Hal 14)
Tionghoa
di Kalimantan Barat (2011: STAIN Pontianak Press), merupakan kumpulan tulisan
kisah perjalanan di Sungai Kakap, Kubu Raya, Kalimantan Barat. Dalam tulisan ini
terkumpul kisah penulis dan orang-orang Tionghoa tempat mereka melakukan
perjalanan menulis. begitu pula tulisan Pernak-penik Melayu di Pontianak (2012:
STAIN Pontianak Press) tentang kehidupan masyarakat Melayu di Kampung Benua
Laut Pontianak, satu di antara pemukiman lama di Pontianak. Dalam buku
tersebut, setiap penulis menyampaikan cerita mereka dari berbagai sudut
pandang.
Tidak
sekadar menulis dengan kisah perjalanan, tulisan tentang silaturahim yang
terjadi antar teman yang berbeda etnis juga menjadi cara untuk memahami
kehidupan orang lain. Temanku Orang Cina di Kalbar (2015: STAIN Pontianak
Press) merupakan kumpulan tulisan yang menceritakan pertemanan penulis dengan
orang Cina. Dalam tulisan tersebut banyak pembelajaran kehidupan yang dapat dipetik,
tak sekadar mengenal orang Cina sebagai ahli bisnis.
1.
Menulis Berbagai Kisah
Menulis
tentang perdamaian tak sekadar dalam bentuk kisah perjalanan, berita atau dalam
hal ini disebut non fiksi. Tulisan fiksi juga dapat menjadi cara untuk
menyampaikan pesan damai tersebut. Berasal dari sejarah, pengalaman pribadi
atau orang lain, lingkungan dapat menjadi ide dalam menulis fiksi, misal saja
Cerpen, Novel, Puisi, atau Cerita Drama Teater.
Novel Bonsai: Hikayat Keluarga Cina
Benteng karya Pralampita Lembahmata (2011:Gramedia) dapat menjadi satu contoh
yang menghisahkan berbagai aksi kekerasan akibat penjajahan, politik, dan
tragedi rasial. Kisah Fiksi The Hunger Games Suzanna Collins (2012: terjemahan,
Gramedia) mengisahkan pemberontakan yang
terjadi di negara bernama Panem yang membuat banyak orang kehilangan nyawa,
harta, dan kelaparan. Halnya pula menulis dengan pesan damai juga dapat
dikisahkan melalui Puisi dan penampilan teater lainnya.
Buku kumpulan cerpen Kalbar
Berimajinasi (2013:STAIN Pontianak Press) merupakan kumpulan cerita dari
berbagai daerah dan penulis di Kalimantan Barat, berikut kisah tentang Pemuda
Iban berikut yang ditulis oleh Dedy Ari Asfar:
“Beberapa
penguasa Lembah Danau Sentar berseragam dan bersenjata api ikut mengawasi para
penyenso. Walhasil, penduduk rumah panjang tidak ada yang berani mendekat.
Semuanya membisu. Hanya bisa melihat dari kejauhan. Seorang toke kayu dari
negeri jiran tersenyum puas melihat batang-batang kayu yang terus bertumbangan.
Aktivitas para penyenso mendadak dikejutkan sebuah teriakan. Tiba-tiba seorang
pemuda berteriak dan berlari "Agik idup agik ngelaban" sambil membawa
sebilah parang yang dikibas-kibaskan. "Kalau ada yang berani menebang pokok-pokok
kayu ini aku bunuh," seru sang pemuda. Ancaman sang pemuda menghentikan
aktivitas para penyenso.” (Hal 29)
2. Menulis di Media
Berbagai media menulis sudah dapat
ditemukan dengan mudah, baik cetak maupun Elektronik. Dapat langsung melalui PC
bahkan Smartphone. Melalui media inilah tulisan-tulisan dapat dipublikasikan.
Maka, setiap orang dapat langsung melaporkan kisah yang temukannya. Menulis dan
publikasi di media sosial tentu saja memberikan banyak inspirasi dan mendapat
apresiasi, begitu pula koreksi, karenanya perlu pandai dalam menghadapinya agar
tak menimbulkan suatu sikap sensitif.
3.
Menulis adalah Aksi
Menulis sebagian orang bisa saja
menjadi hobi, dan bagian penting dari profesi, hanya ada pula yang kurang
berminat lantas, atau berminat hanya saja merasa bahwa menulis itu sulit. Buntu
ide, merasa tulisan kurang bagus, tidak memiliki “roh” bisa saja terjadi pada
setiap orang. Namun apa pun yang terjadi menulis adalah aksi. Pertama, aksi dalam
hal ini bukan berarti bagian dari tindakan mengatasi teror tetapi aksi dalam
melakukan kegiatan tulis.
Menulis adalah Aksi ialah melakukan
kegiatan menulis dan menghasilkan tulisan. Pemikiran menulis itu sulit baiknya
dihilangkan dan menggantikannya menulis itu asik. Kegiatan menulis ialah
kegiatan mengetik maupun tulisan tangan tanpa memikirkan isi tulisan
selanjutnya, karenanya istilah tulis saja apa yang kamu pikirkan bukan pikirkan
apa yang kamu tulis dalam hal ini menjadi hal wajib, setelah tulisan selesai
barulah dikoreksi.
Memanfaatkan indra perasa berbagai informasi
dapat disampaikan dalam tulisan. Deskripsikan saja apa yang diketahui dengan
minat menyampaikan niat perdamaian tersebut. Berbekal pengalaman dan ide
sebagai bahan tulisan menjadi lebih mudah untuk menyampaikan gagasan tersebut,
misalnya saja menulis tentang gotong royong, kearifan budaya lokal, sikap baik
seorang teman, inspirator, tata ruang, dan sebagainya.
Beberapa Peraturan Dewan Pers
Nomor: 01/Peraturan-DP/IV/2015
Tentang Pedoman Peliputan Terorisme juga dapat menjadi panduan dalam menulis jika ingin membahas khusus tentang Terorisme (terlampir). Hal ini berguna untuk menjaga diri dari ancaman yang diakibatkan Terorisme, yakni berhati-hati dalam mencari bahan berkenaan terorisme, tidak langsung menyampaikan informasi berkenaan teror secara langsung demi tulisan yang bombastis. Informasi berkaitan dengan terror sangat penting untuk kedamaian masyarakat karenanya laporan diutamakan pada aparat.
Tentang Pedoman Peliputan Terorisme juga dapat menjadi panduan dalam menulis jika ingin membahas khusus tentang Terorisme (terlampir). Hal ini berguna untuk menjaga diri dari ancaman yang diakibatkan Terorisme, yakni berhati-hati dalam mencari bahan berkenaan terorisme, tidak langsung menyampaikan informasi berkenaan teror secara langsung demi tulisan yang bombastis. Informasi berkaitan dengan terror sangat penting untuk kedamaian masyarakat karenanya laporan diutamakan pada aparat.
SIMPULAN
Setiap dari kita
dapat melakukan kegiatan menulis. Memanfaatkan media yang telah tersedia,
kegiatan menulis dan publikasi menjadi lebih mudah. Menulis dapat menjadi media
untuk menyampaikan kisah kehidupan orang lain, pribadi, ide pada orang ramai.
Menulis dapat menunjukan sudut pandang yang lebih beragam. Menulis dapat
menjabarkan hal-hal yang mulanya dipandang rumit hingga menimbulkan kepahaman.
Menulis dengan pesan damai, menulis untuk kedamaian dapat dilakukan oleh siapa
saja. Kedamaian adalah keinginan bersama dan mesti diaksikan bersama.
Komentar