Langsung ke konten utama

Pariwisata Apa yang Menggantikan Kekayaan Tanjong Bangkai


Pertanyaan ini mengadu-adu sejak saya mendengar kabar bahwa bagian ujung kampung akan dijadikan tempat wisata. Tanjong Bangkai atau juga dikenal dengan Tanjong Burong yang sepi, penuh pepohonan, bahkan sering dikenal tempat angker nantinya akan diubah menjadi tempat keramaian. Laut Cina Selatan yang dihadap oleh Tanjong Bangkai akan didatangkan banyak orang. Tanjong, tempat yang kata teman-teman saya bilang banyak meteor dulunya alias banyak lubang di jalan akan menjadi terkenal.

Saya juga pernah mengkhayal bahwa kampung kami yang berdiri sejak 1772 Masehi itu berpotensi menjadi tempat wisata. Tapi, dalam pikiran saya yang mengelolanya adalah masyarakat Tanjung, orang Mempawah, orang Kalimantan Barat. Bukan seperti kabar yang saya peroleh. Tanah kami dibeli oleh orang asing. 

Sungguh, kali pertama saya mendengar, saya merasa sedih. Saya benar-benar takut jika kampung dengan segala yang ada di sana, akan hilang identitasnya. Mungkin dinilai kolot, terlalu khawatir, dan bisa juga orang menilai bahwa saya sok cinta kampung. Tapi, ini hanya akan menjadi kebimbangan saya sendiri. Menjadi penolakan saya pribadi. Saya tentu tak punya suara untuk didengar dan diambil pendapatnya oleh orang kampung karena saya memang lah hanya sekadar “anak-anak”. Lagi pula, apa saya berani menyampaikan hal tersebut?

Tidak.

Untuk mencari data tentang kampung saja, saya masih takut. Takut dianggap bahwa saya ini hanya sok-sok an. Apalagi untuk memberi pendapat pada tetua yang ada di sana. Lagi pula, tanah keluarga saya pun tak terhitung. Tak ada tanah yang dapat dijadikan alasan sebagai penolakan. Walaupun penolakan tidak pernah saya dapati. Malahkeluarga sangat mendukung, tetangga juga tahu saya menulis. Tapi, tetap saja saya tak PD.

Tadi, baru saja saya mencari informasi berkenaan dengan sejarah Tolak Bale Pokok Bulo Kampong Tanjong. Tradisi yang telah ada sejak kampung di buka itu membuat saya semakin menyayangkan bahwa ada rencana kampung kami akan mendapatkan penjamahan dari tangan orang asing. 

Info yang saya dapatkan memang masih belum jelas. Saya hanya mendengar. Tidak menyaksikan langsung rembukan pemilik tanah dan tetua kampung. Saya juga tak melihat orang yang menjadi perantara penjualan itu. Apabila itu benar adanya, ini lah tanggapan saya. Saya khawatir, kampung kehilangan identitas jika bagian dari kampung kami diolah oleh orang yang bukan dari negara kami sendiri.

Hilang identitas yang saya maksud terutama tentang kekayaan yang ada di Tanjong Bangkai. Kabarnya, di bagian pantai lah yang akan dijadikan tempat wisata itu. Ujung kampung yang menghadap laut oleh masyarakat di luar kampung kami menyebutnya Tanjong Burong atau Tanjong Bangkai. Tadi, saat informasi tentang Sejarah Tanjung telusuri, saya mendapat penjelasan tentang Tanjong Burong dan Tanjong Bangkai. 

Nama Tanjong Burong bukan sekadar diberi nama, ada alasa mengapa Tanjong diberi nama yang demikian. Di tempat ini merupakan tempat berkumpulnya burung keloang, atau kaong, yang bentuknya lebih besar dari kelelawar. Saking banyaknya burung itu hinggap di sana, dikenal lah Tanjung sebagai Tanjong Burong. Diberi nama Tanjong Bangkai juga punya alasanya. Peperangan saudara antara Kerajaan Mempawah dengan Kerajaan Sambas lah yang menyebabkan Tanjong Burong juga dikenal sebagai Tanjong Bangkai.  Perang yang trejadi di laut Cina Selatan itu memakan banyak korban. Sambas yang mempunyai Benteng di Temajo dan Mempawah mempunyai benteng di tempat yang saat ini dikenal sebagai benteng. Pasukan yang telah mati, hanyut di lautan dan menepi di Tanjung. Sehingga, dikenal lah Tanjung itu sebagai Tanjong Bangkai. Ini berkisah tentang sejarah nama  Tanjong Burong atau Tanjong Bangkai, dan sejarah pembentukan nama ini juga menjadi bagian dari sejarah Tanjung. 

Di sana, pasir pantai sudah menghampar. Saya dan teman-teman dekat dulu ikut tetangga pergi ke sana hanya sekadar untuk menyantap makanan di sana. Angin laut yang damai dengan pemandangan biru membentang dan kepudaran pulau yang menampakan diri, membuat suasana di sana terasa nyaman. Pada pemilu Legislatif, pasca menyoblos saya pergi ke pantai bagian ujung melihat keadaanya. Sesampai di titian, saya dikejutkan dengan terbangnya seekor burung bangau dari balik pepohonan api-api. 

Sesampai di sana, saya melihat seorang laki-laki menebar jala. Saya bertanya asal penjala itu, dia bilang dari Pinyuh. Mendengar tempat tinggalnya yang cukup jauh dari Tanjung saya merasa bangga karena orang dari negeri jauh datang ke Tanjung untuk mencari rezeki. Mereka percaya di negeri Tanjung akan memberikan sedikit kehidupan untuk mereka. 

Orang itu bertenis Tionghoa. Saya pun teringat dengan rombongan dengan orang Tionghoa yang membawa keranjang anyaman dari bambu yang mereka gantung di sisi kanan boncengan sepeda. Mereka mencari keramak di sana. Kadang di kampung kami, mereka mencari tupai. 

Selain itu, banyak pula orang yang memancing ikan sembelang. Entah orang dari mana saja yang datang ke kampung kami, membawa joran yang panjang. Mereka wajah asing, bukan orang Tionghoa, mungkin orang Melayu yang tidak saya ketahui. Biasanya, orang Benteng dan Kampung Pasir, tapi para laki-laki yang saya lihat membawa pancingan itu tak dapat saya perkirakan. Kecuali, ibu-ibu yang bersepeda dengan keranjang penuh. Mereka membawa ikan. Ibu-ibu yang datang ke laut kami itu biasanya juga berasal dari Benteng dan Kampung Pasir, mereka mencari kepa dan Tengkuyung. Itu lah kata Tok Jai tadi, “Tanjong Kepa jak yang tak disebot Tanjong tu, banyak kepa di sana selaen banyak burong”.

Oh, iya pencari kepiting juga ada di sana.

Jika bagian kampung kami diubah jadi tempat wisata, entah tempat wisata yang bagaimana. Saya Cuma bisa membayangkan seperti yang ada di Wisata Nusantara di Penibong, dan wisata pantai di Singkawang.
Seperti yang saya katakan di awal, saya juga pernah mengkhayal bahwa kampung kami menjadi tempat wisata. Tapi bukan wisata permainan dengan kecanggihan teknologi. Saya lebih mengarah pada wisata alam. Bakau dan Api-api diperbanyak. Biar kepiting, kepa, tengkuyung, udang dan sejenisnya semakin banyak. Tentu akan banyak orang ke Tanjong untuk mencoba mencari, mereka akan merasa lebih dekat dengan alam. Sekolah alam pun bisa juga dilaksanakan di sana. Burung Bangau juga akan dapat beterbangan dengan bebas, banyak udang yang bisa di santap. Orang juga tetap bisa mancing ikan sembelang, dan itu akan menjadi santapan yang enak jika di sana juga disediakan pondokan rumah makan.

Tanjung juga punya tradisi Tolak Bale Pokok Bulo, tradisi ini juga menjadi aset wisata. Robo’-robo’ saja menarik banyak orang, tentu saja acara tradisi Tolak Bale jika dikenalkan lebih luas banyak yang akan datang, apalagi ditambah festival lomba acara ulang tahun Tanjong. 

Tanjong juga punya kesenian radat dan Tar kedua seni ini berkolaborasi sebagai bagian dari sambutan untuk pengunjung yang datang di kampung. Orang-orang juga biasa menganyam, ada yang menganyam tikar pandan, ada pula yang membuat keranjang. Makanan tambol, uh orang Tanjong jangan dicapak. Masakan enak, apalagi ada tim PKK yang pernah ke nasional dengan berbagai penemuan dari alam Tanjung. 

Itu lah sebagian dari khayalan saya.
Jika memang, Tanjong Bangkai akan diubah, pariwisata apa yang mereka gantikan untuk Tanjong kami yang kaya itu?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pertemuan 1: Magang 1

    Assalamualaikum, ww.   Halo kawan-kawan mahasiswa. Selamat telah sampai pada level ini. Selamat sudah masuk sampai perkuliahan Magang 1. Selamat juga berhasil menyelesaikan ritme perkuliahan melalui Daring selama ini. Kalian semua hebat.   Pada perkuliahan Magang1, saya Farninda Aditya dimanahkan untuk mengampu mata kuliah ini. Bagi yang sudah pernah bertemu dengan saya pada mata kuliah sebelumnya, Bahasa Indonesia terutama, tentu sudah paham bagaimana gaya pembelajaran saya.    Menulis adalah yang Utama. Disiplin adalah Aturan. Komunikasi adalah Penyelamat.  Sebelum membahas tentang Apa itu Mata Kuliah Magang?, perkenankan saya menjelaskan cara belajar kita.   Pertama,  Media . Media utama yang digunakan adalah WhatsAap, e-Leraning, Google Meet, Youtube, Instagram, dan Blog.   Media berkomunikasi adalah WhatsAap dan pembelajaran adalah e-Learning. Jadi, segala informasi akan saya sampaikan sebelumnya melalui ...

RPS Bahasa Indonesia

Deskripsi Mata Kuliah : Mata kuliah Bahasa Indonesia adalah Mata Kuliah Umum (MKU) yang berisi materi kebahasaan yang menunjang Kompetensi pedagogik, Kompetensi kepribadian, Kompetensi sosial, Kompetensi profesional mahasiswa Tarbiyah dan Ilmu Keguruan dalam bidang sebagai calon pendidik. Materi meliputi; Hakikat dan kedudukan Bahasa Indonesia, Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia, Ejaan yang Disempurnakan (EyD), Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia secara Lisan dan Tulisan (Bahasa Indonesia yang baik dan benar), Dasar-Dasar Mengarang (Ragam, fungsi dan diksi bahasa Indonesia, Pemanfatan kamus bahasa indonesia (Bahasa Baku), Pemanfaatan kamus dan tesaurus, Ragam bahasa ilmiah lisan dan tulisan, dan demonstrasi berbahasa Indonesia RPS Bahasa Indonesia   1.     Aditya, F. (2018). Forms And Meanings Of Traditional Foods In Tanjung Village Community, Mempawah, West Kalimantan. Khatulistiwa , 8 (2). https://doi.org/10.24260/khatulistiwa.v8i2.1161 2.   ...

Daftar Riwayat Hidup: Farninda Aditya

  DAFTAR RIWAYAT HIDUP DATA PRIBADI Nama Lengkap                            : Farninda Aditya NIP                                                                  : 199008242019032012 Jabatan                                                  : Penata Muda Tk.I, (III/b) Asisten Ahli Jabatan Tambahan                             : Sekretaris Prodi PIAUD FTIK IAIN Pontianak Dosen Pengampu                ...