Tulisan ini saya tulis pada tanggal 26 Juli 2014. Dua hari
setelah saya membuat rencana, parah memang. Begitu juga keparahan itu melanda
saya di tanggal 24 Juli. Hari itu saya berencana, har itu pula saya tak
menjalankanya.
Tidur.
Alasan yang benar-benar membuat “ngesak”. Ya itu lah yang
sedang menjadi permasalahan besar untuk saya. Cepat ngantuk, capek. Pukul 09.00
saya sudah bisa mempunyai mata yang berair karena menahan kantuk, tidur, dan
benar-benar bangun di jam yang tidak saya inginkan. Hanya sekadar saur. Selesai
itu menyelesaikan beberapa pekerjaan hingga akhirnya saya tidak sempat untuk
menulis.
Ini bukan cerita alasan, hingga saya boleh tidak menulis.
Maka saya pun membuat peraturan, jika begini melulu saya harus merapel semua
tulisan yang tertinggal. Saya harus mewujudkan keinginan saya, menulis Menuju
24 tahun. Bagian dari menghadiahi diri.
Mengapa 24 itu penting?
Seperti di tulisan awal, saya merasa tanggal 24 untuk tahun
2014 adalah spesial. Tanggal yang membawa saya pada tanggal 24 tahun. Jika saja
tanggal lahir saya ada di awal-awal bulan, rasanya saya tidak akan menulis
tentang ini. Misalnya saja seperti dua kakak saya yang lahir pada tanggal 3
Juli dan 3 Agustus. Saat tanggal mereka dilahirkan diulang tiga tahun
berikutnya, usia mereka hanya mencapai 3 tahun. Mereka belum mempunyai banyak
pengalaman, dan tenttu saja mereka belum bisa berfikir untuk menulis dan
kemampuan menulis di usia itu masih sukar.
Saya merasa beruntung ada di tanggal 24. Di usia saya yang
menuju ke sana, saya telah mendapat banyak pengetahuan yang berasal dari
berbgai pengalaman. Saya menyadari, bahwa menulis itu penting. Menulis tentang
diri terasa lebih penting karena itu adalah tentang diri kita, kita yang
menulis dan bagaimana kita menilai diri. Menulis tentang diri juga menantang
saya. Menantang untuk menulis jujur dan tidak jujur tentang diri saya.
Saya bisa saja becerita banyak tentang keburukan saya, yang
saya anggap itu kesalahan fatal. Hati saya yang lain lebih memaafkan kesalahan
itu. Jiwa yang lain mengatakan bahwa kemaafan itu hanya sekadar membuat saya
tahu, bahwa saya dapat melakukannya lagi. Fikiran lebih menentukan, mungkin.
Saya befikir, jika saya ceritakan semua apa yang akan terjadi dengan saya
nantinya: seperti tulisan di paragraph ini, para pemimpin fikiran yang ada di
otak saya sedang berdiskusi untuk mengajak saya untuk tidak jujur-jujur amat
dengan diri saya. Cukup saya dan Allah yang tahu: saya sedang mengelebaui diri
saya kah?
Enam tahun saya merasa adalah masa saya belajar menulis. Di
dua tahun pertama, tahun 2008-2009, 2009-2010 saya baru mengenal dunia ini.
Saya mendekatinya, saya mengenal banyak orang yang memiliki kesenangan dan
minat yang saya di dunia ini. Saya bergabung, dan saya merasa di sini lah dunia
saya. Setelah menulis, banyak hal luar biasa saya alami.
Empat tahun setelahnya. Manfaat menulis benar-benar
bepengaruh pada diri saya sendiri. Saya boleh mengatakan dengan menulis saya
lebih banyak dikenal oleh orang. Dikenal sebagai penulis bukan sekadar penulis
status di Facebook. Penulis yang membuat berita, membuat puisi, membuat cerpen,
essai, dan karya ilmiah. Orang juga mengenal saya sebagai ketua di Club Menulis
yang tak hanya di lingkungan kampus tetapi di lingkungan penulis di luar
kampus. Dulu, di dua tahun pertama orang lebih mengenal saya sebagai wartawan,
bukan hanya mahasiswa semester awal di Kampus STAIN Pontianak. Hingga banyak
orang mengira saya berada di Jurusan Dakwah, Prodi KPI yang memang mengasah
mahasiswa berada di dunia media. Saya senang dunia itu ddan saya pernah mengambil
setengah semester di kelas KPI semester III.
Kenapa saya berinsiatif untuk ikut di kelas itu padahal saya
bukan mahasiswanya. Keinginan menjadi penulis membawa saya memilih Lembaga Pers
Mahasiswa (LPM) lalu saya bertemu dengan orang-orang yang luar biasa
pemikiranya. Mereka telah bekarya dan mereka mempunyai banyak rencana-rencana
yang dapat ditiru. Mereka juga menuju kemtangan dalam bertindak menurut saya
saat itu.
Saya tahu adalah figure yang mengasah mereka. Saya sering
mendengar nama tersebut disebut-sebut oleh mereka. Saya juga tahu beliau adalah
penulis. Saya juga tahu orang tersebut menyegankan. Banyak mahasiswa takut,
banyak yang menjauh. Pertanyaanya, mengapa saya juga ingin mengenalnya dan
belajar denganya? Kakak-kakak hebat di LPM lah yang membuat saya ingin seperti
mereka. Mereka adalah mahasiswa yang berhasil dalam karya tulis, dan mereka
juga tidak juga menyebutkan kata-kata khusus yang bermakna bahwa orang yang
mengajarkan mereka itu adalah orang yang merugikan mereka.
Jika sudah begini mengapa saya berdiam diri menunggu untuk
diajar. Pun, dosen yang mengerti dunia Jurnalis ada beliau. Di Tarbiyah, prodi PAI tempat saya belajar
tidak mengajarkan hal itu. Saya mengambil inisiatif sendiri.
Hingga akhirnya, saya dapat berteman baik dengan figur tadi.
Pak Yus benar-benar membuat diri saya merasa hidup. Dari beliau lah saya jadi
sangat berminat untuk menulis ini. Menulis menjadi dunia saya, adalah pilihan
saya, kekuatan keinginan itu berasal dari Pay Yus dan saya pun menjadi berfikir
saya ingin menulis. Semua hal bisa jadi tulisan.
Jika bukan 24 tahun saya tentu tak bertemu dengan Bapak.
Bertemu sih, tapi intens tidak lah seperti sekarang. Jika tanggal 18-21 saja,
Keinginan menulis seperti ini masih abal-abal mungkin. Tetapi 21 mengarah 24
ini, saya lebih merasa dewasa berfikir dan berinistatif seperti inisiatif saya
menulis.
Saya juga merasa lebih siap. Siap untuk menyambung hidup karena
saya telah selesai kuliah. Selesai dengan masa menjadi mahasiswa yang keuangan
berasal dari banyak orang. Usia ini paling tidak, saya punya dompet yang siap
mengeluarkan isinya. Walaupun tidak lah besar nominalnya.
Menuju 24, saya telah banyak mendapat kepercayaan banyak
orang. Mengemban sebagai ketua Club Menulis, Ikut mengajar, dipercaya menjadi penulis,
peneliti, mahasiswa lagi, dan menjadi palayan masyarakat.
Angka 24 juga spesial karena tanggal ulang tahun untuk SCTV
dan RCTI. Serta senior TV: Televesi RI atau TVRI. Tanggal lahir kami sama.
Sangat spesial sekali.
Hal ini saya singgung juga ditulisan awal. Saya telah
menargetkan diri menikah di usia 25 tahun. Maka 24 adalah satu tahun masa itu.
Memang belum pasti, tapi saya mesti menyiapkan diri untuk menuju ke sana. Lebih
dari 25 tahun pun tak masalah, pastinya 25 adalah kesiapan yang siap.Ini juga yang menjadi alasan mengapa selama 23 tahun 11 bulan ini saya lebih memilih sendiri. Terlalu banyak risiko dengan adanya pasangan. Bedua dengan emak lebih baik.
Di usia ini pula saya benar-benar ingin kembali dengan emak. Semoga saya memiliki banyak kesiapan untuk bersamanya.
Di usia ini pula saya benar-benar ingin kembali dengan emak. Semoga saya memiliki banyak kesiapan untuk bersamanya.
Komentar