Langsung ke konten utama

P E K E R J A A N



Selesai kuliah, mau kerja apa? Dimana? Mengapa?

Kadang itu menjadi pertanyaan mahasiswa akhir pada diri mereka sendiri. 

Saya sendiri pernah mengalami masa galau mencari pekerjaan yang sebenarnya hati saya  tak 100%  menginginkanya.  Alasanya ya karena saya khawatir, pulang ke rumah tak dapat membawa bincingan. Oleh-oleh, misalnya. Bukan rumah kediaman ibu saya tetapi, rumah tempat saya tinggal di kota ini. Rasanya malu saja, sudah sarjana tapi tak ada penghasilan untuk menyisihkan itu. Akhirnya saya memutuskan untuk mencari kerja, setelah diterima eh saya malah mengundurkan diri. Alasanya, saya fokus untuk kuliah yang waktu itu telah lolos di perguruan tinggi, tempat saya melanjutkan pendidikan. Lagi pula, saya akhirnya sadar, mencari pekerjaan tambahan hanya karena uang, itu bukan pilihan yang tepat. Hati menolak, apalagi setelah tahu “Bapak” menganggap bahwa apa yang saya lakukan tampak seperti kurang kerjaan. Bekerja karena mencari uang? Itu bukan gaya “Bapak”. Pun orang rumah tak pernah mempermasalahkanya, masalah yang saya buat-buat sendiri. Seperti itu lah.

Jujur saja, sejak saya bergabung sebagai wartawan kampus, saya tak khawatir dengan pekerjaan saya nantinya. Saya pikir, proses belajar saya sebagai wartawan dapat menjadi profesi saya nantinya. Apalagi setelah berada di Club Menulis, saya semakin pede bahwa pekerjaan memang tidak menjadi objek pencarian. Jadi pertanyaan untuk mahasiswa akhir yang yang ditulis di atas tidak menjadi bagian obrolan dalam pikiran saya. 

Hingga Cece di toko depan gang bisa berkata “Dia ini tidak pernah menjadi pengangguran”. Saya tidak tahu alasan tepatnya, hingga dia berpendapat seperti itu. Simpulan yang saya ambil mungkin dia memerhatikan saya yang selalu mengenakan pakaian rapi, dengan sepatu orang kantoran dan pulang sore. Sibuk sekali, kelihatanya. Padahal, saya hanya sok sibuk :D

Jelasnya, apa yang saya dapati sekarang bukan karena diri saya. Ada pihak lain yang memberikan penilaian pada saya, hingga saya bisa berada di pekerjaan yang sekarang. Saya ingat dengan obrolan yang menjadi nasihat untuk saya dari beliau, penilai. Saya menganggap obrolan ini adalah nasihat untuk saya, dan saya menganggap bahwa beliau adalah pemberi nasihat.


“Masih ada orang menilai kita karena kemanusiaan, karena kemampuan kita dalam bersikap dan kepandaian kita melakukan sesuatu”

Kemanusiaan yang dimaksud karena menilai dengan perasaan bukan karena kamu punya jabatan apa atau kepintaran yang bagaimana. Sikap yang ditunjukan dapat diterima oleh orang lain, ramah, senyum, tidak bepikir negatif dengan pekerjaan yang dilakukan. 

Penasihat saya bilang, ada yang bekerja dengan wajah yang asem, misalnya saat dia mengantar surat. Wajahnya tidak melihatkan keramahan, tampak tak kuasa, sikap seperti itu membuat orang yang menerima pun menjadi malas untuk berkomunikasi dengannya. Mungkin karena dia memiliki pendidikan yang dirasa tidak pantas untuk mengantar surat.  Lalu beliau bertanya pada saya, bagaimana dengan saya jika saya mengantar surat? Pertanyaan itu juga saya anggap sebagai nasihat.

Saya bisa mengambil pembelajaran dari nasihatnya. Mungkin karena saya sekarang sedang melanjutkan pendidikan strata dua saya akan merasa bahwa pekerjaan mengantar surat bukan lah pekerjaan yang selevel dengan pendidikan saya. 

Entah lah, apa inti sari obrolan mengarah pada maksud yang sama dalam pikiran saya, pastinya saya tak sedikit pun bepikir itu. Saya katakan pada beliau apa pernah melihat saya mengangkat meja, buku, dan kursi di ruangan dari lantai III ke lantai III lagi. Wajah merah, keringat becucuran, kefeminiman saya, ah jangan tanya, sejak dulu memang memudar apalagi membawa barang-barang seperti itu. Jadi pekerjaan saya bukan jadi gengsi untuk saya. Mengapa saya mesti asem karena mengantar surat, mengantar potongan buku yang membuat saya agak melebarkan kaki di pijakan motor pun telah sering saya lakukan.

Saya bersyukur ada yang menganggap saya dapat diandalkan. Kepercayaan dan amanah yang diberikan pada saya membuat saya juga meyakini pendapat penasihat saya, bahwa orang menilai bukan sekadar pendidikan yang telah kita miliki tetapi sikap kita yang dapat diandalkan dan membuat orang senang.  Lalu, di pesan lain dari pesan singkat, “Bapak” menyampaikan apakah ada yang bisa bekerja seperti saya? Bekerja dulu, rezeki kemudian”. Pesan ini bukan pujian untuk saya bahkan saya tidak merasa bangga karena itu tetapi ini membuktikan bahwa saya “dibanggakan” karena dapat bekerja tanpa melihat materi. Saya saja baru menyadarinya setelah pernyataan itu, sebab itu pula didikan yang saya dapat, dan membuat saya belajar untuk bekerja karena hati, bukan materi. Mengharapkan akan menghasilkan kekecewaan, itu bisa saja terjadi.

Pernyataan itu juga membuktikan bahwa benar obrolan dari yang menyatakan “Bahwa orang menilai kita karena kemanusiaan” tanpa saya sadari, sebagai manusia saya dinilai selayaknya oleh manusia lain sebagai manusia yang bermanfaat, yang dapat diandalkan. Dan, saya tidak menyadari penilaian itu.

Hari ini, saya menyaksikan dan mendegarkan mengenai keluhan tentang pekerjaan. Tidak semua orang bisa mengerjakan pekerjaanya dengan hati. Tidak semua orang dapat menghadapi rekan kerjanya dengan pikiran positif. Tidak semua orang dapat menghargai lingkungan di ruang kerjanya. 

Padahal, sudah mendapatkan pekerjaan. Untunglah saya sudah mendalami ilmu: masalah tak akan pernah habis: kuliah masalah dengan kuliah, selesai kuliah masalah dengan mencari pekerjaan, setelah bekerja, masalah dengan pekerjaan.

Semoga saya dapat terus menjalankanya dengan tulus ikhlas. Seperti yang obrolan dari bapak penasihat “Kapan lagi diberi amanah”.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pertemuan 1: Magang 1

    Assalamualaikum, ww.   Halo kawan-kawan mahasiswa. Selamat telah sampai pada level ini. Selamat sudah masuk sampai perkuliahan Magang 1. Selamat juga berhasil menyelesaikan ritme perkuliahan melalui Daring selama ini. Kalian semua hebat.   Pada perkuliahan Magang1, saya Farninda Aditya dimanahkan untuk mengampu mata kuliah ini. Bagi yang sudah pernah bertemu dengan saya pada mata kuliah sebelumnya, Bahasa Indonesia terutama, tentu sudah paham bagaimana gaya pembelajaran saya.    Menulis adalah yang Utama. Disiplin adalah Aturan. Komunikasi adalah Penyelamat.  Sebelum membahas tentang Apa itu Mata Kuliah Magang?, perkenankan saya menjelaskan cara belajar kita.   Pertama,  Media . Media utama yang digunakan adalah WhatsAap, e-Leraning, Google Meet, Youtube, Instagram, dan Blog.   Media berkomunikasi adalah WhatsAap dan pembelajaran adalah e-Learning. Jadi, segala informasi akan saya sampaikan sebelumnya melalui ...

RPS Bahasa Indonesia

Deskripsi Mata Kuliah : Mata kuliah Bahasa Indonesia adalah Mata Kuliah Umum (MKU) yang berisi materi kebahasaan yang menunjang Kompetensi pedagogik, Kompetensi kepribadian, Kompetensi sosial, Kompetensi profesional mahasiswa Tarbiyah dan Ilmu Keguruan dalam bidang sebagai calon pendidik. Materi meliputi; Hakikat dan kedudukan Bahasa Indonesia, Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia, Ejaan yang Disempurnakan (EyD), Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia secara Lisan dan Tulisan (Bahasa Indonesia yang baik dan benar), Dasar-Dasar Mengarang (Ragam, fungsi dan diksi bahasa Indonesia, Pemanfatan kamus bahasa indonesia (Bahasa Baku), Pemanfaatan kamus dan tesaurus, Ragam bahasa ilmiah lisan dan tulisan, dan demonstrasi berbahasa Indonesia RPS Bahasa Indonesia   1.     Aditya, F. (2018). Forms And Meanings Of Traditional Foods In Tanjung Village Community, Mempawah, West Kalimantan. Khatulistiwa , 8 (2). https://doi.org/10.24260/khatulistiwa.v8i2.1161 2.   ...

Daftar Riwayat Hidup: Farninda Aditya

  DAFTAR RIWAYAT HIDUP DATA PRIBADI Nama Lengkap                            : Farninda Aditya NIP                                                                  : 199008242019032012 Jabatan                                                  : Penata Muda Tk.I, (III/b) Asisten Ahli Jabatan Tambahan                             : Sekretaris Prodi PIAUD FTIK IAIN Pontianak Dosen Pengampu                ...