Lebaran tahun ini berbeda dari tahun sebelumnya. Tahun lalu saya dan emak hanya berdua yang ada di rumah. Tahun ini kakak pertama beserta keluarganya ikut serta lebaran di rumah. Selesai salat Idul Fitri kami menyantap makanan bersama: saya, emak, kakak dan suaminya serta dua anaknya ditambah Bang Ari, istrinya dan anakanya, Nabil.
Seperti tahun sebelumnya, dan tahun-tahun yang lalu. Kakak kedua tidak bersama. Dia beserta keluarganya lebaran ke Pontianak, di rumah mertua. Tidak ada yang aneh sebenarnya dari kebiasaan ini, namun hal yang berbeda itu dikarenakan dua hari sebelum lebaran ada tetes air mata di antara Kakak Kedua dan Emak. Padahal, Kakak Kedua sangat sering ke Pontianak. Pergi ke sana berminggu-minggu. Mak pun tak pernah mengeluarkan air mata atau menunjukkan kesedihanya.
Kesedihan di antara mereka sore Sabtu itu dikarenakan Kakak Kedua sangat ingin lebaran bersama Emak di tahun ini. Seperti yang dikatakanya di dapur sekitar pukul 15.00, "Kamek pengen lebaran ngan Emak, Mak". Katanya sambil begurau dan menahan sedih, tampaknya.
Tahun ini bisa dikatakan, tahun terakhir Kakak di rumah. Dimulai tanggal 04 Agustus nanti dia akan menjadi warga Sintang. Kakak pindah rumah. Tahun 2008 lalu, setelah mendapatkan pekerjaan di Mempawah, Kakak kembali ke kampung halamanya, dan berpisah sesaat dengan suaminya. Suami kakak bekerja di Sintang dan dirinya tinggal di Mempawah. Setelah lama bekerja, kakak resign dan kemudian suaminya membangun rumah di sana. Agustus ini, rumah tersebut sudah bisa ditinggal. Anak-anak sudah dapat pindah sekolah di sana. Sayangnya, anak pertama mereka ingin sekali lebaran di Pontianak bersama sepupu-sepupunya.
Keinginan anak pertama lah yang membuat keinginan kakak tak dapat sesuai keinginannya. Hal ini pula yang membuat kakak merasa sedih. Mungkin dia berfikir, di tahun terakhir dirinya tinggal di rumah ini akan lama lagi dia akan kembali. Bisa jadi saat liburan anak sekolah, atau saat lebaran tahun depan. Padahal, saat pindahan nanti, emak ikut bersamanya.
Dan, melihat anak keduanya menangis, Emak pun menjatuhkan air mata, uh romatis mereka. Melihat emak berair mata itu agak susah. Emak yang terkesan cuek, tak akan terlalu memikirkan sesuatu hingga membuat hatinya pilu. Santai saja.
Setelah kakak pindah nanti, yang menjadi pemikiran kami bersama adalah: emak tinggal dengan siapa? Saya yang saat ini belajar, bekerja, dan memantapkan pengetahuan di Pontianak rasanya ingin kembali berada di kampung ini setiap hari. Pergi-Pulang setiap hari, Mempawah-Pontianak. Namun ketidakmungkinannya, saya merasa tidak kuat untuk menggunakan daya tahan tubuh saya setiap hari mengendarai motor, selain itu keuangan yang tidak stabil juga akan membantu kerumitan solusinya.
Emak tidak pula ingin ikut dengan anak-anaknya. Kakak pertama dan kakak kedua. Emak tak mau pindah ke Pontianak, tak mau pula tinggal di Sintang. Mak, masih ingin tinggal di sini. Emak juga masih belum ingin tinggal bersama Bang Ari. Mak ingin sendiri. Kami sudah memberi faham, tapi emak tetap keukeuh dengan pilihanya: Home Alone. Di usia emak yang 64 tahun, tak mungkin kami rela dengan keputusanya itu.
"Aku ndak mungkin tinggal sorang, tapi untuk sekarang biarkan aku sorang".
Entah itu kapan, tapi emak punya pilihanya sendiri.
Komentar