Hai januari, ya ampun, ternyata Saya belum menyapamu. Maafkan
Saya sungguh. Saya harap kamu tidak merasa Saya lupakan. Saya tidak lupa dengan
kamu. Kamu mesti tahu, saat-saat menyambut kedatanganmu Saya duduk di kamar,
kemudian berupah posisi segala macam rupa. Saya bisa tiarap, telentang,
tengkurap, telungkop, hahha, pokoknya posisinya banyak.
Kamu tahu apa yang Saya lakukan?
Saya melakukan itu lagi, ini untuk kali ketiganya. Kedua
untuk yang lebih terlihat kematangannya. Ya, Saya membua resolusi. Saya melakukan
perencanaan lagi, Saya membuat target lagi.
Ya, meski Saya tahu, Saya akan merasa pilu lagi di akhir
tahun ketika banyak hal yang tidak tersampai. Tapi, ini juga yang akan membuat Saya
tersenyum. Saya tersenyum jika Saya melihat dan membacanya lagi, itu seakan
papan lalu-lintas kamar, yang jika Saya keluar-masuk, tidur dan bangun, kertas
bekas yang cukup besar itu selalu menampangkan tulisan-tulisan rencana.
Tapi, Saya senang melakukannya.
Saya harap apa yang menjadi wish ini akan bisa menjadi nyata. Nyata-nyata.
Hem, ada hal yang sedang menjanggal di perasaan Saya. Sejak sebulan
yang lalu. Ini bukan tentang percintaan, karir, pendidikan. Tapi. Ah Saya tak
bisa menyebutkannya. Sempat Saya ceritakan pada seorang teman, tapi Saya tak
menceritakan sejelas apa yang Saya rasa, bahkan Saya yakin dia tidak tahu bahwa
Saya sedang bercerita bagian itu.
Saya hanya takut kehilangan. Padahal, Saya pernah
memikirkan rasa ini, saat itu Saya yakin, Saya akan merasa biasa saja, jika
memang sudah waktunya. Namun, ketika Saya memperhatikan mimpi-mimpinya, ketika Saya
melihat senyum, mata, aura wajahnya mendengar tentang cerita-cerita apa yang
ada di sana, hatiku terguncang. Apa yang harus Saya lakukan? Apakah Saya bisa?
Jika bisa apa Saya mempercepatnya? Bagaimana? Darimana? Bisakah dia melukannya,
kesempatan itu. Ah, Saya khawatir Saya tidak bisa mengabulkan mimpinya.
Bahkan, Saya khawatir dia tidak bisa melihat apa yang
dicitakannya terjadi pada Saya..
Bahkan, Saya khawatir dia tidak bisa ikut serta dalam
suasana nanti, apa? Entah suasana-suasana yang tidak bisa Saya jelaskan dengan
rinci.
Saya sungguh bimbang dengan ini, akhir bulan ini.
Tiap Saya berpikir tentang hal itu, dengan mudah Saya haru,
menangis, menggebu, dan berusaha menenangkan hati.
Sungguh, Saya bimbang.
Apalagi Saya menyaksikan kemudahan dan ketidakdugaan
terjadi. Kemudian Saya membandingkan dengan dirinya.
Ah, Saya khawatir lagi.
Ini, Saya sedang menahan tangis yang sedang Saya bendung. Teman saya
akan datang kemari, jika dia datang melihat ada tangis itu, tentu kemachoan saya
menjadi kabur.
Ah, tapi itu yang Saya rasa.
Oh ya Januari, selamatkan Saya untuk target yang sudah Saya
buat di bulanmu ini. Kamu bisa melamakan waktumu, atau juga memperbanyak
tanggal merahmu, atau kamu juga bisa satu nama lain untuk hari setelah Sabtu, mengapa setelah Sabtu, karena Saya sudah
cocok jika Minggu menjadi hari libur. Bisa sajakan kamu menambah hari itu
sebagai hari wajib untuk membaca novel, antologi cerpen, puisi, menonton drama,
menulis dan memberi dan menerima buku. Hehhehe.
Oh ya, januari, Saya harap tahun depan Saya tidak bertemu
dengan kamu dalam keadaan masih sebagai mahasiswa strata 1, Saya pasti sangat
malu denganmu. Tolong Saya, jangan membuatku malu. Oke, karena kamu mau, kamu
harus mengikuti permintaanku. Ya, ya, Saya tahu kamu tidak mau mengabulkan
keinginan aneh yang kerenn itu. Saya Cuma ingin kamu meniupkan perasaaan-perasaan
percaya diri, dengan rasa “Saya bisa” itu pad diriku, Saya ingin semnagat
januari. Saya ingin. Saya tak mau lelah karena sia.
Komentar