Dua hari yang lalu hidup saya dipenuhi dengan kopi.
Jenis minuman itu menantang saya bagaiamna saya dapat menulis tentang diirnya dengan sangat romantis. Lalu yang terjadi pada diri saya adalah Termenung.
Apa yang saya tahu tentang minuman ini. Apalagi jenis kopi yang sudah tak lagi bernama Kopi atau Coffe. Saya bukan penikmat kopi, dan tak pernah berpikir untuk mengamatinya lekat-lekat. Saya menguhujat diri? Wah tentu saja. Bahkan sangat menghujat.
Tantagan Si Kopi membuat say a harus merepotkan banya orang. Mulanya saya bertanya dengan seseorang yang saya beberapa kali bertanya pada seorang teman tentang kemana arah kopi ini saya bawa. Dia menjelaskan, saya mengerti. Lalu setelah hari itu, saya bersemangat untuk membawa arahan yang diberikan. Tiba-tiba, saya lupa lagi.
Saya menjadikan pilihan sebagai kambing hitam kali ini.
Ya, saya memilih untuk menunda bergaul dengan kopi. Saya menunda untuk mengajak dia berbicara banyak. Saling berhadapan. Lalu mengaitkan imaji-imaji bersama dia. Hingga pilihan yang saya pilih menyisakan 2 hari dari tenggat yang diberikan. Kopi menagih janji. Kopi menghantui saya. Hidup saya setelah 28 Oktober lalu dikelilingi dengan kopi.
Telinga saya terasa mendengar bisikan "Kopi", samar-samar.
Mata saya terasa memandang slide -kopi-
Bibir saya terasa mencicipi kopi
Otak saya, membawa saya pada pengalaman bersama kopi.
Akhirnya saya mengambil tindakan. Saya membaca Filosofi Kopi, dan saya menikmati kopi-kopi di dalamnya. Lalu saya mengirim pesan di banyak orang tentang jenis kopi yang saya pilih untuk dijadikan teman sejarah dalam hidup saya.
Banyak pesan yang dibalas dan membantu ide saya bercerita dengan kopi. Bahkan tidak hanya pesan yang membahas tentang kopi. Saat akan pergi dan berhenti di lampu merah, di depan saya seorang lelaki dewasa mengenakan kaos yang dibelakangnya bergambar secangkir kopi dengan tulisan ada kopi-nya.
Sesampai di Kampus saya membuka email, dan ada berita di Yahoo, membahas tentang melukis kopi 3D.
Saya membaca artikel, dan ada kata kopi di situ.
Saya melihat Hp, dan seorang teman mengirim foto rokok yag dilukis dengan kopi.
Lalu dengan lisan dua teman saya bercerita tentang kopi.
1. Kopi dan Guru Ngaji
"Yang membuat seru dan dirindu, saat beliau minum kopi itu, Nda. Suara srrrupp-nya itu yang asik".
2. Kopi dan Tamu
"Di Pontianak, Jarang kan? orang bertanya mau minum teh tapi mau minum kopi?"
Kopi menagih janji saya.
Lalu saya menulis tentang kopi. Tentang pencarian saya bagaimana anggapan spesial tentang kopi. Pengembaraan saya mengenai
Bagaimana kopi menyihir banyak orang untuk takluk dalam obrolan yang panjang.
Saya pun melanjutkan pengembaraan, bagaiaman pentingnya kopi dalam kehidupan seseorang.
Lalu saya teringat dengan Bapak. Teringat masa kecil saya yang suka sekali mengendap-endap meminum kopi Bapak. Enak saja, apalagi ketika Bapak tanya, siapa yang meminum kopinya. Lalu, Bapak akan mengetahui itu saya, mengarah pada saya, menyapa saya, dan bermain dengan saya, atau mengacak rambut saya, menggendong, mencium, lalu melupakan kopinya.
Tapi itu dulu, sejak 2 Maret 1995. Tidak ada kopi bapak yang saya minum.
Tidak ada.
Bapak. Bapak saya yang pecinta kopi. Dan, saya pecinta kopi bapak. Bapak cinta saya, saya cinta bapak.
Jenis minuman itu menantang saya bagaiamna saya dapat menulis tentang diirnya dengan sangat romantis. Lalu yang terjadi pada diri saya adalah Termenung.
Apa yang saya tahu tentang minuman ini. Apalagi jenis kopi yang sudah tak lagi bernama Kopi atau Coffe. Saya bukan penikmat kopi, dan tak pernah berpikir untuk mengamatinya lekat-lekat. Saya menguhujat diri? Wah tentu saja. Bahkan sangat menghujat.
Tantagan Si Kopi membuat say a harus merepotkan banya orang. Mulanya saya bertanya dengan seseorang yang saya beberapa kali bertanya pada seorang teman tentang kemana arah kopi ini saya bawa. Dia menjelaskan, saya mengerti. Lalu setelah hari itu, saya bersemangat untuk membawa arahan yang diberikan. Tiba-tiba, saya lupa lagi.
Saya menjadikan pilihan sebagai kambing hitam kali ini.
Ya, saya memilih untuk menunda bergaul dengan kopi. Saya menunda untuk mengajak dia berbicara banyak. Saling berhadapan. Lalu mengaitkan imaji-imaji bersama dia. Hingga pilihan yang saya pilih menyisakan 2 hari dari tenggat yang diberikan. Kopi menagih janji. Kopi menghantui saya. Hidup saya setelah 28 Oktober lalu dikelilingi dengan kopi.
Telinga saya terasa mendengar bisikan "Kopi", samar-samar.
Mata saya terasa memandang slide -kopi-
Bibir saya terasa mencicipi kopi
Otak saya, membawa saya pada pengalaman bersama kopi.
Akhirnya saya mengambil tindakan. Saya membaca Filosofi Kopi, dan saya menikmati kopi-kopi di dalamnya. Lalu saya mengirim pesan di banyak orang tentang jenis kopi yang saya pilih untuk dijadikan teman sejarah dalam hidup saya.
Banyak pesan yang dibalas dan membantu ide saya bercerita dengan kopi. Bahkan tidak hanya pesan yang membahas tentang kopi. Saat akan pergi dan berhenti di lampu merah, di depan saya seorang lelaki dewasa mengenakan kaos yang dibelakangnya bergambar secangkir kopi dengan tulisan ada kopi-nya.
Sesampai di Kampus saya membuka email, dan ada berita di Yahoo, membahas tentang melukis kopi 3D.
Saya membaca artikel, dan ada kata kopi di situ.
Saya melihat Hp, dan seorang teman mengirim foto rokok yag dilukis dengan kopi.
Lalu dengan lisan dua teman saya bercerita tentang kopi.
1. Kopi dan Guru Ngaji
"Yang membuat seru dan dirindu, saat beliau minum kopi itu, Nda. Suara srrrupp-nya itu yang asik".
2. Kopi dan Tamu
"Di Pontianak, Jarang kan? orang bertanya mau minum teh tapi mau minum kopi?"
Kopi menagih janji saya.
Lalu saya menulis tentang kopi. Tentang pencarian saya bagaimana anggapan spesial tentang kopi. Pengembaraan saya mengenai
Bagaimana kopi menyihir banyak orang untuk takluk dalam obrolan yang panjang.
Saya pun melanjutkan pengembaraan, bagaiaman pentingnya kopi dalam kehidupan seseorang.
Lalu saya teringat dengan Bapak. Teringat masa kecil saya yang suka sekali mengendap-endap meminum kopi Bapak. Enak saja, apalagi ketika Bapak tanya, siapa yang meminum kopinya. Lalu, Bapak akan mengetahui itu saya, mengarah pada saya, menyapa saya, dan bermain dengan saya, atau mengacak rambut saya, menggendong, mencium, lalu melupakan kopinya.
Tapi itu dulu, sejak 2 Maret 1995. Tidak ada kopi bapak yang saya minum.
Tidak ada.
Bapak. Bapak saya yang pecinta kopi. Dan, saya pecinta kopi bapak. Bapak cinta saya, saya cinta bapak.
Komentar