Ya, aku sedang rindu. Dan itu membuat aku terkejut. Kelu tidak hanya membuat lidahku tidak bergerak. Tidak dapat menyatakan "tidak mungkin" sebab nyatanya aku benar-benar rindu.
Kelu ternyata tidak hanya membuat lidahku kaku. Mataku juga lama tak berkedip. Aku sedang mengenang dan ternyata lupa untuk berkedip. Mataku mengamati, mengamat kenangan-kenangan.
Kelu rupanya tak sampai di situ.
Kelu ternyata membuat perutku rusuh. Gemuruh membabi-buta di dalam sana. Tidak jelas. Ketika ingat namanya, wajahnya, senyumnya, tatapanya, bicaranya, kata-katanya. Perutku lalu terasa ada yang menyuluh. Aku tentu saja tidak mengerti, mengapa perutku berulah seperti itu. Ini perut bukan perasa yang disebut hati. Kelu mungkin ingin mengerjaiku.
Kelu tidak ingin singgah di hati. Ya, aku rasa kelu sudah tahu bahwa hatiku sedang dalam keadaan porak-poranda. Hatiku sedang melambung-lambung tidak karuan. Hatiku sedang senang tak kebayang. Namun, sayangnya hatiku sebentar saja, menangis, meraung-raung. Menyadari bahwa senang tak kebayangnya itu mesti disembunyikan.
Kelu tidak ingin singgah di hati. Kelu tahu bahwa sudah banyak rasa-rasa yang tidak jelas di sana. Kelu sedang berbaik hati pada hati. Dia tidak ingin menambah perih. Dia sudah tahu bahwa hati tak lama lagi mati. Mati karena dimatikan. Maka kelu tau dia tidak perlu ke sana, tidak terlalu menyenangkan, karena dia tahu dia tidak akan lama di sana. Hati segera mati.
Kelu menjalar pada area-area yang lain. Lidah, mata, dan perut. Kemudian dia menjalar ke akalku. Akalku kelu setelah hatiku kumatikan.
Komentar