Langsung ke konten utama

Karnaval Khatulistiwa dan Presiden Indonesia di Pontianak




Pukul 14. 30 saya beserta Kak Eka dan dua anaknya, Saskia dan Rakeysa sudah berada di tepian jalan area Pasar Kemuning. Sejak jam 11, Saskia dan Rakeysa suda siap untuk acara siang ini, bahkan mereka bertiga dengan bundanya sudah lebih dulu melihat-lihat keadaan di Rumah Radakng dan Pasar Kemuning. Mereka sudah bertamasya duluan di pagi 22 Agustus 2015, bahkan sudah jalan-jalan di area Alun-alun Kapuas. Saya, Ucu Adek, dan si kecil Lubna ikut mereka di ronde kedua, menyisir jalan Kemuning hingga di depan rumah Dinas Sekretaris Daerah, M. Zeet.

Karnaval Khatulistiwa sebagai peringatan puncak HUT RI ke-70 adalah kegiatan yang sedang kami sekeluarga gandrungi. Ada Presiden yang datang. Maka tidak mengherankan, keramaian masyarakat membaur di antara Tugu Sungai Kapuas itu. Saya sendiri baru tahu acara ini setelah membaca papan reklame di persimpangan A.Yani. Pagi itu, rasanya 3 hari sebelum acara. Saya rasa bukan saya saja yang merasa ketinggalan informasi tersebut, sebab pertanyaan “Kapan persiapan ini, luar biasa” itu juga disampaikan oleh Kak Eka. Hebat. Panitia di Pontianak, Kalimantan Barat sangat hebat. Puncak HUT RI yang meriah itu benar-benar mengejutkan. Menjadi hadiah mewah untuk masyarakat pada peringatan kemerdekaan tahun ini. 

Gang rumah kami memang tidak jauh dari jalan raya Prof. M. Yamin, sehingga ramainya jalan raya dapat terlihat dari depan rumah. Gang terlihat tertutup karena ada yang mengantri, tapi kali ini bukan orang-orang yang mengantri bahan bakar motor di pom bensin yang jaraknya seitar 250 M dari rumah. Antri itu juga bukan motor. Tepian jalanan sedang diurutkan oleh peserta yang ikut karnaval. Peserta ini dari berbagai instansi. Mereka berkelompok. Mereka naik di mobil yang telah dihias. Sebagian besar adalah Pick Up dan Truk. Namun, itu diketahui setelah melihatnya dengan teliti atau saat sebelum roda berempat ini di hias di halaman Rumah Radakng. Sebab, jika melihat keadaannya siang itu, kendaraan tersebut sudah berubah wajar. Mereka dibentuk serupa kapal, rumah, dan kantor, sekolah, bahkan ada Nyamuk dan Sapi. 

Tiap Instansi yang ikut menunjukan identitas mereka. Misalnya, SDN 34 Pontianak, yang berbentuk seperti sekolah dan kelas. Ada siswa dan guru yang ikut, di bagian dinding atasnya ada papan nama yang bertuliskan Wali Kelas: Masbiyah. Ada dari Ketapang yang bentuknya seperti Keraton Ketapang, ada pula yang Candi beserta wayangnya dari Jawa Tengah. Ada Yayasan Halim yang rombongannya orang Tionghoa bermain alat musik khasnya. 

Karnaval Darat, begitulah nama karnaval yang membuat kami kagum ini. Karnaval Khatulistiwa dibagi menjadi dua karnaval yakni Karnaval Darat dan Air. Karnaval Darat ini titik mulanya adalah di Rumah Radakng, Kota Baru mereka akan menyusuri jalan hingga ke Teuku Umar, bertemu Tanjungpura, dan berhenti di Alun-alun Kapuas. Saya tak dapat menghitung satu per satu Peserta Kapal Darat, sebab saking ramai, seru, indah, kagum, asik, Karnaval ini menghipnotis hingga membuat saya lupa untuk menghitungnya. Apa saya bisa menghitung semua peserta? Tentu saja, sebab kami berdiri di depan Rumah Melayu sejak Presiden Jokowi lewat hingga peserta berakhir. 

Kegiatan Karnaval mulanya akan dimulai pukul 14.00, namun saya juga tak tahu apa yang terjadi Presiden datang setengah jam setelahnya. Tidak lama memang 30 menit, dan semakin tidak terasa karena keseruan di lingkungan itu. Orang-orang yang ramai di tepian jalan, dari anak-anak hingga dewasa dan lansia. Dari yang bersiap-siap untuk karnaval hingga riuh orang yang berjualan. Semuanya menyeka waktu hingga tak jenuh.

Saat orang-orang mulai sibuk di dekat Kantor Tata Ruang, menjadi tanda bahwa orang nomor 1 di Indonesia telah tiba. Lalu para pengaman pun mulai beraksi. Kami diminta menepi agar jalanan dapat dilewati oleh rombongan Presiden. Sepanjang yang saya lihat, masyakat memang antusias untuk melihat Presiden sehingga rentangan tangan pengaman ada juga yang menahan, tak ikut permintaan. Namun, keadaan itu tidak terlalu gawat. Masih di baris aman. Tidak membuat para pengaman naik pitam.  Jalanan juga masih sangat luas untuk para rombongan. 

Presiden Jokowi ada di sedan hitam. Ia melambaikan tangannya sembari melempar baju bewarna merah. Tangan saya sempat pula merasakan plastik berisi kaos itu, tetapi seorang bapak juga menariknya. Dalam pegangan itu saya tertawa juga, merasa seru di antara keramaian walau sebenarnya tak juga fanatik pada kaos yang dibagikan. Maka kaos yang bisa saja kaos tadi menjadi milik saya, tetapi tangan tak mau membiarkan tangan satunya kecewa. 

Setelah Presiden lewat disusul Gubenur Cornelis beserta Istri di belakangnya yang  berjalan kaki menuju Radakng. Tidak terlalu tahu apa yang terjadi di Rumah Radakng sebab suara-suara dari sana tak sampai di depan Rumah Melayu, tempat kami menunggu. Hanya dapat dipastikan, Pak Presiden akan melepas karnaval darat. Usai rombongan Presiden sepi dari jalan uatam, Saya melihat pasangan Nenek dan Kakek yang tampak senang. Halnya adalah kaos yang dibagikan tadi. Si Kakek langsung membuka plastik dan mengeluarkan kaos yanga da tulisan 70 tahun itu. Kakek yang memang menarik perhatian saya sejak melihatnya itu –karena usianya mungkin sudah 70 tahun tetap semangat menyaksikan karnaval- diajak oleh Kak Eka bicara, “Langsung pakailah Pak”, kata Kak Eka.

Melihat geligatnya, tampak Kakek memang ingin mengenakan kaos tersebut. Sambil mendengar Nenek bercerita tentang ia mendapatkan kaos itu, saya menyaksikan kakek langsung mengenakan kaos meski kemeja batiknya masih dipakai. Kakek menimpa batinya berwana kuning gading dengan kaos dari Pak Presiden.

“Bajunya langsung ke saya, langsung disambut gini ketangan saya. Alhamdulillah kenang-kenangan”, kata Nenek yang juga mengulang kalimatnya saat ada orang yang menunjukan suka juga melihat kakek memakai kaos.

Karnaval Khatulistiwa diikuti oleh semua Provinsi di Indonesia. Jadi selain dari kabupaten dan kota di Kalimantan Barat, Karnaval juga diikuti dari daerah di pulau lain. Meski jauh, dari Sabang hingga Merauke, meski dijarakkan oleh sungai dan lautan, serta dipagari oleh pulau-pulau kecil lainnya. Demi Indonesia mereka datang. Demi perayaan HUT RI mereka hadir di Pontianak, Kalimantan Barat. Menunjukan Pesona Indonesia di mata warga Borneo Barat. 

Pesona itu pun terpantau oleh kami, keramahan itu juga tersapa oleh kami sekeluarga yang menyaksikan karnaval darat. Apin, (jikalau tidak salah dengar namanya) salah seorang dari peserta Karnaval Darat berasal dari Papua. Mengenakan pakaian adat Papua beserta aksesorisnya, ia berada di antara rumah seperti rumah adat papua yang di bagian depannya Burung Cendrawasih. Kami melewati rumahnya itu, dan  berkenalan dengannya karena rasa ingin kami berfoto dengan orang Papua. Di Sela-sela foto itulah sayang bertanya namanya. Apin terlihat senang berfoto dengan kami. Ia juga sempat bergaya menunjukan ia menikmati suasana itu. Saat rombongannya lewat di depan kami, namanya pun kami teriaki, hal itu pun tersadar saat ia menunjukan wajah mengenal kami. 

“Hai-hai, sampai ketemu di sana”, begitu singkat yang saya dengar, setelah ia menjepretkan kameranya di depan kami. 

Tidak hanya dari Papua, yang terbaca oleh mata juga ada dari Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Tengah, juga Jambi. Dari Kalimantan Barat, ya tidak perlu disebutkan rasanya semua kabupaten ikut serta, sebab dari komunitas Ontel dan Motor Gede juga ikut.

Mungkin, hingga jam 4 kami menikmati karnaval di tepian jalan, di antara pohon-pohon Tanjung. Meski bergilir menggendong Lubna dan Keysa yang keletihan dan ngantuk, tidak membuat rasa senang karnaval luntur. Merasa puas dengan karnaval, kami menuju pulang. Bekas botol mineral tampak tergeletak sembarangan di jalanan. Di antara pohon Tanjung, tampak orang-orang berjualan. Sosis, es, menjadi jajanan yang dapat dipilih oleh masyarakat saat menonton karnaval. Acara ini juga mengundang pedagang karenanya tepian jalan yang hari biasanya hanya diramaikan oleh jajaran pohon tanjung, kini diselingi oleh pedagang dari tanjung satu ke yang lainnya. Pandangan itu mengingatkan saya pada pandangan yang sama saat Pontianak Project 2015 tempo hari. 

Di depan Gereja, saya bergiliran dengan Kak Eka untuk menggendong Rakeysa yang tak lagi bisa memaksakan diri berjalan. Kakinya yang beberapa hari ini terlihat bengkak tak dihiraukannya karena ingin melihat karnaval, lebihnya “Mane Jokowinya Bund?” ia ingin melihat Presiden. Meski tak seriang Lubna yang bisa berlari dan menari di depan deretan “bangunan-bangunan berjalan”, Rakeysa tetap melihatnya hingga peserta terakhir. 

Kami menuju rumah, namun tak langsung ke rumah. Jalanan sudah sepi dan warung Bang Mujib juga sepi. Kami singgah ke warung itu untuk menyegarkan tenggorokan dengan air kelapa muda. Duduk di antara pohon ketapang, sedotan demi sedotan es kelapa muda kering di dalam gelas. 

Puas, kami pulang. Di depan teras suara Tv terdengar. Nenek membuka chanel Metro Tv, dan dari siaran langsung itu lah, kami yang baru saja menyaksikan karnaval darat melihat keramaian lain di bagian Pontianak. Presiden sudah duduk di tenda beserta Pak Gubenur. Ada Pak Edi, Wakil Walikota. Mereka didampingi istri masing-masing. Presiden yang mengenakan rompi khas dayak itu bersebelahan dengan istrinya yang juga mengenakan anting dan manik-manik di kepala. Di samping Presiden ada Oso alias Oesman Sapta, yang kini menjadi Wakil MPR RI, ada pula Anies Baswedan dan Abdee Slank. 

Di Tv menontonlah kami tarian yang dibawakan pasukan Polri dan Marcing Band. Menyaksikan itu, lagi-lagi kami terpukau. Niat ke sana ada tapi letih lebih menguasai apalagi sadar belum makan siang. Kami akhirnya setia di depan Tv, hingga Presiden naik di kapal TNI laut bersama ibu negara, yang Ucu bilang “seperti Titanic”.

Tak terlihat Pak Walikota, satu di antara tokoh yang saya suka. Bang Midji, panggilannya biasa di koran-koran menjadi panggilan yang digunakan saat mencari sosok ini di antara Presiden, Gubenur, dan Wakilnya. 

“Bang Midji, mungkin menunggu di Masjid Jami’”.
“Benar-benar, nunggu sanak kalik”, Kak Eka menyahut. 

Benar, saat Kompas Tv yang menjadi pilihan untuk menonton lanjutan acara Karnaval, terlihat Walikota Pontianak menyambut, lalu Sultan Pontianak. 

Sebelum menyeberangi sungai, Presiden menyampaikan pidato singkatnya. Beliau mengatakan terima kasih pada pemerintah Pontianak, Kalimantan Barat, beliau juga menyebutkan ribuan warga yang berkumpul. Pada kata ribuan itu, saya takjub mendengarnya dan semakin takjub setelah Tv menunjukan keramaian itu dengan sorotan dari atas. Sangat, Ramai!

Setelah berada di seberang, dan Karnaval Air dimulai semakin terlihat antusias masyarakat Pontianak pada acara ini. Sampan-sampan yang biasanya dipakai menambang berkumpul di dekat rombongan Presiden menyaksikan kapal-kapal andong yang telah disulap menjadi replika bangunan itu. Seperti di Karnaval darat, orang-orang yang memakain baju adat ada di dalamnya. 

Sore menuju senja, terlihat memegakan Kapuas. Melalui layar kaca, paduan keramaian di Kapuas dan kawasan masjid Jami’, sinar matahari, sungai dipenuhi kapal hias, membuat Pontianak indah. Melihat keramaian di kapuas dan tepiannya, membuat saya bertanya, begitukah keramaian kapuas di zaman Belanda dan Kesultanan Syarif Abdurrahman? Kapuas menjadi jalur perdagangan besar. Menjadi jalur dari berbagai daerah dan negara. 

Pesona Kapuas, Pesona Pontianak, Pesona Tanah Khatulistiwa, Kalimantan Barat di Peringatan HUT RI ke 70. Terima kasih.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Daftar Riwayat Hidup: Farninda Aditya

  DAFTAR RIWAYAT HIDUP DATA PRIBADI Nama Lengkap                            : Farninda Aditya NIP                                                                  : 199008242019032012 Jabatan                                                  : Penata Muda Tk.I, (III/b) Asisten Ahli Jabatan Tambahan                             : Sekretaris Prodi PIAUD FTIK IAIN Pontianak Dosen Pengampu                              : Mata Kuliah Bahasa Indonesia                                           Tempat/tanggal lahir                   : Mempawah, 24 Agustus 1990 Jenis kelamin                               : Perempuan Agama                                         : Islam Ruang                                                     : 210, Lantai II,  Gedung Prof. KH Saifuddin Zuhri GOOGLE SCHOOLAR             :   https://bit.ly/3lqX6US Silakan unduh dan sitasi pada       : MODERATION OF LANGUAGE IN A DIFFERENT FAMILY ENVIRONMENT (Language Moderation in The Multi-Ethnic Family Circumstances) | IC

Pertemuan 1: Magang 1

    Assalamualaikum, ww.   Halo kawan-kawan mahasiswa. Selamat telah sampai pada level ini. Selamat sudah masuk sampai perkuliahan Magang 1. Selamat juga berhasil menyelesaikan ritme perkuliahan melalui Daring selama ini. Kalian semua hebat.   Pada perkuliahan Magang1, saya Farninda Aditya dimanahkan untuk mengampu mata kuliah ini. Bagi yang sudah pernah bertemu dengan saya pada mata kuliah sebelumnya, Bahasa Indonesia terutama, tentu sudah paham bagaimana gaya pembelajaran saya.    Menulis adalah yang Utama. Disiplin adalah Aturan. Komunikasi adalah Penyelamat.  Sebelum membahas tentang Apa itu Mata Kuliah Magang?, perkenankan saya menjelaskan cara belajar kita.   Pertama,  Media . Media utama yang digunakan adalah WhatsAap, e-Leraning, Google Meet, Youtube, Instagram, dan Blog.   Media berkomunikasi adalah WhatsAap dan pembelajaran adalah e-Learning. Jadi, segala informasi akan saya sampaikan sebelumnya melalui jaringan ini, terkait media yang akan digunakan p

Bedences

Cuci Motor Bdences. Itulah nama tempat penyucian motor yang saya lihat di daerah Bakau Besar, Kabupaten Mempawah. Di sekitar tikungan, di dekat masjid. Tidak terlalu jauh setelah jembatan yang diperbaiki tahun lalu.   Baru kali ini melihat tempat cuci tersebut   setelah hampir tiga bulan tidak balik kampung. Saya menyimpulkan, tempat ini adalah baru. Namun, yang menarik dari perhatian saya bukan gambaran tempat penyucianya, bukan fasilitasnya, bukan orang yang sedang menyuci. Tapi, Bdences yang menjadi nama tempat pencucian ini.  Bdences mengingatkan saya dengan kata populer   yang digunakan remaja-remaja di Jalan Bawal. Bawal adalah nama gang yang ada di sekitar Pasar Sayur Mempawah.   Batasan-batasan jalan ini sempat saya tanyakan pada seorang teman yang tinggal di sana. Menurutnya Jalan Bawal I berada di samping Lapangan Tenis, Bawal II   berada di seberang Jalan menuju Pasar Sayur menyeberangi jalan menuju Tol Antibar. Bawal II berada   di belakang SD Negeri 1 Mempawah atau