Maaf jika waktu itu aku sempat berkata, aku ingin mencari yang lain. Aku tidak tahu, ternyata itu kau dengar, kau serap, dan membuat terluka, lalu pergi. Pergi sebelum aku mendapatkan yang lain. Aku tahu, selama ini kita bersama, hem maksudku belum lama ini kita selalu bersama dan melakukan hal-hal baru yang sebelumnya sulit untuk aku iyakan, aku bisa.
Kau menjadi saksi langkah-langkah baruku. Bahkan kau menjadi pengganti untu kekasihku yang dulu. Tunggu, apakah kau mengira jika ada yang baru lalu aku melupakan, eh maksudku meninggalkan yang lama?
Oh tidak, aku harap kau tidak berpikir seperti itu. Baik aku mengaku, kehadiranmu memang tak seperti ingin aku memiliki dia yang dulu. Oke, aku mengaku bahwa kau tak dapat menyamakan kenyamanan aku bersama dia. Dia adalah yang aku impikan, lama. Dia adalah saksi-saksi tentang masa lalu aku yang berarti.
Hingga kau pun tau, sewaktu aku memutuskan untuk pergi darinya, hatiku kacau, terpaksa, tak ingin, tak rela, dan rasa-rasa yang tak mau dia pergi dari aku, dari kita. Tapi, aku mesti melakukannya, sudah banyak orang yang tak menginginkan dia bersamaku. Bahkan orang tua, guru, teman menggeleng-gelengkan kepala, heran mengapa aku sangat betah bersama dia.
Walau dia dalam keadaan kacau. Sudah tak sempurna. Tak gagah. Tak menarik. Tapi itu pandangan mereka. Bukan aku. Aku tetap memujanya. Meski aku memutuskan untuk membuat dia jauh dariku.
Lalu aku bersamamu. Mencoba menerima kehadiranmu. Mencoba menyintaimu. Nyaman bersamamu. Lalu aku benar-benar tak ingin jauh darimu.
Aku sunggu heran, mengapa keputusan itu kau ambil. Pergi, dengan hanya memberikan pandangan terakhir padaku. Aku ingat sekali bagaima aku memandangmu dengan lekat merasa dirimu akan pergi jauh. Ah, apa itu caramu pergi dariku? hanya tatapan itu?
Aku merindumu saat ini. Dimanapun kau berada, jadilah yang terbaik. Jika kau ada disekitarku, tunjukan aku keberadaanmu.
Sepatuku.
Kau menjadi saksi langkah-langkah baruku. Bahkan kau menjadi pengganti untu kekasihku yang dulu. Tunggu, apakah kau mengira jika ada yang baru lalu aku melupakan, eh maksudku meninggalkan yang lama?
Oh tidak, aku harap kau tidak berpikir seperti itu. Baik aku mengaku, kehadiranmu memang tak seperti ingin aku memiliki dia yang dulu. Oke, aku mengaku bahwa kau tak dapat menyamakan kenyamanan aku bersama dia. Dia adalah yang aku impikan, lama. Dia adalah saksi-saksi tentang masa lalu aku yang berarti.
Hingga kau pun tau, sewaktu aku memutuskan untuk pergi darinya, hatiku kacau, terpaksa, tak ingin, tak rela, dan rasa-rasa yang tak mau dia pergi dari aku, dari kita. Tapi, aku mesti melakukannya, sudah banyak orang yang tak menginginkan dia bersamaku. Bahkan orang tua, guru, teman menggeleng-gelengkan kepala, heran mengapa aku sangat betah bersama dia.
Walau dia dalam keadaan kacau. Sudah tak sempurna. Tak gagah. Tak menarik. Tapi itu pandangan mereka. Bukan aku. Aku tetap memujanya. Meski aku memutuskan untuk membuat dia jauh dariku.
Lalu aku bersamamu. Mencoba menerima kehadiranmu. Mencoba menyintaimu. Nyaman bersamamu. Lalu aku benar-benar tak ingin jauh darimu.
Aku sunggu heran, mengapa keputusan itu kau ambil. Pergi, dengan hanya memberikan pandangan terakhir padaku. Aku ingat sekali bagaima aku memandangmu dengan lekat merasa dirimu akan pergi jauh. Ah, apa itu caramu pergi dariku? hanya tatapan itu?
Aku merindumu saat ini. Dimanapun kau berada, jadilah yang terbaik. Jika kau ada disekitarku, tunjukan aku keberadaanmu.
Sepatuku.
Komentar