Ada pelajaran baru yang saya dapat hari ini. Berasal dari foto keluarga di sebuah rumah, sebelah kiri salah satu nama jalan di Pontianak. Seorang remaja yang berdiri tersenyum bersama sang Ibu, dan keluarga lainnya. Tapi tidak ada sosok seorang ayah diantara mereka.
"Ada apa dengan Ayahnya?" tanya
Bukan untuk berbicara tentang hal buruk tentang Remaja ini, tapi tentang keadaan yang disyukuri. Tidak ada ada yang tahu bagaimana kita ke depan nanti. Qadha dan Qadar tidak dapat intip, tebak, apalagi kita bongkar.
Pikiran negatif: Ayahnya telah meninggal (1)
Pikiran negatif: Ayahnya pergi meninggalkan tanggung jawab sebagai Ayah (2)
Pikiran negatif: Ayahnya menjatuhkan talak (3)
Ketika obrolan di rumah berdinding papan yang terasa adem itu, saya masih saja berpikir. Apa yang terjadi dengan Ayahnya. Ah, pikiran melalang buana. Rusuh, kepo, seperti tidak ada pikiran lain yang mesti dipikirkan.
Sempat pula berpikir, saat foto keluarga itu diambil, mungkin sang Ayah sedang tidak bersama mereka dikarenakan urusan pekerjaan.
Pastinya bukan untuk mencampuri urusan orang lain, bukan untuk dijadikan bahan bincangan. Bukan. Namun rasa ingin tahu ini, menimbulkan sikap bersyukur pada diri, senang, dan simpati.
Remaja ini adalah anak lelaki satu-satunya di keluarga mereka, dan dia anak sulung. Saya mengartikannya bahwa dia mempunyai tanggung jawab untuk memberi yang terbaik untuk keluarganya. Dia, menjadi harapan ke depan untuk keluarganya. Ya, jika pikiran negatif itu benar.
Jika keadaan ini benar, maka saya wajib untuk lebih bersyukur. Sejak usia 4 tahun lebih, Bapak saya telah meninggal. Memang tergolong masih sangat kecil. Namun, Allah maha Adil, tidak diambilnya Bapak secara total, tapi semua tentang Bapak, masih adalah dalam ingatan, kenangan.
Dan, saya mempunyai banyak Bapak angkat. Hingga saya tidak merasa kesepian yang terlalu. Saya punya Abah, Pak Cik, dan Bapak, bapak dari sepupu saya. Saya mempunyai kakak yang bisa menjaga saya, dan Emak yang tampaknya tidak pernah mengeluh.
Saya juga teringat dengan seorang teman yang tahun lalu kehilangan Ayahnya. Dia yang dekat sangat dengan ayahnya ini mempunyai banyak kenangan, bahkan berbagai motivasi hidup tampaknya dari sang Ayah. Kini Ayahnya telah tiada, namun ketiadaan sang Ayah dimulai setelah dia menjadi seorang gadis yang hampir masuk menjadi wanita dewasa.
Tapi remaja ini. Dia mempunyai dua adik perempuan yang masih kecil. Dia pun masih tergolong masih sangat muda. Masih sangat membutuhkan perhatian ekstra dari keluarga. Ya, jika pemikiran saya itu benar.
---
Ketika sore, pikiran itu masih saja menyelit di memori otak, bahkan setelah adzan magrib berkumandang, dan berbuka puasa berlangsung. Bersamaan dengan itu, Sinetron Para Pencari Tuhan semakin menguatkan memori itu.
"Saya sudah kalah sejak dulu. Dari kecil. Ibu saya meninggal setelah melahirkan saya, Bapak juga meninggal ketika saya masih merah, dan saya selalu dipukul oleh ibu tiri" dan Isa dalam perannya mengeluh dengan yang penciptanya.
Kita hidup bukan untuk dipermainkan, tetapi menjalani takdir
Salah atau tidak, rasanya seperti itulah kalimat seseorang berkopiah putih di sinetron tersebut.
Ya, benar. Takdir adalah yang penting dalam proses kehidupan ini. Qadha dan Qadar dari kehidupan masing-masing adalah rahasia.
hasdiputra.files.wordpress.com
Namun, apa yang telah ditentukan bukan untuk membuat kita malas, pesimis, atau merasa menjadi permainan di dunia ini. Saya teringat dengan salah seorang Ibu. Ibu ini bilang, bahwa kita adalah pemenang kehidupan. Kita diciptakan sebagai pemenang, dan takdir kita adalah menang.
Ketika kita belum menjadi jabang bayi, kita adalah salah satu dari ribuan sperma yang berlomba menuju indung Ibu. Dari beribu itu, kitalah pemenangnya. Sebelum lahir menjadi darah dan gumpalan daging, kita telah menjadi pemenang.
---
Ketika malam, penasaran itu saya tanyakan. Di foto keluarga tidak ada bapak, kemana?
-Sudah lama meninggal, sewaktu kecil, punya bapak lagi, talak
Ya, Remaja ini mempunyai pengalaman yang lebih hebat dari saya.
Meskipun saya mempunyai banyak bapak angkat, terkadang saya mempunyai pikiran, bahwa teman-teman lain yang tidak terlalu akrab, tidak mempunyai bapak, ayah. Entah, saya terkadang berpikir mereka sama dengan saya. Tapi itu tidak berlangsung lama.
Ya, Remaja ini mempunyai pengalaman yang lebih hebat dari saya.
Ya, semua memang harus disyukuri.
Remaja ini juga, meski sosok itu tidak ada. Dia tampaknya bahagia dengan keadaan yang sekarang. Dia mempunyai sanak family yang perhatian dengannya. Dia mempunyai Nenek, Kakek, adik yang masih bersamanya. Tentu dia bersyukur dengan apa yang ada sekarang. :)
----
Malam ini, sebelum memasukan motor, saya melihat sosok Ayah yang sedang berberes halaman. Sejak bertahun-tahun yang lalu dia seorang diri menjaga dua putrinya. Anak yang paling kecil saat itu mungkin 4 tahunan, dan si Kakak baru tamat SD. Itu ketika saya baru mengenal beliau. Mungkin perjalanan ini sudah lama dilakoninya. Ya, dia sosok Ayah yang mempunyai dua peran. Ayah dan Ibu.
Semua pasti ada hikmahnya. Dan Allah bukan menciptakan kita untuk menemukan kehidupan kelam.
"Ada apa dengan Ayahnya?" tanya
Bukan untuk berbicara tentang hal buruk tentang Remaja ini, tapi tentang keadaan yang disyukuri. Tidak ada ada yang tahu bagaimana kita ke depan nanti. Qadha dan Qadar tidak dapat intip, tebak, apalagi kita bongkar.
Pikiran negatif: Ayahnya telah meninggal (1)
Pikiran negatif: Ayahnya pergi meninggalkan tanggung jawab sebagai Ayah (2)
Pikiran negatif: Ayahnya menjatuhkan talak (3)
Ketika obrolan di rumah berdinding papan yang terasa adem itu, saya masih saja berpikir. Apa yang terjadi dengan Ayahnya. Ah, pikiran melalang buana. Rusuh, kepo, seperti tidak ada pikiran lain yang mesti dipikirkan.
Sempat pula berpikir, saat foto keluarga itu diambil, mungkin sang Ayah sedang tidak bersama mereka dikarenakan urusan pekerjaan.
Pastinya bukan untuk mencampuri urusan orang lain, bukan untuk dijadikan bahan bincangan. Bukan. Namun rasa ingin tahu ini, menimbulkan sikap bersyukur pada diri, senang, dan simpati.
Remaja ini adalah anak lelaki satu-satunya di keluarga mereka, dan dia anak sulung. Saya mengartikannya bahwa dia mempunyai tanggung jawab untuk memberi yang terbaik untuk keluarganya. Dia, menjadi harapan ke depan untuk keluarganya. Ya, jika pikiran negatif itu benar.
Jika keadaan ini benar, maka saya wajib untuk lebih bersyukur. Sejak usia 4 tahun lebih, Bapak saya telah meninggal. Memang tergolong masih sangat kecil. Namun, Allah maha Adil, tidak diambilnya Bapak secara total, tapi semua tentang Bapak, masih adalah dalam ingatan, kenangan.
Dan, saya mempunyai banyak Bapak angkat. Hingga saya tidak merasa kesepian yang terlalu. Saya punya Abah, Pak Cik, dan Bapak, bapak dari sepupu saya. Saya mempunyai kakak yang bisa menjaga saya, dan Emak yang tampaknya tidak pernah mengeluh.
Saya juga teringat dengan seorang teman yang tahun lalu kehilangan Ayahnya. Dia yang dekat sangat dengan ayahnya ini mempunyai banyak kenangan, bahkan berbagai motivasi hidup tampaknya dari sang Ayah. Kini Ayahnya telah tiada, namun ketiadaan sang Ayah dimulai setelah dia menjadi seorang gadis yang hampir masuk menjadi wanita dewasa.
Tapi remaja ini. Dia mempunyai dua adik perempuan yang masih kecil. Dia pun masih tergolong masih sangat muda. Masih sangat membutuhkan perhatian ekstra dari keluarga. Ya, jika pemikiran saya itu benar.
---
Ketika sore, pikiran itu masih saja menyelit di memori otak, bahkan setelah adzan magrib berkumandang, dan berbuka puasa berlangsung. Bersamaan dengan itu, Sinetron Para Pencari Tuhan semakin menguatkan memori itu.
"Saya sudah kalah sejak dulu. Dari kecil. Ibu saya meninggal setelah melahirkan saya, Bapak juga meninggal ketika saya masih merah, dan saya selalu dipukul oleh ibu tiri" dan Isa dalam perannya mengeluh dengan yang penciptanya.
Kita hidup bukan untuk dipermainkan, tetapi menjalani takdir
Salah atau tidak, rasanya seperti itulah kalimat seseorang berkopiah putih di sinetron tersebut.
Ya, benar. Takdir adalah yang penting dalam proses kehidupan ini. Qadha dan Qadar dari kehidupan masing-masing adalah rahasia.
Takdir Umum (Takdir Azali)
Takdir yang meliputi segala
sesuatu dalam lima puluh ribu tahun sebelum diciptakannya langit dan bumi. Di
saat Allah SWT memerintahkan Al-Qalam (pena) untuk menuliskan segala sesuatu
yang terjadi dan yang belum terjadi sampai hari kiamat.
Takdir Umuri
Takdir yang diberlakukan atas
manusia pada awal penciptaannya ketika pembentukan air sperma (usia empat
bulan) dan bersifat umum. Takdir ini mencakup rizki, ajal, kebahagiaan, dan
kesengsaraan.
Takdir Samawi
Takdir yang dicatat pada malam
Lailatul Qadar setiap tahun.
“ Pada malam itu
dijelaskan segala urusan yang penuh
hikmah.” [QS. Ad-Dukhaan (44): 4-5]
Takdir Yaumi
Takdir yang dikhususkan untuk
semua peristiwa yang akan terjadi dalam satu hari; mulai dari penciptaan,
rizki, menghidupkan, mematikan, mengampuni dosa, menghilangkan kesusahan, dan
lain sebagainya.
hasdiputra.files.wordpress.com
Namun, apa yang telah ditentukan bukan untuk membuat kita malas, pesimis, atau merasa menjadi permainan di dunia ini. Saya teringat dengan salah seorang Ibu. Ibu ini bilang, bahwa kita adalah pemenang kehidupan. Kita diciptakan sebagai pemenang, dan takdir kita adalah menang.
Ketika kita belum menjadi jabang bayi, kita adalah salah satu dari ribuan sperma yang berlomba menuju indung Ibu. Dari beribu itu, kitalah pemenangnya. Sebelum lahir menjadi darah dan gumpalan daging, kita telah menjadi pemenang.
---
Ketika malam, penasaran itu saya tanyakan. Di foto keluarga tidak ada bapak, kemana?
-Sudah lama meninggal, sewaktu kecil, punya bapak lagi, talak
Ya, Remaja ini mempunyai pengalaman yang lebih hebat dari saya.
Meskipun saya mempunyai banyak bapak angkat, terkadang saya mempunyai pikiran, bahwa teman-teman lain yang tidak terlalu akrab, tidak mempunyai bapak, ayah. Entah, saya terkadang berpikir mereka sama dengan saya. Tapi itu tidak berlangsung lama.
Ya, Remaja ini mempunyai pengalaman yang lebih hebat dari saya.
Ya, semua memang harus disyukuri.
Remaja ini juga, meski sosok itu tidak ada. Dia tampaknya bahagia dengan keadaan yang sekarang. Dia mempunyai sanak family yang perhatian dengannya. Dia mempunyai Nenek, Kakek, adik yang masih bersamanya. Tentu dia bersyukur dengan apa yang ada sekarang. :)
----
Malam ini, sebelum memasukan motor, saya melihat sosok Ayah yang sedang berberes halaman. Sejak bertahun-tahun yang lalu dia seorang diri menjaga dua putrinya. Anak yang paling kecil saat itu mungkin 4 tahunan, dan si Kakak baru tamat SD. Itu ketika saya baru mengenal beliau. Mungkin perjalanan ini sudah lama dilakoninya. Ya, dia sosok Ayah yang mempunyai dua peran. Ayah dan Ibu.
Semua pasti ada hikmahnya. Dan Allah bukan menciptakan kita untuk menemukan kehidupan kelam.
![]() |
Ilustrasi Bapak dalam tulisan Mengingat Bapak, Pontianak Post 28 Maret 2010 |
Komentar