Sejak hari
Minggu saya dan kawan-kawan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) berada di Kabupaten
Kubu Raya. Ada 27 Kelompok yang tersebar di beberapa desa. Saya sendiri
kelompok 23 berada di desa Sungai Terus. Desa ke-17 dari 20 desa yang ada di
kecamatan Kubu. Saya tiba pada hari Minggu, kira-kira pukul 14:00. Saat motor
air yang membawa saya dan kawan-kawan berhenti di salah satu seteher atau
tempat pemberhentian, beberapa orang berpakaian batik menyambut. Saya yakin
mereka adalah aparat desa.
Saat
pembekalan, kami diberitahu bahwa kami menginap di balai desa, ada listrik, ada
WC dan air tinggal mainkan saklar. Tiga ruangan kecil atau yang bisa disebut kamar
sudah disiapkan untuk kami. Kasur, tikar, dan bantal sudah rapi ada di tempat
tidur. Di kamar belakang tersusun piring dan gelas di atas meja, dan kompor
beserta tabung gas 3 Kg. Setelah memasukkan barang-barang ke dalam kamar,
Kepala Desa bernama Pak Kholili mengenalkan diri dan mengenalkan beberapa
Kepala Seksi (Kasi) dan perwakilan dari Kecamatan. Dalam sambutannya Pak
Kholili merasa senang dengan keberadaan kami.
Sorenya saya,
teman-teman lainnya, pembimbing Dr. Yusriadi dan panitia Didi Darmadi jalan-jalan
hingga ke TR 5. Di desa ini memiliki 21 TR. Entah apa arti TR tersebut, dugaan
sementara saya TR adalah singkatan dari Trans, tapi beberapa hari kemudian saya
mendengar bahwa TR singkatan dari Tersier.
Beberapa
masyarakat yang melihat kami menujukkan keramahannya, dan mau bertegur sapa.
Dari logat yang digunakan menunjukkan bahwa mereka adalah orang Jawa dan Sunda.
Masyarakat yang ada di sini sebagian besar adalah orang Jawa dan Sunda yang
merupakan warga Trans Jawa, namun ada juga orang Melayu.
Saat
perjalanan sore itu, jujur saya kagum melihat perkarangan rumah masyarakat yang
dimanfaatkan untuk bercocok tanam. Ada kacang panjang, mentimun, labu air,
jagung, dan cabe. Tidak hanya tanaman berjenis sayuran, tanaman lain seperti
Jambu, Jengkol, Petai, Cempedak, Pinang, Gaharu, Rambutan dan Jeruk Bali
menjadi tanaman yang memenuhi perkarangan rumah. Belum lagi kebun-kebun yang
memang dkhususkan untuk bertani, jelas Sungai Terus memang kaya dengan
tanamannya dan masyarakatnya juga serius dalam memanfaatkan lahan.
Senin pagi,
saya dan yang lainnya kembali jalan-jalan. Pagi itu kami melanjutkan perjalanan
ke arah sebelah kiri dari balai desa. Kami mendapat kabar bahwa di desa ini
terdapat rumah jamur. Ada warga yang bekerja sebagai pengusaha jamur tiram.
Warga tersebut berada di TR 8, namun Senin pagi itu, kami tidak melanjutkan
perjalanan untuk masuk ke TR 8 dalam.
Kami
melanjutkan perjalanan hingga jalan tidak bersemen lagi. Jalan tanah berada di
TR 11, di TR ini tidak banyak rumah warga, TR ini tampaknya lebih digunakan
untuk bertani. Kami singgah di pondok kebun salah seorang warga. Jikalau tidak
salah namanya Yatiem, saat itu ia sedang bersiap-siap untuk turun masuk ke
lahan yang ditanami kacang, cabe, dan mentimun. Bersama sang suami, bu Yatiem
merawat lahan yang baru saja selesai panen tersebut. Bu Yatiem menerima kami
dengan obrolan sekitar tanamannya.
Mendengar
masih ada rumah warga dari bu Yatiem, kami pun melanjutkan perjalanan. Jalan
yang kami lewati semakin berbeda dengan yang sebelumnya. Jalan menuju di bagian
ujung ini lebih kecil, bisa disebut dengan jalan setapak. Di TR ini tidak
terdapat rumah warga, hanya kebun dan pohon-pohon tinggi. Kami pun mengambil
arah kanan saat berada di simpang jalan. Melihat ada atap rumah, kami langsung
memutuskan untuk ke sana. Tidak jauh dari simpang tadi, kami pun melihat sebuah
rumah yang baru dibangun. Di belakang rumah tersebut terdapat rumah. Melihat
ada yang bekerja di depan rumah, kami pun menyapa dua lelaki yang berbeda usia.
Ada yang berusia berkisar 30 tahun sedangkan yang satunya sudah mencapai 60
tahunan.
Saat kami
mengenalkan diri, kami diajak untuk masuk rumah yang berada dibagian belakang.
Bapak yang berusia sekitar 60 tahunan itu memperkenalkan dirinya sebagai Pak
Bakri atau lebih di kenal dengan Pak Pri. Bapak yang berasal dari Kubu ini
mengaku sudah 30 tahun tinggal di Sungai Terus. Banyak pengalaman Pak Pri yang
diceritakannya pada kami, terutama tentang pengalaman beliau saat merantau ke Ketapang,
perbatasan Kalimantan Barat hingga Banjarmasin.
Perantauan-perantauan tersebut dilaluinya dengan motor air. Dari ceritanya,
saya rasa, Pak Pri sangat handal dalam mengemudikan motor air.
Semangat Pak
Pri menceritakan pengalaman hidupnya rasanya sama dengan semangat yang
diperlihatkan kami pagi itu. Tidak terlihat wajah letih meski usianya sudah
cukup senja. Walaupun menjadi orang yang masuk dalam perhitungan orang pertama
di Sungai Terus, hingga kini rumah yang didiami Pak Pri masih belum merasakan
aliran listrik. Menurut saya orang bersejarah di Sungai Terus ini pantas
mendapatkan fasilitas tersebut. Sudah 30 tahun beliau tinggal di Sungai Terus,
selama itu pula beliau menyaksikan sejarah di desa ini. Ada banyak jasa yang
telah beliau berikan, sebab hingga kini keberadaanya sangat dibutuhkan oleh
masyarakat sekitar. Ya, mungkin ada alasan lain yang menyebabkan aliran listrik
belum sampai ke rumah Pak Pri. Mungkin biaya pemasangannya terlalu mahal untuk
beliau.
Setelah
berlama bercerita dengan Pak Pri dan suasana pagi semakin mendung kami pun
berpamitan, khawatir akan hujan. Jarak rumah Pak Pri dengan Posko cukup jauh,
rasanya perlu memerlukan 20 menit untuk sampai ke sana, sebab kami berjalan
kaki. Banyak cerita dari Sungai Terus, semoga keberadaan saya dan kawan-kawan
dapat diterima oleh masyarakat. Semoga kami dapat bekerjasama dan membantu apa
yang bisa kami bantu. Semoga cerita dari Sungai Terus dapat terus dikisahkan,
kisah-kisah yang penuh makna.
Komentar