Langsung ke konten utama

Dalam Atmosfer Seni



Bulir keringat jagung seakan melepuh di sekujur tubuhnya. Wajah pucat dengan bibir berlipat kencang. Ia melengkung seperti bayi dalam kandungan. Namun, sangat jelas ia kedinginan, sakit dan tak tertahankan.
“Bukan salahku, tak mendampinginya pergi ke pestanya Arya”, seru Andari dalam hati.
Sebenarnya Andari tidak tega melihat Reza, melengkung tak berdaya seperti itu. Tapi, ada perasaan terima kasih yang ingin ia haturkan pada sakit yang saat ini sedang memeluk erat cowok yang hampir setahun terakhir menjadi pacarnya itu.
Seminggu ini, Reza memang memohon pada Andari untuk malam Minggu ke pesta ulang tahun Arya. Tepatnya tadi malam. Tapi, sejak Reza mengenalkan Andari pada Arya, Andari sudah merasa tidak suka melihat Reza bertemanan dengan cowok beranting itu. Entah karena Andari memang tidak suka dengan cowok beranting atau apa, yang pasti Andari merasa bahwa Reza salah memilih teman.
Kebisingan Andari dengan pertemanan Reza dan Arya semakin menjadi, setelah Andari merasakan ada kebiasaan yang berubah pada diri Reza. Reza yang tidak suka bergadang di luar rumah itu, kini seakan sudah tidak punya rumah sendiri. Hampir setiap hari ia tidak tidur di rumahnya.
“Aku cuma ngumpul aja Ndri, nggak ngelakukan apa-apa!. Paling latihan band, buat lagu, atau ng-game, main kartu, nonton bola, nggak lebih”, jelas Reza ketika Andari mencoba mengetahui kegiatan malam cowok yang lebih tinggi 10 cm dari dirinya itu.
“Kamu jangan takut, Arya anak yang baik. Kita menyukai aliran musik yang sama, bahkan laguku terasa lebih hidup dalam dentuman drumnya”. Yakin Reza yang menyadari kekhawatiran Andari.
Mata sembab Andari tidak bisa disembunyikan, aura sedih dan ketakutannya melihat kondisi Reza juga tidak diragukan lagi. Tapi, seperti pemikiran sejak awal, Reza yang sekarat saat ini bukan karena kesalahanya. Salah karena tidak menemani Reza ke Pesta itu.
“Jika Aku, menemani Reza. Mungkin, Reza tidak akan seperti ini. Reza pasti lebih memperhatikan Aku. Reza pasti lebih memilih mengantar aku pulang, dan mendengarkan Aku agar ia segera pulang ke rumahnya. Tidur dan menyiapkan diri untuk sekolah hari ini”. Mata Andari pejam, keningnya mengerut, hidug bangirnya merah. Tubuhnya yang lunglai menyandar tak berdaya di dinding putih kamar Arya. Tak mampu ia menompang badanya sendiri, sekedar membantu Reza untuk minum air putih.
Masih segar dalam ingatannya, kata-kata Reza yang akan menjaga dirinya sendiri. Berjanji tidak akan terjerumus ke dunia gemerlap, mencoba ekstasi, narkotika, atau obat-obat yang katanya bisa menenangkan diri itu.
“Kamu takut, Aku drugs kan?, kamu takut aku nantinya punya hobi dugem, mabuk-mabukan? Kamu takut, Arya akan mengasutku untuk ikut kebiasaanya. Gitu? Aku nggak akan seperti itu Ndri”. Reza saat itu, seakan membaca pemikiran Andari.
“Ndri, Arya memang tampangnya nggak karuan, tato, anting, jeans bolong. Arya memang punya gaya yang semuanya kamu tidak suka. Percaya dengan Aku, Arya anak yang baik. Dia dekat sama Aku dan bandku bukan ingin menjemrumuskan kami. Tapi ia tulus mau berteman dengan kami”.
Masih terngiang dalam pendengaran Andari kalimat-kalimat itu. Andari memang mengakui bahwa ia terlalu curiga bahkan salah menilai orang dari penampilanya saja. Namun, feeling Andari sangat kuat. Ia yakin, Reza memang salah memilih dan menilai temannya. Hingga suatu saat, Andari membuktikan kekhawatirannya selama ini.
Diam-diam Andari mencari tahu informasi tentang Arya. Asal sekolah, keluarga, pacar, tempat ngumpul bahkan prestasi belajar Arya di sekolahnya. Layaknya seorang detektif Andari mendeteksi kecurigaan-kecurigaanya pada Arya. Selama menelusuri kehidupan Arya, Andari pun tahu bahwa Arya memang tergolong anak yang ramah pada siapa pun. Namun, hal yang membuat Andari terheran ialah saat SMP Arya di kenal sebagai anak kurang pergaulan. Temannya sedikit, bahkan ia lebih sering menjadi bahan ejekan teman-temanya. Sedangkan Arya yang sekarang Andari kenal, yang tampak jelas adalah Arya bertampang Preman bukan si Culun. Arya juga berasal dari keluarga yang berada, orang tuanya memiliki jabatan yang cukup disegani dalam pemerintahan daerah. Meski Andari tidak benar-benar mengenal siapa orang tua dari Arya si bungsu dari empat bersaudara.
Data tentang profil Arya itu, membuat Andari berpikir bahwa Arya yang sekarang ialah Arya yang salah memilih peran. Jati diri yang ia tanami pada dirinya yang dulu culun kini bertampang preman, adalah jati diri yang bukan sebenarnya. Ingin Andari mendekati Arya dan menjadikannya teman, seperti Reza yang telah mengagungkan Arya sebagai anak yang baik. Namun, keinginan itu mesti musnah setelah Andari tahu, bahwa Arya memanglah penyebar drugs dan mencari mangsa baru yang ikut ke jalan yang sama dengannya.
Andari semakin nanar setelah melihat langsung Reza yang sedang asyiknya menghirup serbuk dari kertas kecil di dalam kamarnya. Sejak itulah, Andari semakin ingin memusnahkan Arya dalam sejarah kehidupannya. Andari menyesal Reza telah memlih teman seperti Arya. Ingin Andari menghantam Reza ke tembok putih dan mempraktekan ilmu Tekwondo yang ia miliki pada Reza yang sedang asyiknya menikmati barang haram yang sangat dibenci oleh Andari.
Meskipun tindakan itu tidak terjadi, dan meskipun hubungan Reza dan Arya tidak sampai pada jenjang bubaran, Andari tetap merasakan sesak yang menyumbat batinnya. Hingga pada suatu saat Reza mengajak Andari untuk ikut ke ulang tahun Arya.
“Ndri kamu, ikut aku ya ke ulang tahunya Arya. Arya menundang kamu dan kamu bisa lihat aku dan bandku bermain disana”. Pinta Reza dengan memelas setiap harinya seminggu ini.
“Za, kamu itu kehabisan pikiran ya?. Za kamu tahukan aku tu nggak suka dengan Arya, dan kamu tahu apa sebabnya”, teriak Andari siang sabtu itu setelah usai pelajaran.
“Temani aku kesana. Jujur aku takut berada disana tanpa kamu Ndri. Aku khawatir Aku tidak bisa mengontrol diri saat berada dilingkungan Arya. Please Ndri, Aku janji sekali ini saja, Aku bertemu dengan Arya dan bandku. Aku ingin tampil sekali saja bersama mereka. Hanya itu, setelah pesta usai kita pulang. Aku janji”.
Wajah memelas Reza masih membayang dalam mata Andari yang terpejam. Linangan air matanya sudah jatuh hingga berpuluh-puluh kali. Andari pun, masih ingat dengan jawabanya dan pilihan yang ia berikan pada Reza.
“Kamu pergi ke pesta itu, berarti kita putus. Kamu tinggal pilih, pergi ke pesta atau putus denganku”, sahut Andari kahawatir. Bukan karena putusnya hubungan mereka, tapi khawatir jikalau Reza benar-benar pergi tanpa dirinya. Andari tahu, Reza sangat bangga dengan bandnya, dan besar keinginannya untuk tampil di pesta Arya, terlebih acara pesta Arya memang mengundang anak-anak band Indie lainnya. Tapi, tidak bisa dibohongi, rasa marah Andari pada Reza sudah memuncak. Reza sudah tidak mau mendengar kemauanya lagi. Bahkan meragukan kekhawatiran Andari selama ini.
Cowok yang tingginya lebih 10 cm dari Andari masih meringkuk kesakitan. Tidak ada yang berani membawanya pergi dari kamar besar yang sesak dengan berbagai macam alat untuk menghirup dan mengisap sabu, ganja atau barang haram lainnya. Emosi Andari semakin memanas. Dalam suhu emosi yang tidak terkontrol itulah, ia semakin berterima kasih pada Over Dosis yang menjelajah tubuh Reza. Terima kasih telah merasakan dan membuktikan pada Reza bahwa inilah yang Andari takuti selama ini.
*
“Mei kau nangis?”, Winda menabuk pelan pundakku. Serasa dijatuhi buah mangga seberat 7 ons dari atas pohon yang berjarak tidak meter. Hahaha lebay!
“Kalau iya kenapa?, sakit Win!”, omelku padanya. Kuusap berulang kali pundakku yang masih terasa panas karena pukulannya itu. Sok, sakit padahal sakitnya tidak terlalu.
“Iya, maaf. Salahmu dari tadi diteriaki nggak duli. Nggak sadar kan kalau muka aku ini udah berjarak tiga jari dari mukamu sejak tadi?” cerita winda. Rasa heran mampir dalam pikiranku, kenapa bisa jarak mukannya berjarak tiga jari dari mukaku.
“Maksudnya?”, tanyaku heran.
“Dari tadi itu, kamu nangis sendiri, ngomong sendiri. Aku panggil nggak dihiraukan, Aku intiplah wajahmu yang seluruhnya ditutupi rambut kuntilanak nggak keurus ini” Winda menjabak rambutku. Ini memang kebiasaanya, dijambak dan kemudian dihinanya rambut panjang hitam, yang sangat indah milikku ini. Indah menurutku, tapi tidak untuk Winda yang suka menjabaknya dan menyebutnya rambut kuntilanak tidak terurus.
“Bagaimana keurus, kalau tangan jahilmu tidak bisa diam” aku mennyisir rambutku dengan jari-jari. Lumayan rapi.
“Aku sedang latihan Winda cantik”. Pura-pura memuji
“Alah jangan pake kata cantik, sudah tahu Aku, mana pernah kamu mau mengakui kecantikanku ini” Wajah winda yang sok seleb muncul.Aku terpikal melihat gayanya.
“Kapan manggung?” tanya winda, menyambar keinginanku untuk bicara “Malam besok aku tampil, kamu mesti nonton”.
“Tiket gratis buat kamu, sudah tahu” giliranku menyambar keinginannya untuk bicara. Sudah menjadi hal yang tidak mengherankan lagi, temanku yang satu ini selalu ingin melihatku tampil di teater. Sebagai teman yang selalu menganggap seni adalah masalahnya dia tetap menjadi teman yang selalu mendukungku yang menganggap seni sebagai pemecah masalah. Jangan heran, mengapa Winda menganggap seni seperti itu, karena wabil khususnya dia memang kaku jika dihadapkan dengan atmosfer indah yang bernama seni ini.
“Seni itu masalah buatku Mei. Kamu tahu Suaraku ini cempreng, jadi jangan harap aku bisa nyanyi. Tangan-tangaku seperti besi jika disuguhkan alat musik. Tulang-tulangku seperti kayu jika disuruh nari, mukaku akan berubah seperti udang rebus jika diberi naskah” lucu sekali, saat Winda mengaku akan hal itu dulu.
“Tapi, aku tetap suka seni, Mei. Penikmat seni gitula pasnya. Apalagi sama senimannya hehehehe”.
“Mei, Mei ayo kita gladi” suara Rio membuyarkan lamunanku pada pengakuan Winda tempo dulu.
“Eh Miss peran, dipanggi tu” Winda menyadarkanku yang masih memegang kertas naskah.
“He em” sahutku dan meninggalkan Winda menungguku bersama bacaan komiknya.
*
Besok, Aku akan tampil sebagai Andari. Remaja cewek yang anti Drugs, dan dunia malam. Tidak seperti remaja kebanyakan, yang mengagumi dunia seperti itu, sekedar ingin dibilang remaja gaul, atau salah menempati diri dalam pencarian jati dirinya. Sayangnya, meskipun Andari sudah berusaha menjauhkan diri, malah Reza sang pacar yang terjerumus. Padahal Andari sudah berusaha untuk mengingatkan Reza agar tidak bergaul dengan Arya. Arya adalah Drumer baru di band Reza, yang entah mendapat wangsit darimana Andari merasa bahwa kehadiran Arya akan membuat Reza ke dunia remaja yang salah langkah. Bukan karena masa lalu Arya atau penampilanya. Tapi, Andari yakin Arya berteman dengan Reza bukan sekedar sebagai teman yang memiliki kesamaan rasa suka pada aliran musik, namun Arya ingin Reza ikut menjadi dirinya. Menjadi pecandu drugs dan dunia malam.
Menurutku, apa yang dilakukan oleh Andari adalah benar. Aku dan Andari memiliki pemikiran yang sama. Remaja tidak boleh salah tempat untuk mencari jati diri mereka. Seni tidak hanya atmosfer indah dalam hidupku, tapi seni sudah menjadi penyelamat pergaulanku. Aku tidak perlu bersusah payah mencari jati diriku yang sebenarnya. Seni peran sudah bisa membantuku untuk mendapatku Aku yang lain. Seni adalah emosiku.
*
“Cukup!” Andari melangkah sempoyongan ke dalam kamar. Berdiam diri, menangis, bersyukur melihat keadaan Reza adalah hal yang salah. Andari sadar, secepat mungkin ia harus membawa Reza pergi dari rumah Arya. Menyelamatkan Reza, adalah tindakan yang tepat. Rasa cemas yang membawanya datang ke rumah Arya bukan, untuk melihat kondisi Reza yang sudah lemah seperti ini. Tapi rasa cemas itu, membawa Andari untuk menyelamatkan Reza.
“Wow, horee, pok,pok. Ihaiiii” suara-suara sorak dan tepuk tangan penonton memecahkan heningku. Alhamdulillah, penampilanku hari kali ini tidak mengecewakan mereka. Semoga, pertunjukan tadi membawa berkah untuk mereka yang hadir diruangan ini.
“Selamat ya” Winda memelukku dari belakang. Penikmat seni itu sejak tadi sore menemaniku.
“Eh, Mei yang jadi Reza itu Bagaskan?”. O’o Miss lirik mulai beraksi ni.





























Komentar

Postingan populer dari blog ini

Daftar Riwayat Hidup: Farninda Aditya

  DAFTAR RIWAYAT HIDUP DATA PRIBADI Nama Lengkap                            : Farninda Aditya NIP                                                                  : 199008242019032012 Jabatan                                                  : Penata Muda Tk.I, (III/b) Asisten Ahli Jabatan Tambahan                             : Sekretaris Prodi PIAUD FTIK IAIN Pontianak Dosen Pengampu                              : Mata Kuliah Bahasa Indonesia                                           Tempat/tanggal lahir                   : Mempawah, 24 Agustus 1990 Jenis kelamin                               : Perempuan Agama                                         : Islam Ruang                                                     : 210, Lantai II,  Gedung Prof. KH Saifuddin Zuhri GOOGLE SCHOOLAR             :   https://bit.ly/3lqX6US Silakan unduh dan sitasi pada       : MODERATION OF LANGUAGE IN A DIFFERENT FAMILY ENVIRONMENT (Language Moderation in The Multi-Ethnic Family Circumstances) | IC

Pertemuan 1: Magang 1

    Assalamualaikum, ww.   Halo kawan-kawan mahasiswa. Selamat telah sampai pada level ini. Selamat sudah masuk sampai perkuliahan Magang 1. Selamat juga berhasil menyelesaikan ritme perkuliahan melalui Daring selama ini. Kalian semua hebat.   Pada perkuliahan Magang1, saya Farninda Aditya dimanahkan untuk mengampu mata kuliah ini. Bagi yang sudah pernah bertemu dengan saya pada mata kuliah sebelumnya, Bahasa Indonesia terutama, tentu sudah paham bagaimana gaya pembelajaran saya.    Menulis adalah yang Utama. Disiplin adalah Aturan. Komunikasi adalah Penyelamat.  Sebelum membahas tentang Apa itu Mata Kuliah Magang?, perkenankan saya menjelaskan cara belajar kita.   Pertama,  Media . Media utama yang digunakan adalah WhatsAap, e-Leraning, Google Meet, Youtube, Instagram, dan Blog.   Media berkomunikasi adalah WhatsAap dan pembelajaran adalah e-Learning. Jadi, segala informasi akan saya sampaikan sebelumnya melalui jaringan ini, terkait media yang akan digunakan p

Bedences

Cuci Motor Bdences. Itulah nama tempat penyucian motor yang saya lihat di daerah Bakau Besar, Kabupaten Mempawah. Di sekitar tikungan, di dekat masjid. Tidak terlalu jauh setelah jembatan yang diperbaiki tahun lalu.   Baru kali ini melihat tempat cuci tersebut   setelah hampir tiga bulan tidak balik kampung. Saya menyimpulkan, tempat ini adalah baru. Namun, yang menarik dari perhatian saya bukan gambaran tempat penyucianya, bukan fasilitasnya, bukan orang yang sedang menyuci. Tapi, Bdences yang menjadi nama tempat pencucian ini.  Bdences mengingatkan saya dengan kata populer   yang digunakan remaja-remaja di Jalan Bawal. Bawal adalah nama gang yang ada di sekitar Pasar Sayur Mempawah.   Batasan-batasan jalan ini sempat saya tanyakan pada seorang teman yang tinggal di sana. Menurutnya Jalan Bawal I berada di samping Lapangan Tenis, Bawal II   berada di seberang Jalan menuju Pasar Sayur menyeberangi jalan menuju Tol Antibar. Bawal II berada   di belakang SD Negeri 1 Mempawah atau