“Click”.
Pintu kamar ruangan Arwana 18.19 kubuka. Gelap!. Cayaha lampu tak sigap menerangi kamar yang kumasuki ini. Hanya ada dua tempat tidur yang diperuntukan dua pasien. Keduanya dipisahkan dengan tirai biru yang panjang.
“H...?”, aku serasa mati rasa.
Ia terbaring dengan sangat lemas tak berdaya dimataku. Tubuhnya sedikitpun tak kulihat. Selimut tebal bermotif bunga-bunga habis menutup seluruh tubuhnya. Handuk kecil berwarna hijau melekat diatas dahinya.
“Demam k?” kataku dalam hati.
Kakiku melangkah masuk, tatapan dari 7 pasang mata mengarah padaku. Mereka melihatkan sumringah yang cukup cerah. Aku tersenyum membalas keakraban yang mereka klihatkan padaku. Ada Kak Pita, bang Budin, kak Ica, Yayan, Arif, dan Enda. Setumpuk kue dan sekantong buah Langsat tepat dihadapan mereka.
Aku tidak segera duduk, aku langsung menghampri kasur yang tingginya sepinggangku itu. Aku memberi senyum terbaikku malam ini untuknya. Ia memandang kearahku dan tersenyum. Tak kuat aku melihat wajahnya yang semakin pucat. Kulihat kertas HVS tertempel di dinding sedikit kekanan dari arahnya. Pre-Puasa 24 jam, begitulah kira-kia.
“Masih puasa k?, sudah pucat macam tu.” Aku berpikir lagi.
Hah!, tidak tega rasanya melihat ia, terbaring melemah seperti itu. Selama ini kami selalu tertawa bersama. Bahkan, berkelahi dalam gurauan. Dia, bisa kukatakan cukup dekat denganku.
Dia, Ari Yunaldi. Salah satu abangku yang ada di LPM. Dia dulu juga menjadi mentorku ketika OPAK. Keadaanya yang sekarang ini, dikarenakan baru saja selesai operasi kaki. Kaki patah, kiri bagian paha. Beberapa waktu yang lalu 12/01/10, ia kecelakaan. Tabrakan sesama motor. Huh! Si motor cara menyapanya kasar.
Mengingat sejarah 12.01.10.
Komentar