"Nek Are Meninggal", singkat. Hanya tiga kata saja yang disampaikan Hilda pada saya melalui BBM. Di hari Minggu, tanggal 05 April 2015 menjadi waktu kepergian guru mengaji ke Rahmatullah. Saya langsung teringat dengan rencana saya untuk berkunjung ke tempatnya di Pontianak ini, sudah lama rasanya tak menjenguknya hanya ada saja alasan yang menggagalkan keinginan itu. Lainnya, saya tahu pertanyaan-pertanyaan tentang hidupnya selama menjadi guru tak dapat saya tanyakan langsung padanya.
Usia saya kini jalan 25 tahun, tapi saya ingat betul ketika saya baru saja naik kelas II SD, saya sangat bahagia karena menjadi satu di antara muridnya. Entah lah apakah itu memang aturan yang beliau terapkan atau menjadi kesepakatan bersama para orang tua. Kami yang akan belajar mengaji dengan beliau setidaknya di usia naik kelas II SD.
Aa' anak Wak Olop adalah cara beliau mengingatkan saya bagaimana membunyikan 'ngain. Kalam sebagai petunjuk mengaji yang tidak ada membuat saya harus ke samping rumah dulu, membawa pisau, mengambil daun nipah. Lidi daun nipah itu lah menjadi petunjuk huruf mengaji.
Pergi mengaji paling akhir juga menjai kesenangan saya. Beliau jika tidak ada kesibukan akan sangat senang untuk fokus mengajar. Tidak ada murid yang menunggu giliran, beliau hanya mengajar satu murid saja. Belemper-lemper kalau cuma sehalaman kami menyebutnya satu muke.
Mak Are selalu baik pada kami. Beliau bukan lah tipe guru mengaji zaman emak. Beliau tidak pernah menggunakan kata kasar, sepengetahuan saya tidak ada muridnya yang pulang menangis gegara caranya mengajar. Tidak ada rotan. Tidak ada cerita mengangkut air malah di masa menunggu giliran, kami memanjat pohon belimbing di samping rumahnya. Menyantap rasa asam manis itu. Begitu pula jika ada pisang bijik yang sedang masak di beranda dapurnya, tak segan kami menuju ke sana. Sesisir atau setandan pun beliau tak akan melarang.
Di tempat lain saya melihat teman yang guru mengajinnya datang ke rumah. Di awal bulan, guru mengaji diberi ucapan terima kasih. Ada juga yang dibawakan gula, beras, atau bahan pokok lainnya. Mak are tak pernah menerima begituan dari kami, atau bisa dikatakan ia tidak menetapkan hal-hal tersebut sebagai balasan untuknya. Kami hanya memberinya ketika kami Khatam Alquran. Itu pun seperti halnya kebanyakan teman-teman yang melakukan khataman. Kami dengan rombongan membawa kue-kue, membawa pokok telok, lalu mengaji. Apa yang dibawa itu, diberikan pada guru ngaji kami, Mak Are. Kami akan melakukan khataman tersebut jika kami sudah becerak tiga kali. Tapi saya memang tidak sampai tiga kali sih, karena waktu itu kebetulan ada sepupu yang menikah dan resepsi, saya pun ikut di acara tersebut dan melakukan acara Khataman di rumah Mak Are. Selesai khataman, saya tetap ke rumah Mak Are, untuk melanjutkan ke tiga kali mengaji.
Mak Are adalah panggilannya. Saya mengetahui nama sebenarnya ketika seseorang datang ke rumah beliau, dan bertanya kepada saya, benar kah rumah guru mengaji kami adalah rumahnya Ibu Maysarah. Saya merasa orang tersebut salah rumah, tetapi orang membenarkan. Dari nama undangan itu lah saya tahu nama guru mengaji kami Maysarah.
Mak Are, sudah menunaikan ibadah haji. Ketika itu saya masih SD jika tak salah. Seperti kebanyakan orang yang pulang dari Mekkah, Mak Are pun dipanggil Mak Aji. Tapi saya tetap memanggilnya Mak Are. Mak Are juga dituakan dalam membaca doa setelah membaca yasinan. Di kampung kami, ada kegiatan rutin yasinan ibu-ibu, remaja, dan anak-anak di malam Jumat. Setelah yasin dibaca, Mak Are lah yang membaca doanya.
Mak Are selalu baik menurut kami. Setidaknya untuk angkatan saya, Eka, Hilda, Babam, dan Ari abang saya, tidak pernah bercerita bahwa mereka merasa kecewa dengan Mak Are. Kami selalu bilang bahwa Mak Are itu baik. Kami rutin bersilaturahmi ke rumahnya pada Idul Fitri, semasa SD, rumah beliau adalah kunjungan hari pertama. Beliau adalah utama untuk kami, orang yang perlu kami dapatkan maafnya. Beliau adalah guru kami mengenal hijaiyah, memberi kami pertunjuk untuk berkomunikasi pada yang Mahakuasa.
Mak Are adalah guru mengaji terbaik kami. Kini beliau telah pergi. Dalam ingatan, masih terkenang pergi ke dapurnya untuk melihat adakah pisang bijik di sana. Jika ada, baru lah kami berteriak "Mak Are, mintak pisaaaaaang".
Terima kasih, Mak Are. Terima Kasih. Kami mendoakanmu agar mendapat tempat terbaik di sisi-Nya. Maafkan muridmu ini yang tak banyak waktu mendatangimu ketika kau banyak menghabiskan waktu duduk-duduk di kursi roda. Terima kasih Mak Are, terima kasih atas kasih dan sayangmu.
Mak Are adalah panggilannya. Saya mengetahui nama sebenarnya ketika seseorang datang ke rumah beliau, dan bertanya kepada saya, benar kah rumah guru mengaji kami adalah rumahnya Ibu Maysarah. Saya merasa orang tersebut salah rumah, tetapi orang membenarkan. Dari nama undangan itu lah saya tahu nama guru mengaji kami Maysarah.
Mak Are, sudah menunaikan ibadah haji. Ketika itu saya masih SD jika tak salah. Seperti kebanyakan orang yang pulang dari Mekkah, Mak Are pun dipanggil Mak Aji. Tapi saya tetap memanggilnya Mak Are. Mak Are juga dituakan dalam membaca doa setelah membaca yasinan. Di kampung kami, ada kegiatan rutin yasinan ibu-ibu, remaja, dan anak-anak di malam Jumat. Setelah yasin dibaca, Mak Are lah yang membaca doanya.
Mak Are selalu baik menurut kami. Setidaknya untuk angkatan saya, Eka, Hilda, Babam, dan Ari abang saya, tidak pernah bercerita bahwa mereka merasa kecewa dengan Mak Are. Kami selalu bilang bahwa Mak Are itu baik. Kami rutin bersilaturahmi ke rumahnya pada Idul Fitri, semasa SD, rumah beliau adalah kunjungan hari pertama. Beliau adalah utama untuk kami, orang yang perlu kami dapatkan maafnya. Beliau adalah guru kami mengenal hijaiyah, memberi kami pertunjuk untuk berkomunikasi pada yang Mahakuasa.
Mak Are adalah guru mengaji terbaik kami. Kini beliau telah pergi. Dalam ingatan, masih terkenang pergi ke dapurnya untuk melihat adakah pisang bijik di sana. Jika ada, baru lah kami berteriak "Mak Are, mintak pisaaaaaang".
Terima kasih, Mak Are. Terima Kasih. Kami mendoakanmu agar mendapat tempat terbaik di sisi-Nya. Maafkan muridmu ini yang tak banyak waktu mendatangimu ketika kau banyak menghabiskan waktu duduk-duduk di kursi roda. Terima kasih Mak Are, terima kasih atas kasih dan sayangmu.
...
Komentar
NIM :12001362
Prodi: PAI
Kelas: 1 F
Tanggapan sya tentang biografi mak are dan murid nya sangat menyentuh hati. Mnurut sya klau kisah ini di film kan sangat bagus. Dan bisa menjadi plajaran buat kita semua.
Saya Yuliana (11901366) PAI 4B
Pertama terimakasih banyak atas semua penjelasan ibu yerhadap mata kuliah ini, dan afwan bu insyaallah pertanyaan dari semua kawan2 mahasiswa sudah cukup mewakili pertanyaan saya mengenai observasi sekolah.