Apa yang kamu rasakan ketika seseorang yang sudah dekat
dengan kamu, tiba-tiba menghilang. Seseorang ini tidak hanya dalam konteks
untuk seorang yang berlawan jenis yang bisa dijadikan pacar, kekasih, atau
istilah lain yang sama artinya.
Saya sendiri lebih merasakan hal tersebut pada seorang
teman, adik, kakak, atau abang. Orang lain yang tidak memiliki hubungan darah,
namun sangat terasa dekatnya. Saya rasa, kamu juga setuju bahwa perasaan nyaman
berbicara, bertukar pikiran, bersahabat itu lebih nyaman dengan orang lain dari
pada saudara sendiri. Ya, saya rasa ini hasil dari hubungan social,
bermasyarakat. Hingga kemudian melahirkan istilah best friend.
Bulan Juli awal yang lalu seseorang bersama saya di ALila
café berkata “Nda, nantik kite reunian kayak itu ye”. Ketika itu ada beberapa
orang dewasa yang usianya jauh berbeda dengan kami. Mereka berkumpul, tertawa
dan tampak senang. Kesimpulan kami, mereka sedang reunian.
Kami tidak berdua di café tersebut, ada sepupu dekat saya
yang juga merangkap menjadi temannya. Dari sepupu inilah, saya mengenal teman
ini. Saya dan teman ini sering memberi kabar, sering bercerita, mendengarkan,
memberi saran dan juga menyempatkan diri untuk bertemu. Bahkan tentang
pacarnya, dia juga bercerita.
Teman laki-laki saya ini usianya lumayan jauh dengan saya.
Tahun pertama saya lulus sekolah, dia baru menjadi siswa SMA, dan sepupu saya
kelas XII. Untuk usia yang cukup jauh
itu, tidak disangka kami sangat nyambung untuk banyak hal. Teman ini kadang lebih
bijak dari saya, lebih dewasa dari cara berpikir, bicara, atau bersikap. Ya,
kedewasaan seseorang memang tidak bisa diukur. Pastinya dia remaja yang sangat
menyenangkan.
Soal “Nda, nantik kite reunian kayak itu ye” itu serta merta
saya mengamininya. Saat itu saya yakin jika kami memang bisa begitu. Menjadi
teman baik hari ini, esok, dan seterusnya. Ya, saya tidak hanya menganggapnya
sebagai teman biasa, tapi teman sekaligus adik, sama seperti saya dan adik
sepupu sendiri. Adik sepupu perempuan saya yang menjadi bagian dari kami ini,
mungkin berbeda rasa dengan saya, dia tidak menganggap teman laki-laki kami ini
seperti adiknya. Tapi lebih pada teman, teman dekat. Teman akrab untuk teman
laki-lakinya. Hingga saat ini, kesimpulan itulah yang saya dapatkan.
Berdasarkan observasi dan survey lapangan.
Kondisi ini, berjalan mulus untuk awal-awal bulan itu. Sama
dengan bulan-bulan sebelumnya. Tapi entah kenapa, dipertengahan puasa lalu,
saya merasa ada situasi yang aneh. Suatu malam, ketika kami bertemu, bertiga,
ditambah satu dengan teman dekat teman
laki-laki saya itu. Saat itu, entah mengapa, teman atau Adik saya itu
bertingkah aneh. Bicaranya sedikit tidak menyenangkan. Celetukkannya terasa
tidak sopan, cueknya cukup menyebalkan. Aneh, beda, dan entah. Hari itu saya
pribadi bertanya-tanya dengan sikapnya.
Malam itu, lokasi terakhir kami adalah rumah sepupu saya.
Meski tidak terlalu banyak waktu yang habis di rumah, tapi waktu itulah
sepertinya merunyamkan semua. Entah apa
yang terjadi sebenarnya. Pastinya ada orang lain yang tidak suka dengan
keberadaan Adik saya itu bersama saya dan sepupu. Dia seseorang seumuran dengan
adik saya, dan mempunyai status istimewa dengan adik saya itu.
Beberapa hari selanjutnya, sebuah Tweet menjadi malapetaka.
Si Pemilik Status Istimewa meminta untuk tidak menganggu “Saya dan hubungan
kami”, dia menulis di akun adik saya itu. Saat itu, saya berpikir bahwa
beberapa waktu terakhir, adik saya bersama saya. Apakah status itu untuk saya
dan sepupu saya? Kenapa? Bukankah kita teman, teman dekat? Kenapa tidak boleh
diganggu?
Tweet malapetaka itu membuat saya membabibuta dalam
berparasangka. Saya kecewa berat dengan tulisan singkat dan sangat singkat
berdiam diri di Timeline nya. Adik saya minta maaf berkali-kali. Dia mungkin
merasa malu juga tidak bisa memberi pengertian untuk Si Pemilik Status
Istimewa. Tidak bisa membuat Si Pemilik Status Istimewa menerima kedekatan
kami.
Si Pemilik Status Istimewa mungkin cemburu, cemburu dengan
kedekatan, mungkin dari segi komunikasi atau cemburu untuk alasan yang lain.
Saya mengerti dengan keadaan itu. Memang tidak mudah untuk
percaya begitu saja, tidak mudah juga membiarkan seseorang yang kita
butuhkan, memberi perhatiannya kepada
orang lain, padahal kita juga butuh perhatian itu. Perhatian lebih, tentu itu
sudah menjadi hak untuk seseorang yang telah memiliki status istimewa.
Hingga, saya memiliki pemikiran bahwa saya sebenarnya tidak
terima jika Si Pemilik Isitimewa itu
memiliki perhatian adik saya lebih banyak tetapi dia bersikap tidak senang
dengan kebersamaan kami, padahal dia orang baru, -walaupun dia lebih tahu
banyak- untuk si Adik.
Tapi, ya tetap saja. Hak itu lebih ada pada Dia.
Seorang teman lain membuat status di Facebooknya. Status itu
mengena sekali.
“Aku suka kamu
Kita deket
Lalu datang dia
Kamu suka Dia
Lalu aku ditinggalin
Pahit!”
Ya, status ini mungkin
dikhususkan untuk seseorang yang sedang disuka oleh teman saya itu. Tapi status
ini saya paksa untuk menggambarkan kondisi hubungan saya dengan si Adik.
“Ketika seseorang yang sudah dekat, kemudian pergi, dan
hanya menyapa sekedar itu, memang terasa sangat sakit. Apalagi yang tampangnya
seperti tidak ada kedekatan sebelumnya. Menjadi orang Asing dan diAsingkan”.
-sama juga dengan orang yang telah menulis status di
facebook itu. Sulit dijumpai dan terasa sangat jauh.
(10-09-2012. 10:14)
Saat ini, saya merasa sangat jauh dengan adik saya itu.
Entah kenapa “Nda, nantik kite reunian kayak itu ye”, malah saya yakini tidak
mungkin. Lenyap semua khayalan semasa tua, kami bertiga, tertawa bersama
didepan meja bulat.
Menyuramkan lagi, Adik saya sudah membuat keputusan untuk
suatu pilihan. Di sini, saya bingung. Bingung untuk pilihan yang dimaksudnya.
Kata pilihan itu bukan sekali terbaca oleh saya. Apakah pilihan itu untuk
menjauhi saya? Dan memilih Si Pemilik Status Istimewa? Entah. Lantas jika
pemikiran saya ini benar, mengapa mesti ada pilihan. Bukankah saya suda berkata
berkali-kali, “Masalah ini sudah redam, jangan diungkit lagi?” Ah, saya tidak
tahu. Pemikiran saya mungkin salah, sikap saya yang salah tingkah saya yang
salah. Bahkan, kemarahan dan ketidakinginan saya ada jarak itu salah.
Dalam hal ini apakah saya yang mesti bersikap dewasa? Adik
saya itu berkali –kali meminta saya untuk bersikap dewasa. Dewasa, dewasa, dan dewasa. Untuk hal ini
saya tidak mengerti dengan konsep dewasa itu. Apalagi jika saya sudah merasa
bersikap seperti yang diinginkan masih saja dianggap belum dewasa. Ah,
keegoisan saya itu mungkin dianggap tidak dewasa. Tapi Ego yang mana? Marah
saya sudah saya redam sejak saya berkata ”Sudah masalah ini sudah redam, jangan
ungkit lagi”. Saya berusaha melupakan itu semua, saya meminta waktu untuk
menerima Si Pemilik Status Istimewa itu untuk disebutkan namanya, diceritakan
tentangnya, atau untuk dipertemukan kembali dengannya. Saya minta waktu untuk
itu.
Mungkin masa genting ini akan mendekatkan kami,
lebih dekat
dengan sebelumnya. Suatu saat dikemudian hari.
-Saat menulis ini, perut saya sangat mulas, memililt tak
beraturan, ketika lagi dan membaca lagi “Adik merasa dimusuhi Nda”.
-Tulisan ini dibuat untuk rasa yang perlu diluapkan.
Menceritakan apa yang perlu diceritakan. Mendapatkan saran untuk segala
kebaikan.
-Dan ketika mendengar lagu Drive “Perpisahan bukanlah duka,
meski menyisahkan luka”
-“Ketika seseorang yang sudah dekat, kemudian pergi, dan
hanya menyapa sekedar itu, memang terasa sangat sakit. Apalagi yang tampangnya
seperti tidak ada kedekatan sebelumnya. Menjadi orang Asing dan
diAsingkan”. Saya kirimkan dengannya,
dan balasannya, mengaduk pikiran.
(11-09-2012.05:59)
Komentar