Ya ampuuuuuun, telat #CeritaDariKamar Part4. Beh :)
Ini karena seharian sibuk mament. Apalagi dapat jadwal nggak
sahur karena libur puasa. Jadi, subuhnya adem ayem di kasur. Bangun pukul
07.30. Memalukan status sebagai “anak dare” hahaha. Bangun langsung diajak
ziarah kubur, setelah itu clean&clear rumah, cuci baju, dan bantu siapkan
bukaan puasa. Malamnya? Huk, jangan ditanya. Ada saja kesibukan yang tidak bisa
dilerai.
Oke, hari ini dan mungkin beberapa hari berikutnya saya akan
bercerita tentang foto. Foto memang memiliki kenangan dan arti tersendiri,
menjadi hal yang wajib juga ada di kamar. Foto
yang aku ceritakan ini adalah gabungan wajah-wajah saya dan beberapa
teman yang sangat berpengaruh pada kehidupan saya.
Foto anggota Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) STAIN Pontianak.
Foto ini saya dapat ketika Milad LPM yang V di tahun 2009.
Kak Nisa yang memberi, atau di rumah kami (sekretariat) dipanggil Umi Nisa.
Sewaktu mendapat foto ini saya sangat senang dan sangat terharu. Waktu itu,
saya baru saja dilantik menjadi anggota.
Dari gabungan wajah-wajah yang ada di foto itu saya merasa bahwa
keberadaan saya dan kawan-kawan anggota baru telah diterima sebagai keluarga
LPM.
Foto yang diambil juga ketika pelantikan di bukit Rill.
Bukit kecil, sangat kecil saya kita tingginya dua pohon kelapa, paling tinggi
ini. Bukit ini ada di gang Panca Bakti, Siantan, Pontianak Utara. Jika kalian
menuju Mempawah atau Singkawang, atau terminal Batu Layang, kalian akan melewati gang ini. Tepatnya di
depan perusahaan Sawit yang bangunannya warna hijau.
Kami menginap di bukit itu. Mendirikan tenda di bawah pohon
yang besar, tinggi, dan menyeramkan. Mirip dengan film hantu. Setelah lewat
tengah malam, kami anggota baru dibangunkan untuk ikut jurit malam, prosesi
mengambil ID Card anggota baru. Saya waktu itu berpasangan dengan Faisal (baju ijo).
Tampangnya yang Ustad dan memang banyak hapalannya membuat saya merasa tenang.
Jika ada apa-apa di hutan nan gelap, khawatir penunggu yang kasat mata mengajak kami bermain, si Faisol
dapat dengan sigap menolak dengan doa-doa.
Ternyata, ketika di perjalanan, saya yang lebih sigap dalam mengambil jalan. L salah kira dengan Faisol. Mengejutkan lagi, kami dihadapkan dengan kuburan. Di area kuburan inilah ID Card di simpan. Dan Hello, saya yakin itu adalah idea bang senior saya, dia mengalungkan Id Card saya di palang kuburan. Waktu itu saya takut juga dan pakai acara “permisi, maaf saya mau ambil Id Card di sini” tapi tidak terlalu takut karena saya berpikir jika memang ada yang keluar dari kuburan itu, pastinya bukan pocong.
Entah, saya merasa bahwa hantu seperti Drakula atau vampir
hanya ada di Negara bagian barat sana.
Karena bukan kuburan Muslim saya pun berani mengambilnya.
Sungguh ini pemikiran yang konyol.
Orang-orang yang ada di foto ini adalah keluarga besar yang
saya punya di Kampus. Setiap akan ke kampus saya selalu bersemangat karena akan
bertemu dengan mereka dan pulang dengan lambat untuk mengenang apa yang barusan
kami lakukan.
Mereka mengajarkan saya bagaimana menjadi mahasiswa yang
baik dengan cerita mereka, bukan dengan megajarkan secara materi, atau ceramah.
Saya belajar sendiri dari apa yang mereka lakukan. Mereka jugalah yang menerima
tulisan pertama saya. Mereka juga yang mengenalkan saya dengan dunia Jurnalis
atau kepenulisan.
Mereka juga yang membuat saya memasang target untuk mendapatkan IPK 3. Diatas 5. Mereka rata-rata mendapatkan IPK 3, diatas 70. Saya sengaja menyeritakan ini, karena pada semester awal itu saya memang tidak semangat kuliah, IP ataupun IPK tidka menjadi pemikiran yang berat. Tetapi bersama mereka saya juga ingin memberikan yang terbaik untuk proses kuliah yang telah saya lakukan selama 6 semester.
Mereka juga yang membuat saya memasang target untuk mendapatkan IPK 3. Diatas 5. Mereka rata-rata mendapatkan IPK 3, diatas 70. Saya sengaja menyeritakan ini, karena pada semester awal itu saya memang tidak semangat kuliah, IP ataupun IPK tidka menjadi pemikiran yang berat. Tetapi bersama mereka saya juga ingin memberikan yang terbaik untuk proses kuliah yang telah saya lakukan selama 6 semester.
Oke, dari kiri ke kanan.
Kerudung hitam itu, itu adalah saya. Di sampingnya suami
saya, di LPM. Di LPM kami sengaja
membuat pohon keluarga agar kekeluargaan kami semakin erat. Ha, yang diplihkan
untuk saya adalah yang di samping itu, namanya Kiki Supardi.
Kiki orangnya baik, perhatian dengan kami. Dia juga pintar.
IPK nya saja waktu kelulusan 3. 92. Huuuuff.
Sebelah Kiki namanya Tafik, tidak bisa diam. Over aktif,
hahahaha. Di sampingnya Taufik, saya tidak tahu itu Iza atau Ira. Mereka gembar
soalnya. Sampai sekarang saya memanggil mereka “Mak Gembar” dan mengabaikan
nama keduanya.
Baju kuning namanya Jafri, sayang semester IV dia
meninggalkan kampus, dan tak pernah kembali. Dia memilih kehidupan yang lain.
Di sampingnya Romi
Yati, dia senang sekali di panggil Omy Bintun Nahl, ini nama penanya salah satu
karyanya yang boombasti novel Hati yang Terbingkai.
Baju biru namanya
Hakim, dia sekarang aktif di salah satu harian di Kalimanta Barat ini, bersama
Kiki dan Taufik. Di keluarga LPM Hakim
menjadi saudara kandung saya bersama Mak Gembar.
Hem saya mengalih haluan untuk ururat karena setelah Hakim
itu senior kami. Mereka berada di bagian tengah, dikelilingi oleh foto wajah
kami.
Oke, di bawah hakim ada Mely, seingat saya Mely ini memang
dipasangkan dengan Hakim di keluarga.
Seberangn kanan yang kerudung hitam, itu gembarannya Mak
Gembar. Lagi saya tidak tahu itu Iza atau Ira. Di bawahnya Faisol.
Di bagian tengah, kerudung putih itu adalah bibi saya.
Namanya Kak Ica atau Marisa. Dia adalah orang yang berkomunikasi dengan saya
sewaktu akan masuk ke LPM. Saya selalu mengirim sms dengan dia untuk menanyakan
kabar pendaftaran LPM.
Hahaha yang pakai topi ini adalah bapak saya. Papi kata Kak
Ica memanggilkannya untuk saya. Oke, Papi ahli dalam karikatur di LPM.
WartaSTAIN Produk kami tampil lebih menarik dengan karikaturnya.
Di sampingnya Papi, Bang Ari. Paman saya sekaligus suaminya kak Ica, hahaha. Dia
Fotografer Warta. Orangnya sangat baik. Hal yang tidak dilupakan adalah dia
sebagai pencetus dari nama kami “Huh huh”.
Bude Lilis. Anak Pramuka dengan logat Jawanya dan selalu
bisa membagi waktu untuk LPM dan Pramuka.
Bang Sapri. Sewaktu awal –awal di LPM rajin melihatnya
lambat laun menghilang L.
Dia adalah orang yang memeriahkan rumah juga. Bang Toyibnya Bude lilies ni.
Sama dengan Bang Pian, Abinya Umi Nisa. Menghilang
sekenannya. Tapi kalau ketemu di luar LPM dia selalu ramah nian.
Umi Nisa. Yaiaaa. Baik hati dan lemah lembut. Tapi tegas
booook.
Paling ganteng di LPM. Nada ngomongnya salalu lembuuut.
Namanya Bang Udin. Penurut dan selalu kombis dengan ai punya papi.
Kak Yanti. Ini ni yang semakin semangat berada di LPM.
Orangnya sangant bijaksana. Anak-anak di LPM kalau saya bilang, “ kalau Kak
Yanti yang ngomong betol lah diye”. Selalu smart, adil, dan loyal.
Bude Erika Sulistia Maida Ningsih. Hahaha panjang sekali
namanya. Mbak yang lahir di perahu di Sungai Kapuas ini juga sangat lemah
lembut. Tapi kerjanya cekatan eiu.
Bang Zai. L
Dia kombis tuh sam Bang Pian dan Sabri. Hilang. Tapi dalam bebrapa kesempatan
sering datang ke LPM juga.
Mak. Semua yang di LPM panggilnya Mak, kecuali kak Yanti.
Secara mereka setara haha. Alias Oma
kami. Mereka berdua juga yang selalu memberi warna di LPM. Mereka memang smart.
Idenya gemilang.
Bunda. Ini ai punya Bunda. Ambaryani. Saya di LPM selalu
bermanja ria dengan beliau. Selalu memberi nasehat dan jalan keluar untuk suatu
masalah. Dia juga ketua divisi
penerbitan yang punya tanduk J
Bang Septian Utut. Waktu itu tidka berjumpa di LPM, beliau
telah menjabat sebagai ketua KPI di
jurusan Dakwah. Tapi diluar kepengurusan, untuk kegiatan LPM si abang datang
apalagi kalau jualan Warta.
Bang Suhardi. 1x1 juga dengan Bang Sapri, Bang Zai hahahha.
Selesai…
Akhirnya kesampaian membuat tulisan untuk hari ini.
#CeritaDariKamarPart4(hari ke empat, Modemnya yaa nguambek lagee dan waktu yang sempit. Kecoh kemar rumah nak lebaran. 05/08/2013 :) )
#Menuju23Part4
Komentar