
Beberapa waktu yang lalu, saya mudik. Terakhir,saya balek diawal bulan Juni. Niatnya saya akan balek lagi, saat menyambut bulan puasa. Waktu saya sampaikan niat ini pada Emak, Emak langsung menjawab “udahlah sekalian lebaran jak”. Kata abang sepupu saya, Mak merajuk. Karena saya biasanya saya akan pulang 1 sampai 2 bulan sekali. Itu pun tidak sampai 24 jam. Kata kakak saya “Cuma numpang tidok, meletehkan badan”. Hahahaha.
Dalam perjalanan, saya mencooba untuk mengamati segala hal. Ya, keinginan menulis membuat saya menjadi pengamat gadungan. Paling tidak, mudik ini ada tulisan yang saya buat. Terserah tentang apa. Tapi ada.
Berbekal Hape Nokia, yang udah lansia. Saya pun mengabadikan segala hal yang menurut saya menarik. Hingga akhirnya, saya pun lebih keliatan, orang yang baru punya hape kamera. Motret-motret hal yang tidak terlalu menarik. Jika ada yang bilang begitu. Mana duli, saya tetap bilang apapun itu, itu tetap menarik. (maksa).
Jadi, saya berhasil berhasil memotret, berbagai objek. Memang, sih saya pun menjadi orang tidak hati –hati saat mengendarai the master saya itu, saya sambil motret-motret. Beberapa foto ini, sengaja saya ambil paling tidak untuk menujukan, ini loh tempat-tempat yang lewati waktu mudik. Atau ini mungkin bisa digunakan untuk menulis perbandingan, kini atau nanti. Misalnya saja, untuk waktu-waktu kemudian, ada yang bercerita “Dulu gunung di peniraman itu hijau sekali. Pohon-pohonnya banyak. Sekarang gunung peniram, merah sekali. Karena banyak bekas kerukan pasir”. Lalu, foto-foto yang saya ambil pun menjadi bukti. Hehehe. (missal)
Sesampainya di kampung saya. Saya lagi-lagi melanjutkan aksi pemotretan. Saya berhasil menjepret bangunan sekolah dasar. Dulu namanya SD N 14, saya sekolah disana. Sekarang tidak salah SD N 09. Bukan hanya nomor sekolahnya saja, yang berubah, tetapi bangunan-bangunannya juga berubah. Kini sekolah itu banyak bangunan. Ada perpusatakaannya, dan tambahan kelas lainnya. Berdinding semen pula. Kalau dulu, hanya berdinding papan. Banyak kisah saya lewati di sekolah itu. saya masih ingat bagaimana saya yang membawa keranjang jualan nasi bungkus. Karena nasi bungkus, saya layaknya selebritis, nama saya selalu disebut-sebut. Mereka berkumpul di depan saya. Dan menjulurkan tangan mereka. Seperti minta tanda tangan. Tapi lebih kenyataannya, nasi yang berbungkus daun pisang itulah, yang jadi rebutan. Mereka menyebut nama saya, karena mau bayar, “Ninda nasi bungkusnya 2, ini duitnye” mereka bukan minta tanda tangan, tetapi untuk memberi uang. Ahh indahnya masa-masa di sekolah.
Episode terakhir dalam perjalanan saya itu, berakhir setibanya di rumah. Sebagai tanda berakhirnya pemotretan perjalanan, saya pun menjepret rumah saya. Bisa saja, bentuk rumah saya juga akan berubah nantinya. Dan membuat saya lupa, bagaimana bentuk rumah yang bertahun-tahun saya tempati.
Komentar