Seminggu ini saya sangat lempem. Sering sedih. Mudah
terharu. Sangat.
Saya sedang suka rindu-rindunya. Rindu dengan teman-teman
dekat. Rindu dengan suasana semangat.
Rindu dengan ocehan. Rindu mengonsep mimpi. Rindu bicara bodoh.
Mengingat masa-masa itu, paru-paru saya seakan tertahan. Lalu
mengundang haru dan menangis.
Sedih saja. Tidak bertemu dengan orang-orang super itu.
Waktu bertemu kami, lebih sedikit dari biasanya. Saya
menyebut suasana ini dengan “sudah mencapai titik”.
Titik ini bukan berarti habis. Tetapi pada pertemuan
pilihan. Kami sudah menemukan titik umum yang kami ambil. Lalu melanjutkan
cerita untuk mencapai pada titik-titik lain yang sejalan.
Dulu, kami pernah membuat kesepakatan. Selesai skripsi kami
akan menghibur diri berkeliling Jawa. Ternyata, waktu sidang skripsi kami tidak sama. Meskipun jaraknya
tidak terlalu jauh.
Saya yang waktu itu hari ini selesai sidang, sorenya
mendapat tawaran membantu dosen untuk mengajar. Artinya, saya mempunyai waktu
yang mesti saya pertanggungjawabkan. Belum lagi perbaikan skripsi dan urusan
wisuda.
Eni dia waktu itu juga sibuk. Ikut pemilihan pemuda kapal
nusantara bersama pemuda lain se Indonesia berkeliling Indonesia dengan kapal
dan berlabuh di Pulau Komodo. Eh atau dia ke Papua dulu, baru urus pemuda ya?
Nyeh, masa itu dia masih sibuk mengurus skripsinya juga.
Hingga akhirnya selesai sidang, perbaikan, dan pulang ke Sambas. Nyeh menjadi
guru di sana.
Lalu Wak Sauk. Dia telah lebih dulu melayang ke pulau Jawa.
Meskipun waktu itu dia tidak mengucapkan mimpinya seperti mimpi kami secara
lisan, tapi dia membicarakan mimpinya itu di hati. Dan, mimpi itu terwujud.
Saya dan teman-teman yang bermimpi itu belum mewujudkan
mimpinya secara serentak. Dalam genggaman tangan yang sama, dan memandang pemandangan
yang sama, dalam waktu bersamaan. Kami belum berlibur keliling Jawa. Bahkan
belum ke rumah Nyeh yang ada di Sambas sana. Tapi kami sudah mewujudkan
mimpi-mimpi kami yang lain dalam waktu yang sama. Meskipun tak sama areanya.
Saya menikmati masa saya mengajar di dua perguruan tinggi
dan melanjutkan perkuliahan serta mengikuti beberapa seminar, menerima
layoutan, dan menjalin komunikasi dengan teman-teman sastrawan.
Eni menikmati kebebasannya. Berpetualang dengan banyak cara.
Menelusuri Kalimantan Barat. Menyeberangi lautan Indonesia, dan telah terbang
di atas benua. Sekarang, Eni sudah
berhasil menginjakkan kakinya di gunung Semeru. Gunung rupawan yang ingin
sekali ditaklukannya. Dia berhasil. Dia juga berhasil membuat saya menangis
karena bimbang. Desember masa hujan.
Nyeh menikmati masa pengabdiannya di Sambas. Menjadi guru di
sana. Menjadi warga yang dipercaya oleh masyarakat untuk melakukan berbagai
kegiatan. Dua hari yang lalu saya
mendapat kabar, Nyeh ikut serta dalam Diklat di hotel Aston. Diklat untuk
pemberdayaan di sekolah tempat dia mengajar. Ah, betapa Nyeh membanggakan. Dia
sudah mendapatkan kepercayaan untuk memimpin dan menjadi inovator.
Wak Sauk? Dia sudah punya kunci. Sebentar lagi dia akan
masuk rumah yang baru. Rumah yang sudah dia dirikan beberapa bulan lalu. Dia
akan sibuk pula dengan pencarian beritanya. Berkenalan dengan orang penting dan
mendapatkan banyak inspirasi dari mereka. Wak Sauk juga menikmati mimpinya. Wak
Sauk sudah bisa berkeliling Pontianak sendiri dengan motor yang dibeli dari uang sendiri. Dan
sudah lancar bermotor. Dia sudah bisa pulang malam. Melewati hujan, bahkan
menyelesaikan masalah motor yang terkadang mogok.
Kami memang mencapai titik. Tapi kami tahu, titik kami tidak
cuma satu. Titik kami tidak untuk satu cerita.
Komentar