“Oke. Jam brapa,
dimana?”
“Slesai ashar, di Jeruju”.
Hari pertama tahun 2013. Selasa, (01/01). Komunikasi singkat
mengawali pembicaraan bersama dua orang ini. Nama mereka, sudah akrab di
telinga. Rencana untuk berdiskusi tentang kepenulisan yang mereka ajukan di
malam pergantian tahun, langsung saya iya kan.
“Ktmu dngan org yg memiliki ksenangan yg sama, psti
mnyenangkan”, balas saya pada salah satu dari mereka.
Selesai Ashar, saya pun menuju tempat yang ditentukan untuk
“kopi darat”, Café Cemerlang.
“Akhirnya, kita
ketemu”, Sapa saya dengan dua penulis
itu.
“Saifun”.
“Zani”.
Mereka adalah penulis yang berasal dari Ketapang ini adalah
dua penulis dari Indonesia, yang berhasil
menuliskan nama mereka sebagai penulis di buku Suara Lima Negara; Antologi
Puisi Penyair Lima Negara. Selain mereka, Nano L Basuki, Abdul Rani, Dianna
Firefly, dan Wahyu Yudi ikut pula dalam
penyatuan karya yang berproses di tahun
2012 itu. Mulanya antologi diperuntukkan untuk penyair di
Borneo tapi, seperti yang dikatakan Naga Pamungkas, panitia dari Dialog Rumah
Sastra Borneo “Puisi memang tak bisa dibatasi ruang dan waktu. Puisi tak bisa
dibelenggu atau dikurung”. Antologi penyair 3 negara menjadi 5 negara;
Indonesia, Malaysia, Brunai Darussalam, Singapura, dan Thailand. Buku bersampul biru di atas meja itupun
menjadi bahasan utama dalam percakapan kami.
“Ini buku yang membuat iri semakin membludak”, saya meraih
buku itu. Tentu sangat menyenangkan bisa bersilaturahmi dengan penyair dari
lima Negara di Asia Tenggara melalui karya.
“Korrie Layun Rampan? Tajudin Noor Ganie?” ha? Saya membaca
dua nama itu di sampul buku. Saya orang yang baru belajar di dunia kepenulisan
ini baru saja mengenal dua nama itu.
Korrie Layun Rampan adalah
sastrawan dari Kalimantan Timur yang saya temui di Perpustakaan, Samarinda.
Saya mengenalnya melalui buku berjudul Balikpapan dalam Sastra Indonesia. Buku
yang berisi cerpen, puisi, essai dan naskah drama karya penulis Balikpapan dan
antologi cerpen berjudul Balikpapan Kota Tercinta.
Korrie sastrawan darah Benuaq ini
dengan tulus cinta mengumpulkan tulisan-tulisan para penulis di Balikpapan dan
sekitarnya. Beliau membuat saya kagum saat itu, dalam pengantarnya sebagai
penyunting buku, ia menceritakan bahwa proses pengumpulan naskah tidak berjalan
sesuai keinginan, tidak banyak naskah yang bisa didapatinya dari penulis, baik
senior maupun yang masih pemula. Hingga beliau mendatangi media masaa,
perpustakaan dan kemudian menemukannya. Naskah pun dipilih, hingga dikumpulkan
dalam bentuk buku.
Tajudin Noor Ganie, nama itu
langsung mengingatkan saya pada pertemuan kami di lantai II di ruang Seminar
Hasil Laporan Penelitian Ekspresi Keragaman Budaya, BPNB, 19 Desember 2012
lalu. Sosok sastrawan Kalimantan Selatan itu duduk di samping saya dan
mengenalkan diri sebagai orang yang bergelut dalam dunia sastra. Di Tanah Korea Aku Terkenang Tanah Banjar
adalah judul puisinya yang berada di halaman 243 di Suara 5 Negara. Sejak tahun 1980 sastrawan Banjar ini
menekuni di dunia kepenulisan. Ia juga
menerbitkan buku yang berkenaan dengan sastra, bahkan cerpennya menjadi objek
penelitian skripsi oleh beberapa mahasiswa PBSID
STKIP PGRI Banjarmasin.
Kini,
saya bertemu lagi dengan dua sastrawan tersebut dengan suara yang berbeda,
dengan suasana yang berbeda, dengan dua diantara pemilik Suara 5 Negara. SaifunArif Kojeh, dan Zani El Kayong.
Komentar