Tadi siang di Malay Corner, sewaktu buat laporan Club Menulis Nyeh anak rantau dari Sambas memberi kabar tentang Novel baru Tere Liye.
"Novelnyeh kayak novel kite" katanya dengan logat Sambas yang masih terasa. Bahasa sambas yang tidak bisa lepas darinya inilah yang membuat saya memanggilnya Nyeh.
Nama sebenarnya Ibnu Phani Busya. Sejarah dia saya panggil Nyeh ya pas dia presentasi di kelas.
"Satu, blablablala. Dua, blablalblalala. Tige, eh? hehhehe" ciri khas orang Sambas yang kalau bicara menggunakan E (kalEng) membuat Ibnu yang memang asli orang sana, keceplosan saat menyebutkan tiga. Begitu juga kalau dia ngomong punya yang menjadi Punyeh. Makanya saya memanggilnya Nyeh. Biar khasnnya kerasa.
Kabar tentang Novel Tere Liye yang baru ini dirasa Nyeh, ceritanya mirip dengan Novel yang sedang digarap oleh Club Menulis. Tentang Cinta seorang pemuda Melayu pada seorang gadis Tionghoa. Saya yang baru tau tentang Novel ini merasa takjub dengan ide cerita Tere Liye yang menjadikan Pontianak sebagai setting ceritanya. Tere Liye penulis buku Best Seller Hafalan Shalat Delisa yang berhasil ditayangkan di bioskop beberapa waktu lalu.
Ketakjuban selanjutnya, ternyata Novel yang sudah terkumpul tulisannya ini mempunyai tema cerita yang hampir sama dengan Tere Liye. Ketakjuban ketiga, Tere Liye berhasil menyajikan cerita dalam bentuk Novel dengan Setting tempat yang mungkin dia belum pernah datangi. Ya siapa tahu juga ya, Pak Darwis pernah ke sini. Hehehe.
Ketakjuban empat, Tere Liye membuat saya jadi malu ini.
Ya, selama ini fiksi yang dibuat memang bergenre lokal, namun belum sampai ke Novel. Novel pribadi maksudnya. Rasa-rasanya di lilit sama karet dari Kapuass Hulu dan kecentol di jidat kelapa Sawit dari Sambas. Ngaku suka nulis, tapi belum buat yang seri Novel. Ngaku, kagak serius ini.
Hu :(
Tapi semoga ke depannya bisa. Tapi jadi senengnya Pontianak jadi terkenal ini. Terkenal dengan pemuda/pemudi yang berahlak baik yaw. Hehehe.
Moga bisa beli juga Novelnya. Masih sangat kritis ini :(.
Jadi teringat sama Film Batas.
"Novelnyeh kayak novel kite" katanya dengan logat Sambas yang masih terasa. Bahasa sambas yang tidak bisa lepas darinya inilah yang membuat saya memanggilnya Nyeh.
Nama sebenarnya Ibnu Phani Busya. Sejarah dia saya panggil Nyeh ya pas dia presentasi di kelas.
"Satu, blablablala. Dua, blablalblalala. Tige, eh? hehhehe" ciri khas orang Sambas yang kalau bicara menggunakan E (kalEng) membuat Ibnu yang memang asli orang sana, keceplosan saat menyebutkan tiga. Begitu juga kalau dia ngomong punya yang menjadi Punyeh. Makanya saya memanggilnya Nyeh. Biar khasnnya kerasa.
Kabar tentang Novel Tere Liye yang baru ini dirasa Nyeh, ceritanya mirip dengan Novel yang sedang digarap oleh Club Menulis. Tentang Cinta seorang pemuda Melayu pada seorang gadis Tionghoa. Saya yang baru tau tentang Novel ini merasa takjub dengan ide cerita Tere Liye yang menjadikan Pontianak sebagai setting ceritanya. Tere Liye penulis buku Best Seller Hafalan Shalat Delisa yang berhasil ditayangkan di bioskop beberapa waktu lalu.
Ketakjuban selanjutnya, ternyata Novel yang sudah terkumpul tulisannya ini mempunyai tema cerita yang hampir sama dengan Tere Liye. Ketakjuban ketiga, Tere Liye berhasil menyajikan cerita dalam bentuk Novel dengan Setting tempat yang mungkin dia belum pernah datangi. Ya siapa tahu juga ya, Pak Darwis pernah ke sini. Hehehe.
Ketakjuban empat, Tere Liye membuat saya jadi malu ini.
Ya, selama ini fiksi yang dibuat memang bergenre lokal, namun belum sampai ke Novel. Novel pribadi maksudnya. Rasa-rasanya di lilit sama karet dari Kapuass Hulu dan kecentol di jidat kelapa Sawit dari Sambas. Ngaku suka nulis, tapi belum buat yang seri Novel. Ngaku, kagak serius ini.
Hu :(
Tapi semoga ke depannya bisa. Tapi jadi senengnya Pontianak jadi terkenal ini. Terkenal dengan pemuda/pemudi yang berahlak baik yaw. Hehehe.
Moga bisa beli juga Novelnya. Masih sangat kritis ini :(.
Jadi teringat sama Film Batas.
Komentar