Beberapa waktu lalu teman saya
Hanina cerita tentang Bereken. Bereken bukanlah nama tempat, makanan atau Judul
buku. Bereken itu adalah kata, kata yang menjadi bagian dari bahasa. Hanina
bilang dia heran saat kali pertama mendengar kata Bereken. Apa itu bereken? hingga
dia mendapatkan jawabannya. Berbeda dengan saya, Bereken bukanlah kata yang
baru, Mak sangat sering menggunakan kata ini. Sehari-hari malah. Bereken atau
reken biasa juga digunakan orang di kampung sana saat menjual kelapa keringnya.
“Direken,bereken, reken lok”. Bereken dalam bahasa Melayu di Kampung Tanjung
tempat saya sana, itu artinya hitung. Ternyata kata bereken ini digunakan juga
untuk bahasa Melayu di tempat lain.
Setelah mendengar kebingungan
Hanina tentang Bereken, saya mendengar Mbak Riri Peneliti ITB yang bercerita
tentang kebingungannya dengan Uang Setali Seketep. Di hari yang sama, hanya
berbeda waktu. Mbak Riri mendapatkan kata tersebut saat penelitian di Kampung
Beting, dan menurut mbak Riri “di sana bahasa Melayunya masih sangat kental”.
Lagi saya tidak heran dengan kata seketep. Seketep seperti yang sering saya
gunakan di Kampung sana, itu berarti sedikit.
“Mintak lah barang seketep”,
Minta sedikit.
Bertemu Emak saat pulang Kampung,
saya menceritakan pengalaman mbak Riri tentang uang setali seketep. Seketep
yang biasa digunakan untuk menujukkan jumlah sedikit itu ternyata nilai mata
Uang.
“Dulu emang ade duet seketep
jaman dulu’ ” kata Emak
“Duet e bulat, ade lobang ditengah
e, ade tulesan e emang, seketep” Mak melanjutkan dengan tangan yang mencotohkan
bagaimana bentuk duet seketep. Kata Emak dua setengah ketep pun ada waktu itu.
“Duet e di tali” lanjutnya lagi. Hem
mungkin seketep yang diartikan sedikit ini mengikuti arti nilai duet seketep
jaman dulu, dulunya lagi.
Gara-gara tidak banyak tahu
tentang bahasa Melayu, Mbak Riri menjadi bingung dengan bahasa-bahasa Melayu kampung
beting yang digunakan masyarakat. Butuh ada yang mengartikan katanya. Diwaktu
yang bersamaan Pak Yus juga bercerita tentang pengalamannya mendengar kata
Mbare yang digunakan oleh teman sekantornya. Hah, kalau yang ini saya tidak
tahu. Apa itu Mbare. Pak Yus bilang Mbare berarti Miring. Eh?. Saya tidak tahu.
Dalam sehari itu saya mendengar
beberapa kata dari bahasa Melayu yang sudah jarang digunakan saat ini. Saya
langsung teringat dengan permainan sms teman dengan temannya. Permainan sms
tersebut menyebutkan kata-kata dari bahasa Melayu, penerima bahasa Melayu mesti
mengartikannya dalam bahasa Indonesia atau yang bahasa yang dimengerti
sekarang. Waktu itu teman sempat bingung juga kata apa yang akan ia jadikan
bahan permainan. Dia memilih Emak untuk menjadi rujukkannya. Beberapa kata yang
Emak sebutkan ternyata sudah ia gunakan. “Eh lihai juga dia” eh hebat juga dia.
Emak sempat tertawa juga
mendengar taman saya bernama Iip itu meminta bantuannya. Mak pun teringat
dengan Cisi sepupu saya yang bingung dengan bahasa Melayu yang tidak ia
mengerti saat Mak meminta pertolongannya.
“Cisi ambekkan Mak Tas andok di
parak tu” Mak menceritakan kalimat yang Mak gunakan saat itu.
“Ndak ngerti rupehe Cisi,
melingau die”. Lanjut Mak cerita.
Hem dalam bercerita pun Emak
masih menggunakan bahasa melayunya, Melingau yang artinya bingung atau
kebingungan. Parak itu artinya lantai atas, atau lantai dua. Jadi maksud emak
pada Cisi waktu itu, mengambillkan handuk di lantai atas.
Mengaitkan cerita Hanina, Mbak
Riri dan Pak Yus dan, permainan teman, cerita Emak sepertinya memang diperlukan
budaya berbahasa Melayu ini, atau Kamus Bahasa Melayu. Ya.. untuk pembuktian
zaman, membantu peneliti dan pelestarian bahasa Melayu. Rasa-rasanya.
Komentar