Sudah seminggu saya PPL. Sudah masuk beberapa kelas, dengan tampang apa adanya, dan adanya akan menjadi apa. Ya, jika siswa-siswa sangat manis, saya tentu juga akan manis. Tapi, jika ada yang nyeleneh, saya pun bisa berubah. "Menggarang", hehehhehe.
Bukan tentang kelas yang akan saya ceritakan kali ini, tetapi tentang teman-teman PPL saya. Sejak kali pertama menginjakkan kaki di lapangan upacara, saya serasa melihat sinar kecerdasan dari teman-teman PPL saya ini. Untan, FKIP. Jujur, saya dulunya juga menginginkan menjadi bagian dari Universitas mereka. Menjadi mahasiswa di prodi Sosiologi. Namun, karena saya bagian dari orang-orang tidak lulus dan ambil ijazah paket C, akhirnya mengimbun keinginan saya untuk mendaftar di Universitas bergengsi di Kalimantan Bara init. Selain, itu orang-orang yang bisa menjadi mahasiswa kampus ini harus bersaing dengan ribuan orang. Sederhanya, tidak mudah untuk menjadi mahasiswa kampus yang terkenal dengan bundaran Digulisnya ini.
Selain itu, tampang mereka pendiam semua. Santun, meski belum terlihat keramahannya. Namun, senyum sudah saya dapatkan sebelum upacara bendera dimulai saat itu. Hingga akhirnya kami berrsalaman dan mengenalkan diri.
Senin, 19 September 2011. Saya mengenalkan diri pada mereka. Dengan membawa wajah ramah yang berlebihan. PD yang membuncah. Saya mengulurkan tangan, dan berkata "ei, kenalan dulu. Ninda" mereka menyambut jabatan saya. Satu per satu mereka menyebutkan nama. Namun, satua per satu saya tidak dapat mengingatnya. Kecuali Jumanus, Mahasiswa FKIP Bahasa Indonesia. Bagaimana tidak, karena dia adalah yang tercantik dari delapan perempuan yang ada. Jumanus, sangat berwibawa dalam pandangan saya. Dia, berbicara sangat santun, olah vokal yang teratur, bahasa yang cukup meng"indonesia". Pria berkulit putih, dengan rambut belah samping ini berasal dari Ketapang.
Selasa, 20 September 2011. Saya piket hari ini. Sebelumnya saya sudah minta nomor Hp salah satu dari mereka, yang jadwal piketnya sama dengan saya. Namanya Desy. Dia berasal dari sambas, saya yakin begitu, karena logat sambasnya sangat kental. Bahasa yang selalu membubuhkan huruf B saat bicara.Misal, Aok B, yang artinya iya. Kalau bahasa Mempawahnya, iye be. E untuk Elang, E untuk E Kaleng. Tapi, jika di dalam bahasa Indonesia itu berarti, Iya. B tidak ada artinya. Saya kira, seperti itu.
Nanti saya lanjutkan lagi.
Wait ya :)
Bukan tentang kelas yang akan saya ceritakan kali ini, tetapi tentang teman-teman PPL saya. Sejak kali pertama menginjakkan kaki di lapangan upacara, saya serasa melihat sinar kecerdasan dari teman-teman PPL saya ini. Untan, FKIP. Jujur, saya dulunya juga menginginkan menjadi bagian dari Universitas mereka. Menjadi mahasiswa di prodi Sosiologi. Namun, karena saya bagian dari orang-orang tidak lulus dan ambil ijazah paket C, akhirnya mengimbun keinginan saya untuk mendaftar di Universitas bergengsi di Kalimantan Bara init. Selain, itu orang-orang yang bisa menjadi mahasiswa kampus ini harus bersaing dengan ribuan orang. Sederhanya, tidak mudah untuk menjadi mahasiswa kampus yang terkenal dengan bundaran Digulisnya ini.
Selain itu, tampang mereka pendiam semua. Santun, meski belum terlihat keramahannya. Namun, senyum sudah saya dapatkan sebelum upacara bendera dimulai saat itu. Hingga akhirnya kami berrsalaman dan mengenalkan diri.
Senin, 19 September 2011. Saya mengenalkan diri pada mereka. Dengan membawa wajah ramah yang berlebihan. PD yang membuncah. Saya mengulurkan tangan, dan berkata "ei, kenalan dulu. Ninda" mereka menyambut jabatan saya. Satu per satu mereka menyebutkan nama. Namun, satua per satu saya tidak dapat mengingatnya. Kecuali Jumanus, Mahasiswa FKIP Bahasa Indonesia. Bagaimana tidak, karena dia adalah yang tercantik dari delapan perempuan yang ada. Jumanus, sangat berwibawa dalam pandangan saya. Dia, berbicara sangat santun, olah vokal yang teratur, bahasa yang cukup meng"indonesia". Pria berkulit putih, dengan rambut belah samping ini berasal dari Ketapang.
Selasa, 20 September 2011. Saya piket hari ini. Sebelumnya saya sudah minta nomor Hp salah satu dari mereka, yang jadwal piketnya sama dengan saya. Namanya Desy. Dia berasal dari sambas, saya yakin begitu, karena logat sambasnya sangat kental. Bahasa yang selalu membubuhkan huruf B saat bicara.Misal, Aok B, yang artinya iya. Kalau bahasa Mempawahnya, iye be. E untuk Elang, E untuk E Kaleng. Tapi, jika di dalam bahasa Indonesia itu berarti, Iya. B tidak ada artinya. Saya kira, seperti itu.
Nanti saya lanjutkan lagi.
Wait ya :)
Komentar