Video berkenaan jajanan anak sekolah dasar menjadi acara
pertama untuk Konferensi Pers Tupperware, Sabtu (21/09/14) di Hotel Mercure. Di
Video itu ditampilkan anak-anak sekolah dasar sedang membeli jajanan yang
dikhawatirkan untuk kesehatan anak-anak. Video tersebut mengingatkan saya pada jajanan-jajanan yang serupa di Pontianak. Saya juga ingat dengan keponakan yang sering merengek minta dibelikan jajanan serupa. Kami di rumah sudah memberi nasihat, keponakan kadang menangis, hingga akhirnya ada juga yang mengalah di rumah. Menangani yang hal seperti ini memang harus lihai, sebagai orang yang bertanggung jawab pada kesehatan anak-anak, tentu memerlukan wawasan berkenaan hal tersebut. Beruntung lah, saya dapat hadir di konferensi pers Tupperware.
Konferensi Pers adalah kegiatan pertama Tupperware yang saya ikuti setelah bertahun-tahun mengenal produknya. Hampir semua keluarga
terdekat saya menggunakan produk ini. Jika
lebaran, toples-toples dan tempat penyajian lainnya, rata-rata menggunakan Tupperware.
Begitu pula dengan orang-orang di kampung saya. Sabtu sekitar pukul 10.10 saya tiba di tempat acara. Saya
disambut oleh seorang wanita muda yang bertugas di meja registrasi. Saya diberi
map berwarna putih dan merah muda. Di map tersebut terdapat gambar kartun dua
anak kecil, anak laki-laki dan anak perempuan yang tersenyum berseragam SD. Di dalamnya
terdapat materi seminar yang diadakan Tupperware. Pembicaranya adalah Prof. Dr.
H. Arief Racman, M.Pd, Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO, Guru
Besar Universitas Negeri Jakarta sekaligus Founder Arief Rachman &
Associate.
Setelah menerima map materi tersebut, saya di arahkan di lantai
II, tempat Konferensi dilaksanakan. Sesampai di sana, saya sudah melihat
blogger yang saya kenal. Wawan, teman sesama di Kopdarfiksi, Mely teman di Twitter
dan juga adik tingkat di kampus, dan seseorang yang menyampaikan informasi kegiatan
Tupperware pada saya, Bahrul Ilmi. Dan, tentu saja Rohani Syawaliah ada di
sana. Kakak pemilik blog honeylizious.com
itu lah yang menyampaikan informasi acara Aku Anak Sehat Tupperware
pada orang-orang yang saya kenal ruang Coffe Break pagi itu.
Aku Anak Sehat Tupperware itu lah nama kegiatan ini. Sebelum
mendapat tawaran berada di Konferensi Pers, saya mendapat informasi acara ini
di surat kabar. Saat membaca informasinya saya teringat dengan keponakaan yang dua tahun
lalu masih kelas I SD mendapatkan bingkisan dari Tupperware yang berkunjung ke sekolahnya. Ternyata kegiatan
tersebut memang serupa. Tupperware datang ke sekolah dan memberikan edukasi ke siswa
sekolah dasar, Tupperware juga memberi satu set tempat sampah yang terdiri dari
tempat sampah kering, basah, dan organik. Tupperware juga membangun tempat
mencuci tangan. Tupperware ingin anak-anak di sekolah dasar menjadi anak yang
sehat. Anak-anak yang di usia dini telah mengetahui bagaimana menjaga
kebersihan diri dan lingkungan. Seperti yang disampaikan oleh Ibu Teresia dari
Kementerian Kesehatan bahwa perilaku hidup sehat sejak dini akan menetap hingga
dewasa. Apalagi usia SD adalah usia yang rawan sakit, dan ini pula yang menjadi
alasan Tupperware membentuk Program Aku Anak Sehat.
Tupperware memiliki misi yang sama dengan Kementerian Kesehatan
yakni mewujudkan masyarakat yang sehat dan mandiri. Menuju capaian misi ini
tentu saja tidak mudah, memerlukan kerjasama dengan berbagai pihak, seperti sekolah
dan orang tua, begitu pula dunia usaha makanan
yang digemari anak-anak. Mbak Umayanti dari pihak Tupperware mengatakan program
Aku Anak Sehat Tupperware memberikan edukasi pada guru-guru berkenaan dengan
menciptakan perilaku hidup sehat dan bersih pada anak didik. Sebelumnya di Pontianak Tupperware telah
mengunjungi 25 sekolah yang direkomendasikan dinas Pendidikan, dan di program
kali ini Tupperware akan memberikan edukasi di 50 sekolah bersama boneka Aku
Anak Sehat Tupperware, Tedi dan Weni.
Bunda Romi, Psikolog yang lebih kurang 7 tahun bersama Aku
Anak Sehat Tupperware juga menyampaikan bahwa orang tua adalah model untuk anak
berperilaku hidup sehat dan bersih. Bunda Romi juga menambahkan bawah Pendidik,
Anak, Lingkungan, dan Proses pengajaran
hidup sehat harus saling mendukung. Pendidik mesti memiliki wawasan untuk
menyampaikan cara hidup sehat. Penjelasan mengenai makanan yang kurang baik
untuk anak-anak harus dapat dikomunikasikan dengan benar. Anak harus dijelaskan
secara kontekstual, semisal makanan berkenaan dengan warna makanan seperti warna cat yang menjelaskan bahwa
makanan tersebut tidak lah berasal dari pewarna alami.
Lingkungan anak-anak
juga mesti mendukung, seperti keberadaan bak sampah. Anak yang diajarkan
membuang sampah pada tempatnya tentu saja memerlukan bak. Anak diajarkan untuk mencuci
tangan sebelum makan, memerlukan tempat mencuci tangan. Kebiasaan yang diterapkan di sekolah
diharapkan mendapat umpan balik di rumah. Pembiasaan tersebut menurut Ibu Rahmaniar
dari Dinas Kependidikan SD Kota Pontianak dapat dilakukan. Menurutnya, tidak
hanya di sekolah pembiasaan hidup bersih dan sehat diterapkan, anak memerlukan
pembiasaan di rumah, jika tidak, pendidikan hidup bersih dan di sekolah
tidak akan ada hasilnya. Berkenaan dengan itu pula, orang tua juga mesti cerdas
menyediakan makanan untuk anak. Orang
tua harus kreatif agar anak tidak tergoda dengan jajanan yang membahayakan
kesehatan mereka seminal, menyediakan makanan untuk bekal yang sehat, bersih, menarik, dan lezat.
Komentar