Perputaran waktu melayang-layang dalam kenanganku. Di antara
tumpukan kertas-kertas yang telah lama dikemas di dalam plastik besar, aku
membaca halaman per halaman. Melihat apa yang baik disimpan dan kubuang. Sudah
berakhir aku melalui gelombang-gelombang di antara badai selama 4.5 tahun
untuk mengetahui kemampuanku melewati tahap kedewasaan. Pada masa itu berbagai
kisah sudah aku lewati ada yang hilang bersih, ada yang bersisa. Hanya, seperti
aku yang selalu menyukai pantulan cahaya dari bulan di malam hari sebegitu pula
aku menyukai pantulan kenanganku di masa itu.
Di antara tumpukan itu pula, aku membaca kisahku dengan si
kodok. Pemilik mata yang menggiurkan karena ketenangannya, karena kehebatannya
membawa suasana biasa saja, keluarbiasaannya menyimpan suatu hal yang
dipikirkannya. Membuat aku terlalu ingin memiliki mata itu, mata yang tak perlu
banyak bicara tetapi sangat memikat.
Aku kembali mengingat masa kami yang hampir 7 tahun lalu. Di
antara dingin dan tenangnya gelap di luar rumah, kami membahas sesuatu yang
dalam. Aku dan kodok sering mengirim pesan. Melalui angin dan malam serta bulan,
banyak kata yang berpujangga tekirim di mata dan hati kami. Aku tahu, jiwa si
kodok sangat artistik, dia bisa mengguratkan keabstarakan imajinya melalui
pandangannya, lalu bisa pula ia sampaikan itu melaui guratan di kertas. Dan itu
juga yang membuat aku semakin menyukainya. Aku ini juga menyukai seni rupa maka
jangan heran dengan karikaturnya aku pun terhela-hela di antara air asin,
mengabarkan bahwa aku menemukan seniman di saudara mereka.
Saking aku mengaguminya, aku mengkiaskan rasaku melalui
kata-kata yang aku titipkan pada malam, angin, dan bulan. Tak kusangka,
kata-kata itu membuatnya dehidrasi hingga 6 Arwana dihabisinya, aku baru
memahaminya setelah lembaran-lembaran kertas itu kutemukan. Aku tak terlalu
yakin apakah analisisku itu benar atau tidak, tapi sebegitulah pemahamanku.
Sebab dari kata yang dikirimkan oleh malam, angin, dan bulan
itu, kodok mengeluarkan suara padaku. Suatu sore yang baru saja kelar dari
terik tak kusangka mata kami saling tatap. Aku tentu saja tak dapat mengedipkan
mataku meski akhirnya aku sadar bahwa pandangan itu tak boleh berlama-lama. Aku
mencoba biasa saja, mengambang seperti biasanya di air asin. Tapi, kodok di
depan komputer “kantornya” mengeluarkan suatu pertanyaan yang hampir membuat
aku tak mengenal rasa dari air yang membuatku hidup.
Hanya, aku tak terlalu ingat apa. Sebatas kata: apa
maksudnya?
Itu jikalau tidak salah. Kodok bertanya tentang perihal
kata-kata itu. Kata yang kukirim dengan penuh kesadaran dan suatu keputusan
yang meyakinkan bahwa sebagai cumi aku hanya bisa menatapnya dari kejauhan. Tak
kuat aku hidup didaratan. Bersama terik dan bermandikan air hujan. Aku
mengetahui kekodratanku ada di air maha luas. Maka aku memilih untuk mengambil
sikap menyampaikan daripada tidak sedikitpun, dan membiarkan aku kembali pada
dasar laut dan karam-karam kapal yang menjadi tempat tenang untukku.
Pertanyaan kodok, 100% membuat aku gagu. Aku biarkan wajahku
seperti biasa, tak berekspresi. Seperti biasa pula telingaku tak terlihat maka
kodok tahu aku menuli meski ia juga tahu aku mengetahui semua katanya.
Kata-kata yang hampir membuat aku memilih menjadi sotong pangkong. Tanpa
mengulur waktu aku menghilang secepat kilat seperti tarikkan ubur-ubur yang
biasa kulihat, mengerut lalu membuncah dengan kecepatan dahsyat. Maka aku pergi
sekilat mungkin dari kodok. Aku menyerahkan dia memaknai kata-kata yang
terkirim itu.
Kata-kata yang tak lagi aku ingat tetapi aku tahu bahwa aku
menyampaikan bahwa rasaku sudah sangat penuh padanya namun aku membiarkanya
mengalir saja, tanpa perlu ia diwadahi. Seperti aliran air sungai yang datang
pada tempat kami melangsungkan hidup, mengalir saja tanpa mementingkan dimana
ia bertempat. Toh tetap saja mengalir dan menjadi satu kesatuan.
Mauku waktu itu juga begitu, satu kesatuan tanpa menunjukan
dimana kekuasaan pada suatu tempatan. Rupanya hati kami tak dapat bertautan
pada satu pemikiran. Paradigma kami tak sepaham. Aku pun tak memaksakan.
Maka beginilah percakapan kami tempo hari:
:sebelumnya apa yang spesial dari kodok, melata berlendir,
berisik jika hujan menerpa, hingga kau inginkanya
=karena itu adalah dirimu … orang yang iri ngomong, pelit
senyum, u know?
:what?
=salahmu mengapa kamu begitu, aku suka gaya itu
:my style “jadul” kadang aku heran dengan sesuatu yang
simple melekat erat dalam darah ini hingga menyimpan kisah tak kunjung usai
kodok selalu melompat untuk seekor nyamuk
=hahaha kau memang lucu, selalu ada yang beda darimu
:aku berpikir tentang kodokku ia licin dan sulit dipegang
hingga menyimpan banyak dusta yang tak mau diungkapkan, hingga kulepas namun
selalu berusaha ia melompat dan sekarang beruang, gajah, harimau, panda dan
sejenisnya telah menggantikan posisi itu lega dengan keadaan itu hingga kenyang
dengan nyamuk-nyamuk walau sedang musim DBD
=dapatkan kau beri alasan padaku agar aku tak memuliakan dan
memulai jika memang tak ada ruang yang dapat kau beri padaku biar aku
melarikannya
:apa yang kau ingin dari seorang yang berlendir dan basah
apa kau ingin makan nyamuk dan meninggalkan plankton dan ikan-ikan di laut
=biarlah asal dengamu asal ada jatah hidup di sungai yang
bermecuri itu, asal kau ada
:apa yang kau ingin dari seorang berlendir dan basah???????
=dasar bodoh
:aku memang bodoh ku akui itu dengan lapang dada, satu hal
yang tak pernah lepas dari seorang
kodok so?
=mengapa aku harus mendapat pertanyaan apa yang kurahapkan
darimu? Sulitkah kau mengerti mauku?
:aku mengerti, yang aku ingin hanya kata EYD bukan sejuta
indahnya kata manis ejaan yang disempurnakan jelas padat
=apa yang kau mengerti dari kata manis itu?
: 3
3>
Cinta..
=ia, walau kata itu berat untukku
:aku ragu untuk memberi
nyamuk-nyamuk segar untukmu
=why? Apa karena aku tak seperti
kodok-kodokmu?
:jangan sangkut pautkan segala
macam dengan yang lain karena akan semakin menyulitkan dan menyakitkan
perbedaan akan memisahkan perbedaan juga aku kodok dan dia, plagiat
=maap
:aku tak ingin memutuskan sesuatu
yang menyakitkanmu tapi aku juga tak ingin jika keberadaanku akan menyakitkan,
aku bingung. Kenapa kau harus mengharap kodok sedangkan kau akan dapat bangkong
he
=kujauhi mereka demi menunggumu
seminggu lalu mereka datang padaku tapi aku biarkan
:kenapa kau tinggalkan mereka
sedangkan ia berharap lebih … sesuatu yang indah akan kau temukan “mungkin”
dengannya aku menyukai keadaan seperti ini I like u tapi sesuatu akan beda jika
bersama dalam kata itu
=ia kata yang aku tunggu darimu
bukan paradigmaku sendiri
:so..apakah kodok masih sempurna
di matamu
=aku akan berusaha
menghilangkannya tapi tak kulupakan bahwa aku pernah menginginkanmu hehe tak ada
yang sempurna
:kejar yang menginginkanmu sesuatu
akan kau dapatkan aku akan alone sesampainya hingga
kuinginkanmu..
=he tak mudah untuk memulai dan
mengulang
:ya jika memang terbaik relakan
saja …. Menunggu akan menyakitkan dan menyayat
=aku tak akan menunggu
:ingat aku hanya kodok, key
=tak ada kontrak di sini
: bukan aku menawarkan kontrak
bagimu tapi untuk diriku sendiri
=thanks
:ya ^_^
=aku lega, hkhkhkk, h……………….
:ya kejarlah mimpimu di dunia baru
itu aku akan bahagia jika kau bahagia
=jika cinta aku belum menemukannya
saat ini, jika semangat sedikit ada, karena cinta baru kututup dan akan aku
sekap, liit, jerat takkan kubiarkan ia merayap celah luka
: jangan tutup dirimu kenapa tidak kau ungkapkan dengan
wajahmu, mungkin hasilnya akan berbeda kenapa kau tak menanggapi saat kuseka
kata-katamu di ruaaaaaaangan itu
= karena aku tak mau berkata, karena paradigmaku sama dengan
yang kau ungkapkan tadi
: aku ingin mimik, sound, suasana etc. telat untuk
mengulangnya. Kenapa…………… kau menyukai ini, itu yang tak habis kupikirkan
hahahaha aku dehidrasi 6 botol awarna lenyap dalam kontrak ini
=karena aku belum pernah lakukan itu
:kenapa tidak mencoba bagaimana dengan sebelumnya apakah kau
lakukan hal yang sama
=selalu telat aku malas biarkan hati bebas biar saja ia menerawang
dengan khayal
:itu akan membuatmu menderita
=memang tapi aku nikmati itu
:kenapa tak diubah
=ntahla, kau ada di peradaban ini
:apa kau ingin berhenti sampai di sini
Dengan tidak
mengulangi..
Aku sakit dengan kusendiri
Telah banyak kodok-kodok yang menginginkan itu
Aku hanya tak yakin bisa memberi nyamuk segar untuknya
Aku sakit atas diriku sendiri
Yak tak akan pernah bisa kau mengerti
Hiks..
=cukup kau berkata? Aku akan menganggapmu seperti apa kau
menganggapku
:ya anggaplah aku jika kau masi ingin menganggapnya sesukamu
mungkin aku akan makan rumput lagi
=walau kau makan rumput atau makan kodok sekalipun aku tetap
menganggumimu …. Dirimu siapapun kamu
:thk
Jalanmu masih panjang
Nama itu
=ika aku mati besok jenguklah aku, heheh
:tak akan itu akan membuat perjalanan panjangmu terhenti
=aku menyayangimu lebih dari yang ada di antara itu
: I like it, antara itu menghadirkanmu
=lamaku mengamatimu hingga aku sadar aku tak suka terdiam
walau hanya kata, kau tahu karena itu tentang bagaimana aku menanggapimu cukup
untukku karena itu memang harus begitu tak dapat kurubah karena perubahan itu
kuserahkan pada waktu dan orang itu yang menilai, dia terima aku kusenang jika
tidak tak kuharap lebih dari sarjana
:mungkin semua indah pada waktuna, apa kau tak ingin
merubahnya
=ingin, tak bernyali diriku
:aku jadi … kibarkan nyalimu kodok dan … my inspirance
=…
:…
=…
:apakah aku menyakitimu….
=..
:me bubu lagi
=I lup u
:ini bukan mainan
=ote akan kulihatkan nyaliku
:aku tutup, weeek
03.40
Ya semua percakapan itu abadi dalam tumpukan. Ntah apa yang
menyebabkan aku menyalin semua percakapan itu. Mungkin malam sudah menyiapkan
hari ini. Dimana aku merasa ada air yang berbeda dari yang kurasa, tak sama
dengan air asin yang harinya adalah udaraku. Air mengalir bukan dari dasar laut
tapi dari air mataku sendiri. Kehangatannya pun beda. Pada kata aku sakit
dengan diriku sendiri, pada kata biarkan aku sendiri hingga sesampainya, pada
apa kau tak mau mengulangnya lagi, pada simbol :, :> dan kata cinta, pada kata
sudah aku tutup. Pada ketidakpahamanku dengan apa yang kusampaikan dan kumaknai
hari itu. Tak semuanya aku mengerti, mungkin benar bahwa itu bukan mainan. Aku
pada hari itu mungkin sebenarnya dalam ketidaksadaranku tak mengenali jiwaku
sendiri, aku masih menyamakannya dengan permainan. Penantian sebagaimana
kuungkapkan pun tak selamanya benar meski hingga hari ini aku memegang bahwa
tak kulupakan bahwa aku pernah menginginkan kodok.
Andai saja waktu itu kesempatan “apa kau tak ingin
mengulangnya” aku ulangi mungkin akan beda hasilnya. Aku memang tak
menunjukannya dengan wajah ini, kata sebenarnya, dan suaraku. Semuanya adalah
kata yang indah yak maknanya kemana-mana.
Namun seperti yang dikatakannya “kejar yang menginginkanmu
sesuatu akan kau dapatkan…” “mungkin semua indah pada waktunya”
Bangkong kembali
datang setelah lendir-lendir dari kodok hampir kesat. Bangkong datang seperti 7
tahun silam, tanpa berkata EYD, namun menunjukan suara dan wajah sebab
kemengertian seperti yang kuharapkan dihadapkannya. Bangkong mengingatkan pada
kalimat kodok “sesuatu akan kau dapatkan”.
Ya sekarang Bangkong dalam panggilan lain yang kusematkan
seperti jelmaan dari kata-kata kodok. Dia juga memanggilku sebagaimana aku
adalah cumi. Bangkong lebih berbeda jauh dari habitatku, ia berada di padang
pasir yang susah airnya, dan entah bagaimana caranya setelah sahara ia lewati
ia mendapatkan lautan dan menemukanku di sana. Kami saling memandang ke masa
lalu, tentu saja aku mengingat kodokku dan keberadaanya yang sudah di dunia
kodok yang ia cintai. Bukan karena keadaan kodok yang sekarang lalu aku
membiarkan Bangkong mendampingiku tetapi karena ia tau bagaimana keadaan yang
berseberangan ini dapat menjadi satu kesatuan. Tak perlu mengulang, tak perlu
memulai Bangkong memilih melanjutkan. Tak perlu pula EYDku, tak perlu wajahku,
tak perlu suaraku. Ia biarkan angin, malam, dan bulan yang merapalkan kesetiaanya.
Sejak tahun-tahu yang berlalu ia yakin hatinya menungguku. Oh kodok, betapa
yang kau katakan itu benar semua ini akan indah pada waktunya.
Meski dalam lipatan itu aku menyesali ketidakberanianku pada
keadaan kita karena kelahiranku di antara dan keterlaluannya pikiranku yang
membiarkan aku menyenangi keadaan kita dan akan berbeda apabila kata itu
mengiringi kebersamaan kita. Dan pada waktu-waktu kesempatan yang diberikan
senja, malam, angin, dan bulan serta buah-buah kesukaan, aku tak benar-benar memanfaatkannya.
Sepatah-patah katapun aku terlalu gagu.
Ah aku, si cumi yang membiarkan air laut membawaku pada
banyak cerita hingga kita hanya bisa bicara dengan saling menatap saja. Pada
kata-kata yang berlalu dan kuhidupkan kembali hari ini, ini hanyalah seutas
cerita di masa lalu yang tak perlu diungkit sebab keindahan dan ketempatan
sudah kita miliki masing-masing.
Terima kasih malam, angin, dan bulan serta lendir yang
kesat.
Komentar