Catatan saya ke Bukit Jamur memang belum teposting-posting. Tetapi beberapa teman sudah tahu bahwa saya serta #temanorok ke sana. Suatu sore, ketika bertemu dengan teman yang lain, dia bertanya "Eh kitak ke Bukit Jamur ye?" seperti kebenarannya, saya mengiyakan. Lalu, "Kitak ni, buang sampah sembarangan, tuh di posting di .... dibilang anak alay, hahahahah". Begitu katanya.
Saat mendengar kalimat serta tawakan teman tadi, rasanya ada rada kesal juga. Penggunaan "Kitak" itu yang langsung mengatakan bahwa rombongan kami menyampah di sana. Saat mendengar kalimat-kalimat itu, saya teringat dengan pemungutan botol dan bekas pop mie yang saya dan teman rombongan lakukan, pemungutan kresek, pengumpulan kulit telur, lalu menunggu bungkusan itu terbakar. Memang, itu hanya bekas kami, berada di sekitar tenda kami. Dan lembaran tisu basah yang sudah digunakan, dibawa pulang
Lalu saya teringat pula dengan helaian tisu basah, yang digunakan untuk membersihkan: ya itu dia di balik ilalang. . Itu saja yang membuat saya merasa tidak tenang dan kaos kaki hijau sepasang yang seratus persen bergumul dengan tanah. Saya meninggalkan itu. Lalu, rasa tidak nyaman saat melihat bekas pop mie di perjalanan pulang, namun hanya sekadar melihatnya.
Di atas sana, memang ada plang yang membuat saya berhenti untuk membacanya. Plangnya agak rendah dari tinggi badan saya, sekitar dua kilan saya lah. Tidak terlalu ingat tulisannya, hanya intinya: Pendaki sejati tidak membuang sampah di tempat pendakiannya. Intinya, menjaga kebersihan. Membacanya, saya tahu bahwa saya bukan pendaki ulung, pendakian saya adalah kali pertama, namun menyoal buang sampah, saya masih sadar dosa. Dan, yang saya tinggalkan tadi, itu adalah dosa saya.
Komentar