Hari ini saya teringat dengan Mahakam. Tadi malam saya
bermimpi kembali ke sana. Ke tempat penelitian tahun lalu. Saya tidak ingat
persis apa yang menjadi urusan saya hingga di mimpi saya kembali ke Samarinda
dan Kampung Benuaq.
Ah ternyata sudah satu tahun.
Wajar saja saya menyimpan memori di sana dengan baik. Itu
karena Kalimantan Timur adalah perjalanan terjauh dan membuat saya kali pertama
naik pesawat. Perjalanannya pun tak sekedar penelitian. Tapi penelitian sambil
jalan-jalan.
Sore tadi, saya membuka foto-foto berada di sana. Sumpah,
saya rindu. Saya ingin kembali berada di Perpustakaan Samarinda membaca buku-buku
karya penulis Kalimantan Timur, bertemu dengan Korrie Rayun Rampan. Sastrawan
terkenal di Kalimantan Timur yang teryata adalah orang Benuaq.
Benuaq adalah satu diantara kelompok Dayak yang ada di
Kaltim dan kelompok ini yang kami teliti. Tapi orang Benuaq yang teliti ialah
orang Benuaq yang ada di Tanjung Isuy. Kecamatan yang ada di Kutai Barat. Di
tempat inilah kehidupan saya bersama Kaltim lebih banyak.
Setiap pagi saya dibangunkan dengan suara orang mandi di kolam
samping rumah. Rumah atau tempat kami menginap, rumah yang sangat tinggi. Tiang
bawahnya mungkin mencapai 3M. setiap hari dilewati oleh orang-orang yang menuju
kolam di samping penginapan. Rumahnya panjang ke belakang.
Setiap membuka jendela yang berbahan kayu, saya melihat ke
belakang, selain ada orang yang mandi tadi-ibu-ibu dan anak-anak- saya
memerhatikan hutan di belakang, pohon yang tinggi dan hijau dan terlihat kelabu
karena embun pagi.
Tiap pagi saya juga menjadi bagian hari yang saya tunggu,
dari jendela saya bisa melihat sekawanan burung bangau terbang. Burung bangau
sudah menjadi burung yang langkah, burung itu juga mengingatkan saya sewaktu
masih tinggal di rumah di daerah pematang sawah. Burung bangau pagi dan sore
datang ke ladang. Sekarang, sudah sulit mendapatkan kawanan burung bangau
terbang dan memerhatikan kaki-kakinya yang
panjang.
Selain itu yang membuat saya ingin kembali ke sana karena
penasaran saya pada sungai Mahakam. Saya hanya melihat Mahakam sewaktu akan ke
Kutai dan kembali ke Samarinda. Tidak sempat ikut berada di motor air warga di
Tanjung Isuy, merasakan asiknya percikan air danau Jempang, yang orang Benuaq
menyebutnya Kenohan yang berarti danau.
Saya ingin melewati kenohan ini menuju sungai Mahakam dan
melihat ikan Pesut, lumba-lumba sungai berenang di sana. Dari motor air
memerhatikan Bekantan bergelantungan dan burung-burung langka lain bertebangan
sambil menikmati buah Kuini yang diambil dari kebun seberang perkampungan
Tanjung Isuy. Buah Kuini menjadi buah yang menemani saya dan tim di sana. Buah
yang memiliki aroma khas, berserat dengan rasa asam manis, dan kadar air lebih
banyak itu kami beli dengan harga Rp 500. Buah ini selain di tanam di seberang kenohan, buah yang ditanam di
kebun belakang rumah beberapa warga.
Ah, saya juga rindu dengan Pasar Putung Turui, pasar
mingguan yang ada di tiap malam Jumat. Pasar ini dibuka oleh pedangang yang
datang dengan mobil pekap. Mereka membuka lapak di lapangan. Berombongan.
Mereka berkeliling setiap malam ke kampung-kampung.
Di pasar ini, sayur hingga ikan ada. Baju hingga make up
ada. Bumbu dapur hingga peralatan dapur, ada. Semua lengkap. Mainan, eletronik,
ada. Jarak Kampung Tanjung Isuy yang jauh membuat pasar ini selalu ditunggu. Untuk
ke jalan raya mencapai lebih kurang 20
Km.
Aaaa saya rindu juga dengan keramahan masyarakat di sana.
Rindu memerhatikan kerajinan tangan yang dibuat. Sepatukng kerajinan berupa
seni pahat, bentuknya berupa patung menyerupai manusia, patung mini ini
biasanya menjadi buah tangan berupa gantungan kunci. Harga jualnya mencapai Rp
25.000, dibuat dengan tangan sendiri, tanpa bantuan mesin.
Patung yang besar disebut Blontang. Blontang banyak
ditemukan di depan rumah orang Benuaq. Bentuknya lebih besar. Blontang dipahat
menyesuaikan karakter penghuni rumah yang
telah meninggal. Semisal jika Blontang
itu dengan bentuk pria dewasa dan di kelilingi hewan bearti orang tersebut
menyayangi binatang.
Selain itu, ada kerajinan tangan berupa kain tenun daun ulap
doyo. Ulap Doyo adalah jenis tanaman perdu yang banyak hidup di hutan Tanjung
Isuy. Membuantnya sangat rumit. Pengrajin mesti ke hutan mengambil daun ulap
doyo, lalu ngelorotnya ke sungai untuk mengambil lapisan bening dari daun,
kemudian menjemurnya, mewarnai ah, banyak sekali tahapannya. Ada tahap megubah daun-daun
kering menjadi benang dengan memilinya, prose situ sangat lama, dan memerlukan
keterampilan khusus, terutama mengikat ujung sesame ujung daun hingga menjadi
panjang dan memilinya.
Belum lagi menenunya, yang mesti jeli untuk membuat motif.
Ada jenis sulam. Nama sulam ini, sulam Tumpar yang terbuat
dari benang Wol. Perpaduan warnanya yang cerah menjadikan sulam ini sangat
cantik. Sulam ini dipadukan dengan tenun doyo menjadikan suatu karya yang sangat
istimewa. Cantik.
Juga tanaman-tanama obat yang ditanam di perkarangan rumah. Tidak sekedar menjadi tanaman untuk
mempercantik rumah, tapi menjadi tanama obat keluarga itu membantu orang Benuaq
dalam menyembuhkan penyakit.
Orang Benuaq memang mengagumkan. Mereka juga mempunyai cara
untuk melindungi kulit dari panas dengan masker tabir surya. Masker ini dibuat
dari daun dab beras. Mereka menyebutnta buray Osakg. Yang menggunakannya tidak
hanya perempuan, tetapi laki-laki juga memakai masker ini. Wajah mereka menjadi
putih atau kuning. Digunakannya tidka hanya untuk di rumah tapi pada saat
berkativitas di luar rumah mereka juga menggunakan buray Osak. Remaja juga
memakai masker ini.
Tuuuu kan, rindu….
Komentar